EKA Karlina, perempuan masyarakat adat Dayak Pitap tengah berjalan ke ladang hutannya. Selain menjadi guru SMP Negeri 2 Awayan, Desa Sumsum, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan itu tengah melakukan noreh atau menyadap getah karet (Hevea brasiliensis).

Di samping pepohonan yang rimbun, perempuan satu anak itu menyusuri kawasan sungai Pitap dan berhenti di ladang karetnya, dia nampak cekatan tengah mengiris dan mengupas kulit kayu hingga mengeluarkan cairan getah (Lateks).

Sebelumnya, Eka tengah duduk bersila. Matanya tertutup dan kedua tangannya merapal, terlihat khusyuk berdoa dengan mantera-mantera kepada leluhur, yang kerap menjadi rutinitasnya sebagai pekebun karet di punggung pegunungan Meratus.

Ia merupakan seorang alumni Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus (UHN IGB) Sugriwa Denpasar, Bali. Sepulang dari ladang karetnya, Eka bercerita kepada penulis bahwa pendidikan di Desa Kambiyain cuma 2 sekolah saja yang berdiri, yaitu TK Pamai Bunga dan SDN Kambiyain.

TK Pamai Bunga adalah sebuah lembaga sekolah TK swasta yang berlokasi di Desa Kambiyain, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan. Sekolah anak ini memulai kegiatan pendidikan belajar mengajarnya pada tahun 2014.

Sementara, SDN Kambiyain beralamat di Jalan Datu Mantir Rt. 01, Desa Kambiyain, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Memiliki kepala sekolah bernama Herman Aryadi.

Sementara terdapat 4 kelas, 6 guru dan 8 pegawai, sesuai tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Balangan. Dan sekolah ini memiliki akreditasi C, berdasarkan sertifikat 033/BAP-SM/ PROP-15/LL/XI/2012. Menurut Eka, hampir seluruh anak-anak warga Kambiyain telah mengenyam pendidikan dan ada yang putus sekolah.

Guru Eka bersama siswanya di SMPN 2 Awayan, Desa Sumsum, Kabupaten Balangan.

“Persoalan pendidikan di sini, ada di aksesnya. Membuat guru dan anak murid, kadang semangat mereka naik turun,” ujarnya.

Terkadang, Eka menjelaskan anak-anak Kambiyain semangat ke sekolah, namun gurunya tak kunjung hadir. Ketika gurunya semangat, dia menyebut malah siswanya yang tak banyak berhadir ke sekolah tersebut.

Selama di jalan menuju pulang ke desa, penulis sempat berdialog dengan 2 gadis Dayak Pitap yang menemani rutinitas Eka Karlina, sang guru yang menjadi panutan bagi adik-adik di Desa Kambiyain.
Ketika ditanya di antara mereka, satu sekolah dijenjang tingkat SMP dan satunya lagi, putus sekolah.

Eka pun menjelaskan, akses jalan menuju sekolahan ditingkat pendidikan atas agak sulit ditempuh. Menurutnya, harus memerlukan waktu 20 menit jika berjalan kaki ke Desa Sumsum, terdapat sekolah jenjang SMP dan SMA.

Eka, guru SMPN 2 Awayan, Desa Sumsum tengah memberi doa kepada seluruh siswanya di lapangan sekolah.
Di perpustakaan, Eka tengah membimbing siswanya tengah membaca buku.

“Rata-rata, anak Dayak Pitap sehabis sekolah ke ladangnya. Menemani kuitan (orangtua) bertani maupun berkebun,” kata Eka. Sembari menggendong anaknya, dia akhirnya pulang ke rumah untuk rehat. Menidurkan anak dengan ayunan tali selepas berkebun karet.

Adapun Kepala Desa Kambiyain, Anang Suriani menginginkan generasi anak Dayak Pitap di wilayah Kambiyain dapat mengenyam pendidikan lebih tinggi lagi. Karena, menurutnya jika masyarakat Kambiyain melek terhadap pendidikan, maka pertahanan di kawasan hutan adat dan hutan keramat di desa ini semakin kuat terjaga kelestariannya dari berbagai ancaman di luar sana.

Hal itu disampaikannya tegas dalam forum musyawarah terkait Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) di Balai Adat Kambiyain, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, pada Jum’at (22/12/2023) malam.

Ada 3 potensi alam yang nyaris ditambang yaitu Bijih Besi, Illegal Logging dan pertambangan Batubara. Sekelumit cerita dibahas dalam forum bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan berkolaborasi dengan Greenpeace Indonesia dan didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan Biro Banjarmasin.

“Perjuangan kita tidak sebentar, masih panjang untuk mempertahankan kawasan wilayah Dayak Pitap ini, khususnya di Kambiyain. Sebab itulah, kami mendorong anak Dayak Pitap agar memiliki pendidikan tinggi untuk memperjuangkan tanah ulayat para leluhur terdahulu kita,” ucap Anang, tegas.

Anang sangat membuka kesempatan anak muda Dayak Pitap di Kambiyain untuk terlibat dalam forum-forum penting, sebagaimana nantinya mengetahui perjuangan para tetuha adat. Walaupun, dia menyebut kondisi waktu yang kerap berseberangan dengan rutinitas kawula muda dengan orang tua sering berlawanan, sehingga kerap yang berangkat hanya perwakilan tetuha adat saja.

Kepala Desa Kambiyain, Anang Suriani tengah menjelaskan kondisi kawasan hutan adat dan hutan keramat, serta membahas generasi anak Dayak Pitap ke depannya.

“Mari, anak muda Dayak Pitap menciptakan rasa peduli terhadap desa kita. Sejak ini, kita terus mengupayakan itu agar terjaga tanah leluhur di sini,” ujarnya.

Kepala Desa Kambiayin mencatat sejumlah anak Dayak Pitap yang mengenyam pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA hingga melanjutkan ke perguruan tinggi. Sesuai hasil catatan dari Kasi Pemerintahan Desa (Pemdes), dia memperlihatkan nama-nama yang tengah melanjutkan kuliah di Balangan, Banjarmasin, Banjarbaru dan sebagainya.

Nama-nama remaja yang tengah melanjutkan kuliah itu dilampirkan sebagai berikut: Megawati, Salma, Erianti, Rima, Jannah, Nopawati, Idayasa, Rima, Desy Daila Putri, Saruto dan Salman, yang terdiri dari 9 perempuan dan 2 laki-laki.

Facebook Comments