MEDIA Asyikasyik.com menggelar Youth Journalism Academy (YJA) jilid kedua bersama 32 peserta calon jurnalis muda di ruang Johan Ariffin, lantai 2, Diskominfo Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Menghadirkan kedua narasumber, yakni Sandi Firly (Pemred Asyikasyik.com) dan Sainul Hermawan (Akademisi FKIP Universitas Lambung Mangkurat), yang memantik pengetahuan dasar terkait karya jurnalistik.

“Dalam agenda Youth Journalism Academy (YJA) ini diharapkan dapat mencetak jurnalis muda. Lewat materi yang disampaikan oleh kedua narasumber nanti dapat dicerna adik-adik,” ucap Sekretaris Diskominfo Banjarbaru, Dahrani kepada Asyikasyik.com, Kamis (23/2/2023).

Dahrani mengapresiasi media Asyikasyik yang mengambil peluang di tengah pasar digitalisasi saat ini. Menurutnya, melihat pangsa pasar media yang banyak dikonsumsi masyarakat maka diperlukan kader jurnalis muda.

“Dalam catatan Diskominfo, sebanyak 25 media online telah menjalin kerjasama dengan pemkot banjarbaru,” beber Dahrani.

Suasana Youth Journalism Academy Jilid 2 di Ruang Johan Ariffin, Diskominfo Banjarbaru

Lantas, Dahrani melihat media Asyikasyik kini mampu mengambil peluang dan estafet dalam mengadakan kegiatan akademi jurnalis muda ini. Kondisi media sekarang, dia mengungkapkan banyak sekali sehingga diperlukan kader jurnalis muda yang kompeten.

Narasumber pertama disampaikan oleh Sainul Hermawan, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP ULM itu mengaku sudah lama tidak menyampaikan materi jurnalistik. Waktu itu, dia mengingat sering mengisi materi jurnalistik dalam dunia perkuliahan yang diajarkannya.

“Sejak 2005, saya diminta untuk mengisi materi jurnalistik ini. Dan hari ini saya mengingat-ingat kembali, tentu dengan materi baru yaitu Bahasa Indonesia Laras Jurnalistik,” ungkap Sainul, tersenyum.

Penyampaian Materi “Bahasa Indonesia Laras Jurnalistik” oleh Sainul Hermawan

Sainul pun menyinggung naskah sumpah pemuda sebagaimana yang tertuang di dalamnya, yaitu bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu; Indonesia. Kemudian, dia menanyakan apakah benar saat ini kita berbahasa satu?

“Ada bahasa baku dan tidak baku, kemudian ada bahasa ilmiah dan misal bahasa berita dengan bahasa puisi jika dibaca itu berbeda ya. Nah itu sebagai pengantar bahwa memiliki keragaman bahasa yang dimiliki Indonesia,” ungkap dia.

Sainul menegaskan bahasa ilmiah dengan bahasa berita itu sangat berbeda ketika seseorang membacanya. Maka, dia mengutip buku karya Rosihan Anwar berjudul Bahasa Jurnalistik Indonesia & Komposisi, sebanyak 17 poin disampaikannya.

“Penulisan yang tepat antara menulis Ahmad dan Akhmad, serta penulisan nama lembaga dan sebagainya. Harus benar dan tepat, maka penting seorang jurnalis mengecek kebenarannya itu,” tegasnya.

Sainul kembali mencontohkan bahwa negara China tidak lagi disebut namanya yang sering diketahui orang, namun sekarang diganti dengan istilah Tiongkok. Hal ini, menurutnya jurnalis perlu jeli dalam melaporkan karya jurnalistik.

“Jadi, harus akurat informasi dan tulisannya tersebut. Kemudian, ringkas dan jelas, tentunya tidak bertele-tele dalam menyampaikan setiap informasi,” ungkap Sainul.

Sainul menyarankan agar menggunakan kalimat pendek, sebagaimana untuk memenuhi aspek keringkasan dan kejelasan informasi tersebut. Apalagi, menurutnya jurnalis menggunakan kalimat panjang maka menimbulkan kebingungan pembaca.

“Dalam satu paragraf hanya terdiri 2-3 kalimat yang padu. Saya setelah membaca buku ini, ternyata di dalam majalah saya banyak sekali kesalahan,” ucap dia.

Pemimpin Redaksi Asyikasyik.com, Sandi Firly menjelaskan bagaimana menulis karya jurnalistik harus dilaporkan secara objektif. Menurutnya, ketika apa yang dilihat dan didengar saat di lapangan maupun merekamnya.

“Kemudian, gimana jurnalis memakai nama narasumber apakah menggunakan title atau tidak. Jangan menggunakan bahasa bapak atau ibu,” terangnya.

Sandi menegaskan bahwa berita itu harus aktual, sehingga mampu menyampaikan informasi terkini dan sesuai kebutuhan publik. Lalu, dia menjelaskan 5W1H yang di dalam laporang harus memuat nama seseorang, tempat dan keterangan waktunya.

“Setidaknya sebagai jurnalis muda atau pemula mampu membedakan tulisan fiksi dan non-fiksi, yang mana informasi bersumberkan fakta atau tidak,” kata Sandi.

Siswa SMK 2 Banjarbaru, Rachel Anggilika mengaku tertarik lama dalam bidang jurnalistik yang sebelumnya telah diajarkan di sekolahnya sendiri. Dia memiliki pembimbing, serta tugas-tugas yang dikerjakan dalam melaporkan sebuah tulisan yang dimuatnya.

“Materi tadi menjelaskan bagaimana menulis berita yang baik dan tepat, jadi banyak informasi baru yang didapat,” ungkap Rachel, tersenyum.

Rachel mengharapkan di materi selanjutnya dapat mempraktekan bagaimana menulis berita atau karya jurnalistik tersebut. Kesulitannya, dia mengaku bagaimana memilih kalimat yang dimuat sehingga perlu sekali dapat pelatihan ini.

“Kami di sini belajar, kebetulan sebagai OSIS. Ke depan agar dapat menyajikan sebuah berita yang baik dan benar, harapannya itu,” tandasnya.@

Facebook Comments