Saya membaca buku ini setidaknya setelah hampir setahun memilikinya. Ketika pertama kali membeli buku ini, Saya tidak terlalu terkesan, hanya tahu bahwa ini buku yang popular. ini adalah laporan investigative dengan gaya penulisan naratif kasus Watergate, hanya itu. Setelah akhirnya Saya membacanya, buku itu menghantui selama beberapa hari.

Saya membayangkan jatuh cinta dengan Bob Woodward muda (doi ganteng tentu saja, sepadan aja ketika diperankan Robert Redford muda). Lebih dari itu, Saya lebih bisa menghargai pers Amerika Serikat, setidaknya di masa lalu. Sekadar catatan, semenjak mempelajari analisis framing dan wacana kritis, terus terang saya agak skeptis pada semua media massa. Yup, semuanya. Karena netralitas dan objektivitas adalah mitos, ujar paradigma konstruktivisme.  Hehe..

Buku ini bercerita tentang dua orang wartawan Harian The Washington Post, Carl Beinstein dan Bob Woodward. Awalnya, mereka diminta redakturnya menyelidiki penangkapan enam orang yang diduga menyadap kantor perwakilan Demokrat di kompleks perkantoran Watergate. Penangkapan enam orang tersebut mengungkap hubungan mereka dengan beberapa petinggi gedung Putih.

Penyelidikan dua wartawan ini berkembang hingga bisa mengungkapkan bahwa hampir semua petinggi Gedung Putih dari partai Republik yang merupakan pendukung sekaligus bagian dari tim kampanye pemenangan kembali (CRP, Committee to Re-elect the President) Richard Nixon sebagai presiden Amerika Serikat, terlibat dalam usaha-usaha kotor untuk memenangkan presiden kembali (penyadapan, sabotase, intimidasi, korupsi). Lebih lanjut, mereka  bahkan bisa menelusuri jejak pekerjaan kotor CRP hingga masa pemilihan presiden Nixon sebagai presiden untuk pertama kalinya. Dan bahkan, jejak kotor saat Nixon memenangkan kursi senator mewakili California.

Ironisnya, meski skandal ini merebak di Amerika Serikat, Nixon tetap terpilih untuk periode keduanya. Namun, di tengah jalan, publikasi skandal dengan  hampir seluruh media massa di Amerika Serikat meliputnya, terutama Washington Post, dan tetap berjalannya proses hukum kasus Watergate, sampai Senat juga membuat tim khusus skandal kasus Watergate, mencuatkan wacana pemakzulan Nixon sebagai presiden. Sebelum pemakzulan benar-benar terjadi, Nixon mengundurkan diri sebagai presiden Amerika Serikat digantikan wakilnya Gerald Ford.

Sebagai sebuah narasi nonfiksi, buku ini persis karya fiksi dengan jalinan konflik yang dirangkai dengan baik bahkan memunculkan klimaks. Dalam runutan panjang berjalannya kasus Watergate yang akhirnya membuat Nixon terjungkal dari kursi kepresidenan, bagi Woodward dan Beinstein, klimaks bukan pada kasus itu sendiri. Klimaks buku ini adalah ketika Post (sebutan popular untuk The Washington Post) menampilkan berita utama (lead) tentang 5 tokoh kunci Gedung Putih yang terlibat dalam Watergate, di antara para tokoh, koran itu menyebut nama Haldeman, kepala staf Gedung Putih. Namun, sumber mereka, Hugh W. Sloan menyatakan tidak pernah menyebut nama Haldeman. Rasa malu dan ketidakberdayaan karena gagal menembus tembok untuk mengungkapkan otak skandal Watergate menghantui mereka, dan bagi mereka itu adalah klimaks dari keseluruhan proses ini.

Menyadari ada kekeliruan dalam metode investigasi mereka, Woodward dan Beinstein kembali ke awal dan menyusuri kembali kasus dengan hati-hati. Titik terang mulai tampak saat Senat mulai membentuk tim khusus untuk menyelidiki skandal Watergate. Dengan campur tangan Senat, petinggi-petingg Gedung Putih yang agak sulit dijangkau akhirnya bisa diseret ke pengadilan dengan status terdakwa terlebih setelah rekaman-rekaman video penyadapan di ruang oval yang diinisiasi langsung oleh Nixon terungkap ke publik dan akhirnya menuntun Nixon menuruni tahta kepresidenannya.

Buku ini adalah dokumentasi sejarah, bagian sejarah kelam Amerika Serikat sekaligus kegemilangannya. Woodward dan Beinstein menunjukkan pada kita kesejatian wartawan (investigatif). Kerja mereka persis kerja detektif kepolisian plus harus menuliskan hasil kerja mereka sebagai informasi bagi khalayak ramai. Kerja mereka rapi dan sistematis. Misalnya ketika mereka menemukan buku telepon milik salah satu pelaku penyadapan kantor perwakilan partai Demokrat di Watergate, mereka meneliti nama-nama di buku telepon itu satu persatu dan menghubungi mereka hingga akhirnya terhubung dengan satu nama menarik yang mereka tahu bekerja di Gedung Putih.

