Saya pernah ditanya oleh seorang gebetan ketika nongkrong sambil diskusi bebas di sebuah kafé. “Apakah inti dari kehidupan?”
Pertanyaan filosofis itu sontak saja membuat saya kagok bukan kepalang. Bukan apa-apa sih, rencana saya mau nembak doi jadi ambyar seketika.
Sebagai lelaki yang gak mau terlihat malu-maluin di depan perempuan, saya harus punya jawaban yang mantap,dong! Beruntung saya pernah baca buku Dunia Sophie Martin, magnum opusnya Opa Joestin Gaarder.
Dengan sotoy, saya menjawab bahwa inti dari kehidupan adalah cinta. Alasannya adalah saya kebelet mau nembak.
Waktu itu saya belum kepikiran bahwa cewek yang saat itu akan ditembak kelak akan jadi mantan. Seolah, jatuh cinta itu nihil resiko patah hati. Dan mantan adalah benda mati dari masa lalu yang akan hanya jadi sampah. Bungulnya,heh. saya pernah senaif itu dulu.
***
Kalo dipikir-pikir, kalimat cinta adalah inti kehidupan ada benarnya juga. Adanya saya dikarenakan cinta antara bapak dan ibu. Lebih jauh lagi, terciptanya manusia sekalian alam adalah maujud cinta Tuhan yang tertuang dalam kalimat Al Quran, yaitu “berpasang-pasangan”. Cinta adalah perekat satu wujud manusia dengan wujud manusia lainnya sebagai kesatuan yang berpasang-pasangan.
Jadi, cinta itu identik dengan berpasang-pasangan. Terkadang ada juga cinta yang tak tersampaikan dan akhirnya menjadi cinta sendirian. Memang sudah hukum alam, cinta yang tak tersampaikan pada dasarnya tetap bercita-cita, minimal membayangkan sedang berpasangan. Cinta yang tak harus memiliki itu bullshit memang.
Sebagai pasangan, antar wujud akan saling mengisi dan menyeimbangkan, lalu menimbulkan keharmonisan. Mana mungkin kaki dengan seimbang laju berlari, jika hanya menggunakan kaki kiri saja. Pun begitu pula dengan applouse, tak akan riuh berbunyi jika hanya bertepuk sebelah tangan. Hiks.
Cara kerja dari cinta yang membuat berpasang-pasangan itu sangat sederhana. Dia membuat keduanya saling melengkapi satu sama lain. Boleh jadi jika satu diantaranya tak kunjung hadir, maka muncul perkara rindu.
Rindu mungkin akan bercampur aduk dengan kekecewaan, manakala satu diantara wujudnya memutuskan untuk berpisah. Anggap saja wujud tersebut kita kasih kode klasifikasi dengan sebutan mantan.
Kemudian, seiring tak bersama dan waktu terus berjalan, rindu akan terus meluap-luap. Pada puncaknya, rindu memunculkan letupan kenangan. Nah, letupan ini yang kadang bisa berlebihan dan bikin uring-uringan. Dunia jadi serasa kopong, se-kopong-kopongnya. Ambyar bet.
Letupan kenangan ini bentuknya berkeping-keping seperti vas bunga yang pecah, karena sudah dihempas perpisahan. Setiap kepingan mempunyai makna dan ingatan tersendiri.
Sebagai korban, orang yang dikonfirmasi terpapar letupan kenangan akan berusaha merekonstruksi kepingan masa lalunya atas mantan dengan sumber data artefak. Tak lupa pula fakta-fakta mental dari harapan yang pernah mereka bangun. Di sinilah letak persinggungan antara mantan dengan ilmu sejarah.
Artefak dan fakta mental akan terus ngompor-ngomporin letupan kenangan dengan selalu hadir pada semisal boneka pemberian mantan, aroma parfum atau lirik lagu.
Mereka seenaknya saja merebut konsentrasi dan panca indera mu saat berpapasan. Hingga muncul visualisasi atas kenangan yang membuatmu tertegun dan tanpa sadar dikuasai oleh perasaan. Hal ini sangat wajar, karena sejarah bersifat ideografis, menuliskan kenangan-kenangan yang pernah dilakukan bersama.
Seorang kawan saya, sebut saja Bruno adalah korban masa lalu yang nyata dan pernah saya temui. Dia adalah seorang lelaki yang melankolis dan cenderung produktif menulis ketika patah hati. Tentu saja tulisannya tentang kepatah-hatian. Entah menulis di status facebook, atau sekedar nulis di tembok toilet kampus. Heh, galau vandalistik.
Konon, Bruno ditinggal kawin pas lagi sayang-sayangnya. Saya tidak tau apa pasal dia ditinggal. Tentu sebagai kawan, saya coba ajak dia untuk meredam letupan kenangan atas mantan dengan bermain PES 2013.
Tapi tetap saja, PES 2013 belum cukup kuat untuk meredam letupan kenangan. Tatapan matanya kosong, dan membiarkan gocekan Frank Ribery mengelabui duet John Terry dan David Luiz. Belakangan saya diceritakan oleh Bruno bahwa dia punya kenangan manis dengan mantannya ketika bermain PES 2013.
Sebagai manusia yang hidup dalam ruang dan waktu, antara Bruno dan PES 2013 sangat bisa dipahami, tidak bisa lepas dari kenangan. Namun jika terus menerus meratap, kenangan akan jadi sebuah belenggu. Dan memang, Bruno memilih terus menerus meratap, hingga skripsinya mandek.
Apa yang dilakukan Bruno, bisa kita sebut dengan antikuarian. Dia merekonstruksi kepingan masa lalunya untuk kepentingan masa lalu itu sendiri. Harusnya, masa lalu direkonstruksi untuk kepentingan masa depan. Dengan seperti itu, dia akan beranjak move on.
Andai dia tahu, bahwa sejarah adalah membayangkan masa lalu, memetakan masa depan, tentu dia tidak akan terbelenggu. Setidaknya masa lalu bisa dijadikan pijakan untuk belajar agar tidak mengalami hal yang sama di lain hari.
Dan perlu diingat, masa lalu akan selalu ada dan tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Dia akan selalu mebayangi. Tinggal kita yang memilih sikap, meratap atau beranjak. Bukankah sejarah manusia berjalan atas pilihan manusia itu sendiri?
Sebagai kekuatan sekaligus penggerak sejarah, mantan bisa dijadikan alasan untuk bangkit dan menata hati lebih baik lagi. Hidup akan selalu membutuhkan alasan untuk berdiri lalu berlari. Dan alasan itu, sekali lagi adalah mantan.
Lalu, atas dasar patah hati kepada mantan penjajah, kaum muda nekat menculik Bung Karno ke Rengasdengklok dan menodongnya agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Bukankah itu satu diantara banyak bukti, dangsanak?
***
Akhirnya, malam itu saya gak jadi nembak doi. Kami terlarut dalam diskusi filosofis tentang hidup dan cinta. Hingga waktu tak terasa menunjukkan jam setengah sebelas malam. Kafenya mau tutup, mbak kasir mendengus, ”Nih, bocah kapan minggatnya!”
Saya punya alasan yang cukup untuk gak jadi nembak. Di masa lalu, saya pernah punya pengalaman bahwa cewek yang nyambung diajak diskusi gak cocok jadi pacar, tapi nyaman sebagai sahabat. Memang, mantan akan selalu aktual.