Digitalisasi dan virtualisasi yang masif membuat seseorang yang ada di Mongolia bisa tahu pada detik itu juga kalau orang asing di Skotlandia sedang memancing ikan kod. Seorang muslim di Ningxia menangis tersedu-sedan menyaksikan siaran langsung kekejaman Israel di Permukiman Syeikh Jarrah di media sosial.
ERA Infotek hari ini membuat dunia transparan dan kehilangan batas. Padahal, era ini bukan semata tentang kecepatan penyebaran informasi yang live streaming alias sebagaimana waktu sebenarnya, tapi juga tentang perikehidupan manusia yang terbuka-seterbukanya, tak terkecuali bagi aktivitas-aktivitas yang dengan mudah kita sebut “karya”.
Seorang Youtuber menyebut dirinya berkarya dengan membuat-siarkan berbagai konten yang sesuai dengan minat dan kegemarannya, seperti berkebun, memasak, makan-makan, menjahit, mendatangi atau mengundang orang-orang untuk membincangi hal-hal yang sedang tren dan viral, dan lain-lain dan lain-lain. Hal serupa juga terjadi di dunia tulis-menulis melalui tulisan-tulisan yang tersebar di berbagai platform digital, laman atau blog pribadi, akun-akun media sosial, atau podcast.
Baik Youtuber maupun penulis menyebut apa yang mereka lakukan di atas sebagai (ber)karya.
“Tinggal bawa kamera ke mana-mana, olah menjadi tayangan yang menarik, rilis!” kata seorang Youtuber yang mengklaim mampu hidup dari aktivitas vlog-nya. “Siapkan kamera di depan, lalu makan hidangan ekstrem yang terhidang dengan ekspresif, likes dan subscribers otomatis nambah!” imbuh yang lain. “Kami tidak peduli komentar-komentar miring. Yang jelas, inilah karya kami!”
“Selesai nulis dan langsung publish di platform X. Hamdalah sampai sekarang sudah dapat Rp. 500.000,- tiap bulan dari mereka yang baca!” kata seorang penulis muda dalam sebuah wawancara. “Yaaa aku nggak ngerti PUEBI sih. Yang penting kan tulisanku banyak yang baca dan suka, dapat cuan, artinya karya gue itu dihargai.” timpal yang lain. “Makin banyak adegan seksnya, biasanya naskah akan makin banyak dibaca. Yaaa akhirnya saya paham seperti apa selera audiens. Karya saya menyesuaikan dong!” pungkas penulis muda yang lain.
“Berkarya itu menurut kalian apa? Seperti apa?” tanya saya suatu ketika.
Jawabannya variatif:
– Kita berkreativitas, disukai banyak orang!
– Buat aja, rilis, hasilnya biar pasar yang nentuin!
– Dan lain-lain, dan lain-lain.