TAK PERLU BERTANYA
tak perlu kau bertanya kapan embun
datang dan bila pula pergi. karena
daun sudah tak lagi punya tubuh
untuk menerima kehadirannya
apalagi pergi — bahkan tanpa
pamit — saat kau singkap matahari
di lembar jendela
daundaun sudah tak punya hasrat
dicintai embun. embun sudah tidak
lagi menepati janji untuk datang
maupun pergi. ia runtuh bersama
hujan, ia pergi lewat pintu belakang
— dari belakang punggungmu —
yang kerontang dan berlubang,
sebuah lorong untuk siapapun
berlalu; embun, semut, dan cahaya
matahari
tak perlu kau tanyakan bila embun
datang dan kapan pula pergi. tak ada
guna, kenapa ia tak lagi singgah
di tubuh daun akhirakhir ini
DI JALAN SANGAT KAU BENCI
di jalan yang pernah sangat
kau benci, kita bertemu lagi
tapi dengan lagu dan musik
yang berbeda. “amat lain,
aku mau,” katamu ingin
menegaskan agar aku turut
maumu
hujan, seperti pernah kita
rasakan dulu, juga belum
berubah. di bulan yang sama,
tubuhmu mana yang basah
tapi, mengapa kau ada di sini?
di jalan yang pernah sangat
kau benci. kau berjanji tidak
ingin mengulang kebencian
yang sama. maka kau hapus
jalan ini dalam kepalamu
tapi, aku coba merayumu