Dia gak tau kalau itu judul sudah berkali-kali ganti bongkar pasang kata, tapi ternyata tetap gak bakalan cocok dengan isi catatannya.
Kata “Tipis” yang juga saya sematkan pada judul sudah auto pasti memunyai indikator yang berbeda-beda di tiap kartu debit masing-masing. Ya kali, kalau dia udah punya kartu kredit, tips? Apa itu tips! Belanja ya belanja aja, nongkrong ya nongkrong aja lah gak perlu pake mikir.
Pada intinya, kalau lu emang punya uang, gak ada tuh yang namanya taps tips taps tips tutorial-tutorial aneh-aneh yang nyaranin kamu mampu bertahan hidup dengan hedon sekali nongkrong di mall dan plaza, misalnya! meski tak ada uang sepeser pun? heran.
But, anjim sekali jadinya. Kembali ke tujuan awal untuk apa kamu bertandang ke Jakarta? Sedari awal berangkat, saya memang meniatkan untuk eksplor sebanyak mungkin gambar, foto, rekaman, atau hal-hal berbau dokumentasi lainnya.
Maka dari itulah saya meminimalisir banyak barang di tangan. Seperti koper, tas jinjing, kresek, tali rafia, kardus, gorengan, makanan, burger, minuman, anything lah! apa saja yang membuat tanganmu punya beban, yang mengganggu aktifitas pengambilan gambar.
Membiarkan tangan bebas leluasa memainkan kamera, itu lebih bijaksana daripada nafsu membawa barang yang ujung-ujungnya tidak terlalu berguna.
Hasilnya, bahan mentah (footage) yang saya miliki banjir banget, ide dalam kepala seperti dorong-mendorong tidak disiplin antre.
Namun begitu, kasusnya akan berbeda jika niatmu ke Jakarta untuk urusan bersantai, bermalas-malasan di hotel, atau sekadar tanda tangan urusan perusahan, bisnis dan lain sebagainya, tentu lain soal.
Tapi Jakarta selalu punya cerita, kan, ya! Anggap ini semi-semi catatan perjalanan lah, memuakkan, tapi tetap ada pelajaran kebermanfaatan yang siapa tahu bisa kalian ambil sesuka hati.
Pertama, Download aplikasi e-Hac.
Untuk kamu yang memang akan bepergian di era pandemi dengan sejibun aturan-aturan seperti sekarang ini, terutama transportasi umum segede pesawat terbang, maka aplikasi ini menjadi syarat wajib untuk diisi.
Healt Alert Card (e-Hac) itu semacam kartu kesehatan versi elektronik, di dalam smartphone kamu, yang menandakan kamu, peduli dengan kesehatan.
Dari pada waktumu bakal terulur lagi mengunduhnya saat di bandara, ditambah mengisi data membongkar-bongkar isi dompet mencari kartu identitas lainnya, mending isi dari sekarang deh, ya. Minimal sebelum berangkat. Setelah diverivikasi, ya cus langsung gas.
Sebelum masuk ke area check-in, biasanya petugas akan memverifikasi dan memvalidasi e-Hac beserta surat keterangan swab antigen ‘negatif’ yang sudah kamu bawa.
Ini point pentingnya loh! Jangan sampai udah siap banget, tapi malah teledor lupa bawa surat keterangan swab antigen, bakal digusur dari bandara dan kamu mendekam di kamar mengarantina diri sendiri dan gagal hepi-hepi.
Perihal aplikasi, tentu sudah tersedia di playstore dan appstore. Btw, saya kurang tahu jika kamu naik dengan kelas bisnis apakah melalui jalur yang sama sebagaimana yang saya beberkan di atas. Tapi kalau kelas ekonomi aja udah syukur banget bagi kalian, yawda, tips di atas bakal kepake banget, asli.
Kedua, Membangun Jejaring
Sebenarnya ini termasuk dari mata uji sewaktu saya mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), di Serang, Provinsi Banten. Sebelum diuji oleh penguji, saya sudah menghubungi sebanyak mungkin kontak yang ia berdomisili di kota yang akan dikunjungi, cukup kabarkan kamu akan bertandang ke kotanya.

Hasilnya, biarkan semesta mendukung. Gak semua harus sama seperti ekspektasi. Karena bisa saja keberadaan kamu malah menjadi beban atau malah mengganggu rutinitas teman/kolega yang didatangi, misalnya, ya tahu diri juga lah, ya. Tapi yang terpenting, kita sudah berusaha semaksimal mungkin.