Pengusutan terhadap nama itulah yang menjadi awal pengungkapan hubungan antara kasus ‘sepele’ di Watergate dengan Gedung Putih. Tiap wawancara biasanya mengarahkan mereka pada pengungkapan baru, dan mereka bisa melakukan itu karena kerja yang jeli, sistematis, dan metodis. Mereka tak segan mengejar wawancara dengan narasumber sampai ke negara bagian lain, bahkan sampai New Mexico (jadi ingat adegan Beinsten gagal paham Bahasa Mexico. Hehe) karena CRP melakukan pencucian uang di sana.

Validitas berita alias kebenaran adalah standar moral mereka. Ketika mereka melanggar sendiri standar moral itu pada situasi mendesak (menurut mereka), mereka merasakan akibatnya. Hal itu terjadi saat Woodward dan Beinstein menyimpulkan 5 orang yang menjadi otak dalam skenario Watergate. Mereka membuat simpulan terlebih dahulu baru mewawancarai narasumber sehingga akhirnya cenderung mengarahkan narasumbernya untuk memverifikasi simpulan mereka (well, ini masih lebih bermoral daripada oknum wartawan era 4.0 yang menjadikan asumsi sebagai berita). Sloan, narasumber mereka, menolak pernah mengiyakan nama Haldeman saat diwawancara. Itu hanya simpulan yang dibuat Woodward dan Beinstein. Dan itu, sekali lagi, adalah klimaks buku ini.

Meski demikian, Duo wartawan muda ini tetap pahlawan dalam cerita ini karena mereka belajar dari kesalahannya. Sejak peristiwa itu, Woodward dan Beinstein menjadi sangat hati-hati dalam menyimpulkan sesuatu. Mereka bahkan tidak menyimpulkan sebelum fakta-fakta tersusun menjadi sebuah simpulan yang tak terbantahkan. Oleh karena itu, mereka pantas dapat Pulitzer (oh ya, mereka dapat Pulitzer dong terkait investigasi mereka atas Skandal Watergate).

Hal menarik lain adalah tentang sumber anonim yang dimiliki Woodward. Mereka menamainya ‘Deepthroat’, seseorang berpengaruh di jajaran pemerintahan Nixon. Deepthroat menjadi narasumber anonim tetap Woodward, untuk kasus Watergate, dia banyak memberikan informasi termasuk memverifikasi nama 5 orang petinggi Gedung Putih yang menjadi otak skandal Watergate. Belakangan diketahui, Deepthroat adalah Mark Felt, yang saat itu menjabat wakil direktur FBI. Woodward bisa saja mengungkap nama Felt sebagai narasumbernya, namun ia berkeras bahwa kerahasiaan narasumbernya adalah hal yang prinsip. Meski belakangan sejumlah orang menuding sumber-sumber anonim Woodward palsu dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, tapi Woodward tidak ambil pusing. Mark Felt saja baru terungkap identitasnya sebagai Deepthroat 31 tahun setelah lengsernya Nixon dari kursi kepresidenan.

Skandal Watergate adalah salah satu skandal dalam riwayat kepresidenan Amerika Serikat (bahkan bisa dikatakan yang terbesar). Amerika Serikat mengalami dua kali upaya pemakzulan presidennya, Andrew Johnson tahun 1868 terkait tindak pemecatan yang dilakukannya kepada menteri pertahanannya yang dianggap tidak sesuai aturan, dan Bill Clinton terkait skandalnya dengan Monica Lewinsky. Dua-duanya batal di tingkat Senat. Nixon terancam pemakzulan jika saja ia tidak segera mundur dari kursi kepresidenannya. Mungkin dia akan bernasib sama dengan dua presiden AS di atas, dimakzulkan tapi urung di tingkat Senat. Tapi, bisa juga dia berhasil dimakzulkan. Kita tidak pernah tahu.

Nixon juga mungkin takkan pernah berpikir mundur jika merasa masih bisa menyelamatkan reputasinya. Pers memiliki andil yang sangat besar dalam mengungkapkan skandal ini. Kerja keras Woodward, Beinstein, wartawan The Post yang lain serta wartawan media lain telah membantu mengungkapkan betapa kecurangan adalah bagian dari pemerintahan Nixon. Pada momen ini kita mendapati pers Amerika Serikat berhadapan dengan pemerintah Amerika Serikat sendiri, berhadapan vis a vis, bukan sebagai underdog pemerintah.

Ketika pers bertindak heroik pada suatu ketika, ia patut dicatat dalam sejarah. Oleh karenanya, tentu saja, ini buku yang baik dibaca mereka yang menyukai cerita-cerita kepahlawanan.@