Death is an ordeal for people who were left and the graduation day those who left

Berita duka datang dari Nawal El Sadaawi yang dikenal sebagai penulis, aktivis feminis Mesir. Bertepatan dengan Hari Puisi Dunia Nawal tutup usia. Nawal dilahirkan di Kafr Tahlah, Mesir pada 27 Oktober 1931 dan meninggal di Kairo pada 21 Maret 2021. Mengutip BCC Nawal wafat pada usia 89 tahun karena melawan penyakit yang telah diidapnya sekian lama.

Pada kanal youtube sebuah podcast yang terakhir tayang dengan judul “Ways to change the world” Krishan Guru-Murthy menjadi host acara Nawal El Saadawi on feminism, fiction, and the illusion of democracy. Nawal menuturkan bagaimana cikal bakal dirinya menjadi seperti yang dikenal sebagai perempuan “berbahaya” di tiga benua berangkat dari pengalaman dirinya sendiri, dari keluarganya. Nawal memiliki saudara laki-laki, ia melihat kondisi yang berpihak dan dalam bayangan Nawal tidak seperti itu seharusnya memperlakukan seorang wanita. Podcast yang berdurasi kurang satu jam itu Nawal menanyakan kepada host “Apakah bisa bicara soal revolusi tanpa perempuan?”

Pada masa presiden Mesir Anwar Sadat, Nawal diringkus atas tuntutan pihak otoritas islam yang menganggapnya sebagai penghasut. Nawal dianggap murtad. Masih ingat ketika terjadi demo di Tahrir Square Kairo 2011? Nawal berada di antara demostran yang ingin menggulingkan Presiden Hosni Mubarak.

Perempuan yang paling vocal di dunia arab ini adalah penentang penindasan perempuan arab dari tradisi kuno, antara lain tentang pengebirian perempuan.

Tulisan-tulisannya menyentuh perempuan-perempuan di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, pengebirian yang dimaksud adalah sunat untuk perempuan. Nawal mengecam perbuatan ini, dan seiring waktu pengebirian perempuan ini mendapat respon positif dan pada nadirnya dilarang dilakukan. Namun, di tanah Banjar sendiri, sebagian orang tua dan mantri tertentu masih melakukan aksi kuno ini.

Sebelumnya karena pandangannya inilah ia pernah dipersekusi oleh kelompok konservatif. Nawal adalah Presiden Asosiasi Solidaritas Perempuan Arab. Ia pernah mendirikan majalah feminis “Al-Moawgaha”. Bukunya yang populer antara lain, Woman and Sex, The Hidden Face of Eve, The Fall of Iman, dan Woman at Point Zero. Beberapa di antaranya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Nawal meninggalkan dua anak. Dokter yang penulis ini telah menulis lebih dari lima puluh judul buku dan memilih bahagia dengan menceraikan tiga suaminya. Nawal menolak julukan “Simone de Beauvoir” karena kondisi dirinya tidak seperti Sartre yang didominasi pasangan. Nawal justru bahagia dengan hidup sendiri.

“Cadar itu bukan budaya Islam” demikian Nawal menyeru. Lebih jauh Nawal mengemukakan pendapatnya terhadap jilbab yang jatuhnya sebagai media penindasan perempuan. Selamat jalan Nawal, namamu abadi. Ruhuna Fatiha!

Facebook Comments