Konon, sepi lebih berbahaya ketimbang amarah. Penjelasannya seperti ini, sepi mampu membangkitkan resah bahkan amarah, sementara amarah tak dapat melakukan sebaliknya.Seseorang dapat membunuh orang lain tersebab amarah, tapi kesepian yang berat mampu membuat seseorang membunuh dirinya sendiri. Barangkali benar yang diungkapkan Chairil dalam potongan sajaknya, “Mampus kau dikoyak-koyak sepi.”

Dalam pandangan saya, kesepian memiliki dua kutub yang berlawan. Kutub pertama mengarahkan seseorang ke puncak kenikmatan dan kutub kedua mengarahkannya menuju lembah kehancuran. Saya pikir, setiap manusia ingin menempatkan sepinya di kutub pertama, tapi kebanyakan dari mereka gagal disebabkan keadaan diri yang mungkin belum belajar atau malah enggan belajar.

Kesepian yang menuntun pada puncak kenikmatan adalah kesepian yang dimiliki oleh orang-orang yang bijak, berilmu, dan mengenal betul perihal Tuhannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kalian mampu untuk memiliki amal saleh yang tersembunyi, maka lakukanlah!” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2313). Dalam hadis tadi, kita mendapat titah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyembunyikan amal saleh. Salah satu cara paling ampuh dalam menjalankan titah tersebut ialah berhadapan dengan sepi.

Ibnul Mubarok mengatakan, “Jadilah orang yang suka mengasingkan diri (berada dalam keadaan sendiri untuk melakukan amal kebaikan) dan jangan menyukai popularitas!”

Lalu, bagaimana puncak kenikmatan bisa diraih jika kita hanya mengerjakan amal saleh? Jawabannya ada pada firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surah An-Nahl ayat 97 sebagai berikut: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Dari ayat di atas, kita dapat saksikan bagaimana Allah ‘Azza wa Jalla telah menyampaikan janji-Nya. Siapakah yang lebih pandai menepati janji selain Tuhan semesta alam? Jawabannya sudah tentu tidak ada, sebab hanya Tuhanlah yang benar-benar sanggup menepati janji tanpa berkhianat sedikit pun. Inilah yang saya maksud berada dalam puncak kenikmatan, di mana kita berada dalam keadaan sendiri dan menikmati sepi dengan cara melakukan berbagai amal kebaikan hingga akhirnya amal tersebut menuntun kita pada kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Kehidupan yang baik tentu tidak hanya diartikan dengan banyaknya harta atau kekayaan, karena bahagianya hati, tenangnya pikiran, serta sehatnya badan juga termasuk dalam bagian tersebut.

Kemudian, ada sepi yang justru mengarahkan manusia menuju lembah kehancuran. Golongan manusia yang terjerumus dalam hal ini ialah mereka yang terlalu mencintai dunia, senang berfoya-foya, dan jauh dengan Penciptanya. Orang-orang dengan pola hidup yang demikian biasanya sangat membenci kesendirian. Mereka akan merasa gelisah karena tidak ada teman, merasa “gatal” untuk bersenang-senang di pusat keramaian, bahkan bisa saja depresi apabila kesepiannya itu semakin berat dan menjadi-jadi. Intinya kutub ini dikuasai oleh manusia yang kurang bijak dalam menghadapi hidup dan hanya memikirkan kesenangan-kesenangan yang fana.

Berdasarkan paparan di atas, saya berharap kita semua bisa menghadapi sepi dengan cara yang benar. Terlebih dalam keadaan pandemi saat ini, di mana hari yang berjalan hanya melahirkan kesepian yang panjang dan berat. Pada akhirnya, seluruh keputusan berada di diri kita masing-masing. Ingin berjalan ke puncak kenikmatan atau berbelok ke arah kehancuran.@