BUKU puisi dan esai puisi ” Pina Musti” karya Sainul Hernawan, dosen Universitas Lambung Mangkurat (ULM), bisa menjadi buku bagi mereka yang ingin belajar dan mempelajari puisi.
Hal itu disepakati HE Benyamine dan Sandi Firly yang menjadi pembicara pada diskusi buku “Pina Musti” di kafe Rumah Oettara, Banjarbaru, Jumat (10/2/2023) malam, dengan dimoderatori Andaru.
“Buku ini memuat beberapa teori tentang kritik sastra, juga tentang apa manfaat menulis puisi. Disebutkan, manfaat menulis puisi di antaranya membuat pikiran fleksibel, kreatif, serta memperluas persepsi,” sebut Benyamine.
Memang, buku “Pina Musti'” ditulis Sainul Hermawan terkait mata kuliah Menulis Kreatif Sastra yang diampunya di ULM. “Penulisan puisi ini juga sebagai pembuktian kepada peserta kuliah MKS bahwa pengajar puisi juga harus bisa menulis puisi,” ujarnya. “Soal kedalaman dan hal-hal lain terkait mutu puisi, biarlah pembaca yang memutuskan.”
Terlepas itu, Sainul menyebutkan, dengan adanya diskusi dan pembacaan buku karyanya, maka tuntaslah “Pina Musti” sebagai sebuah buku.

“Tidak terlampau penting jumlah peserta diskusi, yang penting buku ini telah dibaca. Dengan demikian selesai sudah ‘Pina Musti’, tidak saja telah terbit tetapi juga telah dibaca,” ucapnya.
Meski hanya dihadiri beberapa peserta berstatus mahasiswa, diskusi tetap berlangsung cukup hangat. Terutama perkara menulis puisi.
“Judul ‘Pina Musti’ ini memberikan pemahaman baru kepada saya, bahwa puisi itu sesungguhnya produk pina musti, dan penyairnya juga pina musti. Pina musti membuat kata-kata indah, kadang rumit dan gelap. Walau ada juga puisi yang terang,” ujar Sandi.
Sementara Benyamine banyak menyoal esai Sainul tentang viralnya puisi panjang berbahasa Banjar karya Rezqie M.A. Atmanegara tentang banjir di Barabai pada Januari 2021.
“Dalam membahas puisi itu, Sainul hanya bersifat melihat tapi tidak memahami. Karena sebenarnya ada banyak kejanggalan secara logika dalam puisi itu. Juga tentang persoalan banjir yang sesungguhnya,” jelasnya.
Namun Sainul mengaku bahwa ia sesungguhnya tidak membahas tentang puisi Rezqie berjudul “Paman Janaki Kamanakan Pian Maristaan” itu “Saya hanya membicarakan fenomena viralnya puisi itu, reaksi orang-orang terhadap puisi dan banjir yang menjadi objek puisi,” kata Sainul.
Beberapa peserta melemparkan pertanyaan terkait menulis puisi. Sainul menjawab, yang terpenting hindari klise.
“Jangan mengulang ungkapan-ungkapan yang telah ditulis orang. Buat ungkapan baru. Misalnya bicara rindu, yang sudah banyak ditulis para penyair, maka kamu harus menemukan cara pengungkapan yang belum pernah dituliskan,” sarannya.
Diskusi buku yang berisi 47 puisi dan 10 esai puisi ini berakhir hingga pukul 22.30 Wita. Dan bagi yang hendak memiliki buku “Pina Musti” ini, bisa mendapatkannya di Rumah Oettara, Banjarbaru.@