“Teater bisa memberikan kontemplasi terhadap yang menonton. Selama itu menantang buat aku dan memberikan kesan artistik yang baik, makan menjadi misi yang baik,” katanya.

Ine dengan tegas menyatakan hanya akan menerima tawaran film dengan naskah yang betul-betul menantang baginya. Tidak asal-asalan. Meski baginya, banyak sekali yang harus diperbaiki dan teater menjadi lingkungan pembelajaran yang baik untuk semua bidang termaksud.

Waktu yang sikat membawa kami mengobrol lagi dengan Redaktur Budaya Kompas Putu Fajar Arcana –yang tentangnya akan saya beberkan di catatan lain- dan Agus Makkie sutradara kelahiran Banua ini. Mungkin akan banyak sekali yang terjadi ke depannya. Obrolan hangat seusai makan siang itu berakhir dengan wacana-wacana yang masih berputar-putar dalam kepala.

Saya bilang, mungkin obrolan singkat dengannya akan saya tulis sedikit saja. Saya janjikan catatannya akan ringan sekali dan tidak seperti hasil interview. “Ok. Tapi tolong pada bagian bisnis dan financial tadi off the record, ya Nda!”

Ashhiiyyaap!

Kami berempat bersalaman saling beradadahan dan mungkin akan bertemu lagi entah di Jakarta, di tanah ini, atau daerah lain. Mungkin dalam event yang mirip, atau bisa jadi dalam project yang kelak akan terjadi. Sembari saya menyalakan mobil menuju Bandara bersama Agus Makkie. Menjemput rekan dari Jakarta menuju Tanjung, Kabupaten Tabalong, terkait urusan Kembali Ke Alam.

 

 

Facebook Comments