SESUDAH ZAMAN BICARA
Andai siang tak pernah tercipta
kita tak akan pernah tahu apa itu matahari
dan malam menjadi puisi yang tak akan pernah bercerita tentang mimpi
Putih tetap menjadi putih,
merekatkan makna,
ketika hitam kita satukan dalam gelap
dan ingatan kita tidak perlu menghitung waktu
Setiap kali kita menatap langit,
ada serpihan menggaris di atas sana
dan kita tetap menjadi manusia
yang tak akan mampu meraih garis itu
Burung camar meninggalkan jejak
meski langit malam menghapusnya
dan burung-burung itu tanpa lelah selalu memapas angkasa
Hari demi hari, catatan baru tertulis
kita kumpulkan pada rak-rak ingatan
menggerusnya hingga kita lupa kemana jejaknya berpaling
karena kita selalu ingin mengakhirinya
Tak jarang kita menghitung waktu
menandai catatan-catatan dengan segenggam tipologi
desak berdesakan
menyatukan peradaban hidup dan kematian
adalah jarak tersisa menjadi debu masa lalu
Tetapi hari ini, kita bingung,
cemas dan penuh takut
wabah menjadi ujian terberat yang memenggal nalar kita
kemana doa-doa harus kita sampaikan
mungkinkah Tuhan mulai berpaling?
nalar kita pun menjadi usang
Mari kita menjamah puisi-puisi
yang terpenjara dengan segenap kesuciannya
membaca zaman yang bukan milik kita
Entah, apakah memang sudah saatnya Tuhan mengirim zaman
yang memang hanya milik-Nya?
Malang – 2020
SERUMPUN BULGARI