PULANG

Pulang, yang kutuju Kau
Tapi nasib membuatku lepas harap
Tergelincir jatuh menggenangi bathin sendiri
Kota ini terlalu mewah bagi niatku yang sederhana
Sementara kau semakin jauh berdepa-depa dari ingat
Yang dahulu sanggup menyalakan dian
Meski jauh di dalam diri,
gigil lapar mengais airmata kita masing-masing

Mungkin Aku akan kembali ke ladang
Menyemai kepal demi kepal niat kita, walaupun sendiri
Memeliharanya seperti kata-kata
; nadi dari segala ucapan, denyut dari setiap yang fana

Sayang, kata tak pernah menebas tubuhnya sendiri
Ia tak mengenal bunuh diri
Kita lah yang kemudian menjelma pedang
Menusuknya berdepan-depan, pun belakang

Dan di penghujung musim
Jika yang kutuai hanya melulu bulir kosong, tak mengapa
Setidaknya setiap kali tengadah
Masih kutemukan jalan menuju rumah, nun di atas bukit
Meski hanya papan, meski bertambal dan sunyi
O, Tuhan aku masih bisa pulang
Aku sebenar-benar pulang

PERON

Peron riuh oleh sahut yang searah
Membentur ruang sempit di kisi-kisi jendela kereta
Menelusur bathin, menusuk-nusuk gendang telinga

Rel ini meneriakkan sepi di sepanjang tubuhnya
Mengingatkan jarak yang belakangan kupahami sebagai kewajaran
Bahkan di kota-kota berbeda, di sepanjang perjalanan ini,
Beribu kilo meter dari jeram yang selalu kubaca di matamu
Dan kerap membuat ngilu kemudian berlari turun di dada kiri
Pun tak juga kutemukan ruang untuk kita

Aku gagal membujuk waktu untuk sedikit lebih cepat
Agar niat tak luntur oleh letih
Dan Kau masih kuat kuajak berlari
Sedikit lagi
Beberapa iris sepi, beberapa dini hari lagi
Hingga nanti kita tak perlu lagi bersembunyi

JANGAN MENUNGGU