MENYAKSIKAN dan mengamati secara lekat lukisan-lukisan karya Rokhyat, pelukis bersahaja namun banyak bicara (hahaa..), kita—setidaknya saya, seperti dilemparkan ke lembah purba. Warna-warna padat nan gelap namun seolah berdenyar terang merajah sekujur bentuk lukisannya yang kompleks. Naga, sepertinya menjadi obyek favorit karena kerap terdapat di beberapa lukisannya. Hewan mitologi itu berpilin dengan obyek lainnya; singa, banteng, yang hadir dalam bentuk eksentrik.

Belum lagi tubuh elastis yang meliuk-liuk, memanjang, yang seluruh ruang dalam dagingnya berisi ornamen-ornamen detil bagai sejarah perjalanan hidup manusia. Kau bisa berdiri berjam-jam menatap tiap ornamen itu, seakan membaca sebuah cerita panjang tentang kehidupan.

“Anatomi tak bertulang”.

Itulah cap atau pengakuan yang diberikan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta terhadap tubuh-tubuh elastis meliuk ketika Rokhyat menampilkan karya-karyanya di Yogyakarta sekitar tahun 1990-an.

“Jadi, jika kemudian ada lukisan dengan menampilkan tubuh-tubuh tak bertulang, tak ayal lagi Rokhyat adalah pelopornya,” cetus Badri, pelukis muda berbakat Kalsel, ketika kami sama-sama menyaksikan “Dukung” pameran tunggal dan kolaborasi Rokhyat di Kafe Mariga, sebuah kafe bergaya vintage di Jl Jafri Zamzam, Banjarmasin, Minggu (12/6/2022).

Badri, yang juga pengajar seni rupa di beberapa perguruan tinggi Kalsel ini mengaku mengagumi sejumlah karya Rokhyat. “Kekuatan karya Rokhyat terletak pada kepadatan ornamennya yang rumit,” ucap Badri, yang mengaku kerap terbayang sejumlah karya Rokhyat yang judulnya pun masih ia ingat, seperti “Semesta dalam Tubuh Manusia” dan “Sepucuk Surat untuk Ayang”—yang pada kesempatan pameran itu tidak turut ditampilkan.

Cerita lain, seorang pelukis tersohor di Jawa yang terinspirasi setelah melihat karya Rokhyat, suatu malam menggelar 13 kanvas. Setelah semalam penuh dirajam hasrat berkarya—efek dari pengaruh karya Rokhyat, pelukis itu malah tersungkur sakit.

“Penyakit hernianya kambuh, dan terpaksa harus operasi,” kisah Rokhyat, yang pernah menempuh pendidikan seni rupa di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI)—sekarang ISI, dan lama menetap di Yogyakarta.

Tak pelak, karya-karya Rokhyat memang mampu menebarkan daya magis yang kuat. Berhadap-hadapan dengan lukisannya seperti memasrahkan diri pada sihir yang dihadirkan pada setiap bidang kanvas—yang kebanyakan berukuran besar. Lukisannya bak menyimpan misteri berlapis-lapis, efek embos, warna yang timbul dan bercahaya, menjalin suatu kerumitan yang megah. Juga tarikan-tarikan garis lentur serupa guratan-guratan batang kayu tua yang artistik.

Facebook Comments