ABAH adalah sosok Super Father bagi kami tiga bersaudara. Abah tidak hanya menjadi teladan, bahkan mampu berperan layaknya seorang ibu jika diperlukan.

Di luar abah adalah seorang pekerja keras untuk mencari rezeki bagi keluarganya. Di rumah abah bisa bekerja apa saja membantu ibu. Misalnya saat kami kecil, di tengah malam selepas pulang jadi Asisten Redaktur Pelaksana di Koran Harian Dinamika Berita, abah rutin menyempatkan mengganti popok dan membuatkan susu bagi kami. Bahkan sudah besar pun, saat kami terbangun tengah malam kelaparan, abah sigap membuat mie goreng bertabur bawang merah dan putih yang diraciknya sendiri di dapur.

Selain Super Father, abah juga memiliki sifat penyabar dan tenang. Tidak jarang berbagai masalah yang ada di keluarga kami, bahkan rekan kerjanya, abah diminta untuk jadi juru runding bahkan memberi nasihat bagi yang bertikai. Selain itu juga sering kali dimintai pendapat oleh rekan bahkan juniornya tentang banyak hal.

Dalam meniti pengabdian di bidang organisasi dan politik, saya juga mengenal abah sebagai seorang yang memiliki loyalitas tinggi dengan pimpinan namun, tetap idealis dan berani menyampaikan pendapat berbeda jika menurutnya itu sebuah hal yang salah.

Saya pernah bertanya kenapa tidak pakai gaya beberapa teman-temannya yang sukses karirnya di politik, yaitu pepet terus dan banyak beri pujian asal pimpinan senang, jabatan pun datang dengan sendirinya, abah buru-buru menjawab, “Lain tipe abah, Rif. Abah ini dibesarkan HMI, jadi kalau ada yang aku kurang sreg, harus aku sampaikan walaupun itu membuat pimpinan tidak senang.”

Ia mengingatkan, jabatan itu akan datang sendirinya nanti, asal kita konsisten membuktikan bahwa kita memang memiliki kemampuan dan kapasitas di bidang itu. “Memang baik, tapi pada kenyataannya hari ini cara itu sulit untuk membuat karir berkembang di kancah politik,” sahut saya. Tapi itulah abah, beliau hanya tertawa kecil dan tetap teguh pada pendiriannya sampai akhir hayat.

Karena Super Father itulah mulai kecil saya sudah memiliki role model yang tidak jauh, bukan orang lain, tapi abah sendiri. Saya memulainya dengan aktif di Pers Kampus, HMI hingga masuk Parpol. Itu semua sama dengan yang abah jalani sejak muda. Namun memang, jika dibanding dengan sepak terjang abah, saya masih sangat jauh.

Bahkan saat lulus kuliah hingga berkeluarga pun, saya enggan jauh-jauh untuk berkarir melanglang buana jauh dari orang tua seperti teman-teman sebaya. Saya lebih memilih menetap di Kota Banjarmasin dan dekat dengan abah, walau pun harus bekerja dengan jabatan dan penghasilan yang jauh levelnya dibanding teman-teman saya yang lainnya.

Saya pun menjatuhkan pilihan sebagai kuli tinta, sebuah profesi yang awalnya abah tentang, namun akhirnya harus direstui karena merasa anaknya ini ingin seperti dirinya. Lucu memang, saat ada orang tua yang profesinya misalnya dokter, polisi hingga tentara, maka ia juga berharap anaknya menjadi seperti dirinya, justru sebaliknya abah yang berprofesi wartawan tidak ingin anaknya menjadi wartawan juga seperti dirinya.

Pilihan sebagai kuli tinta ini pun saya geluti sampai hari ini. Abah sendiri pernah 11 tahun bekerja di bidang media. Saya merasa senang akan profesi ini. Pertama, ini profesi yang sama dengan abah. Kedua, saya bisa bekerja di Kota Banjarmasin agar dekat dan rutin mengunjunginya dan berdiskusi tentang banyak hal. Kami biasa bicara di kursi tamu sampai meja makan. Meminta pendapat beliau atas permasalahan yang saya hadapi. Atau melihat kondisi beliau, hingga hanya untuk mengantarkan kue apam paranggi atau roti pisang kesukaan beliau untuk sarapan pertama saat bangun pagi.

Bagi saya, itu sudah merupakan nikmat tersendiri, karena tidak semua teman sebaya saya bisa melakukannya, mengingat mereka harus dilempar oleh kantornya bekerja di cabang lain dan harus terpisah dari orangtua bahkan anak istri dalam waktu lama.

Kini Super Father itu sudah tiada. Beliau wafat setelah berjuang 1 bulan ini menghadapi penyakit kanker paru stadium akhir. Banyak sekali kebaikan, ilmu hingga contoh nyata pelajaran kehidupan yang sudah abah berikan ke kami, anak-anaknya, hingga kami bertiga dewasa sekarang. Mudahan-mudahan semua itu bisa kami amalkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi nantinya.

Memang, kembalinya abah kepada-Nya tentu membuat keluarga kami sangat terpukul, bahkan membuat kehidupan yang dijalankan menjadi timpang. Namun baperan terhadap sesuatu yang sudah takdir-Nya tidaklah baik, jadi lebih baik menyikapi takdir ini untuk bahan instropeksi sekaligus motivasi menjadi pribadi yang lebih baik.

Terakhir, kami ucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan support moral dari teman, rekan kerja hingga keluarga yang sudah membantu abah berjuang menghadapi penyakitnya selama 1 bulan ini. Mohon maaf dan maklum tidak bisa menjawab semua pesan bela sungkawa yang masuk dari ponsel sampai medsos saya maupun abah.

Kami juga memohon maaf apabila selama beliau bergaul di tempat kerja, keluarga hingga organisasi, ada salah kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati. Tolong doanya mudahan Super Father saya husnul khotimah dan mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Amin.@

Banjarmasin, 9 Februari 2022

Facebook Comments