Saya akan memisalkan Jakarta saja sebagai tempat tujuan, kamu bisa mengaplikasikannya di kota lain, kok. Saya bisa meyakinkan setiap kita, punya Jaringan di Jakarta, entah itu teman lama, keluarga, atau teman-teman dunia maya. Menjaga komunikasi jangka panjang kelak akan menolongmu di waktu-waktu yang tidak terduga, apa pun itu.
Ketiga, Penginapan Budget
Jakarta punya sejibun penginapan ala-ala hostel rasa hotel dengan budget under 200 ribu rupiah. Kamu bisa pilih di aplikasi perjalanan yang populer itu. Selisih harganya gak jauh beda juga lah ya di tiap aplikasi. Tinggal minter-minter milihnya, gak melulu soal pelayanan dan kenyamanan serta kondisi kamar dan keperluan manusiawi seperti kamar mandi yang mesti diperhatikan, tapi juga akses saat kamu keluar mendatangi suatu tujuan.
Saya sedikit dapat pelajaran pada bagian ini, gara-gara asal murah saja, 150 ribu per malam saya kira cukup. Sudah hampir pukul 00.00 saya menuju lokasi, eh nyatanya muter-muter dong, gak nemu malahan.
Hampir saja saya sampai 7 kali mengelilingi Blok M Square. Itu sudah plus tanya-tanya ke sekuriti dan orang-orang di sekitaran yang juga malah gak tau juga Melawai IV itu di mana. Fix, saya salah pilih tempat.

Finally ketemu, dan membayar lebih dari yang tertera dari aplikasi. Harapannya mungkin akan terbayarkan dengan kondisi yang cukup nyaman. Nyatanya, tagihan tv kabel yang belum dibayar, keran air panas yang mati, ruang yang tidak terlalu lebar tanpa jendela, dan nyamuknya ya Tuhan.
Home stay berkonsep OY* fix saya coret dalam list pilihan penginapan. Ditambah lagi lokasi ini masuk portal komplek yang terhubung dengan Blok M Square, artinya jika bawa transportasi pribadi, motor atau mobil, ada tarif per jam saat terparkirkan.
Konsep MerahDorz dan Air* sebenarnya udah cukup nyaman. Ya tetap tergantung pengelolanya. Plus lagi, mending kamu bayar langsung via tranfer atau via Alfamidi agar yang kamu bayarkan memang sesuai dengan harga yang ada di aplikasi.
Karena kamu tak tahu, bisa saja ada receptionist yang jahil meminta kamu membayar 2 kali lipat dari harga yang tertera di apps. Gara-gara emang gak punya pilihan lagi. Seperti saya, Oke! Udah, paham ya! Diajarin banget ni sama situasi.
Keempat, Nginap di Rumah Teman
Bagaimana pun kondisinya, menginap di rumah teman menjadi solusi menghemat pengeluaran. Bagaimana pun kondisinya, yang gratis namun nyaman, tetap menjadi pilihan. Bagaimana pun kondisinya, tuh saya ulang terus sampai tiga kali, asalkan tahu diri, lah ya. Secara syar’i udah diatur, sih.
Kita si musafir ini juga ngitung-ngitung waktu, usahain gak lebih dari 3×24 jam. Etika bertamu lebih utama daripada kamu mengharapkan orang lain mengamalkan sunah nabi memuliakan tamu.
Fix, setelah lepas pada bagian ini, saya beruntung memunyai banyak jaringan di beberapa wilayah, termasuk hari penghabisan yang tak perlu bayar hotel lagi karena seorang abang dari Banjar datang ke Jakarta dan mengajak menginap di apartemennya saja. Beruntung, kan!
Kelima, Gunakan Transportasi Umum
Jika tidak ada keterburu-buruan untuk mendatangi suatu tempat tujuan, maka gunakanlah transportasi umum saja.
Busway, angkot, MRT, kereta, yang tersedia di Jakarta memunyai tarif yang terjangkau sekali. Angka 3.500 rupiah untuk sekali naik Busway dan 13.000 rupiah untuk sekali naik MRT itu sudah masuk akal sekali.
Tapi ingat, tidak ada transaksi tunai di sini, semua menggunakan kartu. Perihal ini kamu bisa langsung membelinya di terminal dan stasiun! Dan membelinya juga via debit dari ATM mu.
Bisa kok tunai, asalkan jumlah pas, 3 lembar 10 ribu rupiah atau 20 ribu satu lembar dan 10 ribu 1 lembar yang akan kamu masukin sendiri di mesinnya. Harga kartu 30 ribu rupiah berlaku di tahun 2020 ini ya, gengs! Entah, deh, kamu bakal baca artikel ini tahun berapa, siapa tahu udah dinaikkin tarifnya oleh Pemerintah DKI. Itu belum termasuk saldonya. Semua penggunaan tunai diminimalisir oleh Pemerintah DKI.

Ini juga sempat bikin saya gelabakan saat pulang menuju Bandara Soeta menggunakan KRL dari Stasiun BNI City. Padahal saya sudah tarik tunai saldo terakhir, ternyata tidak ada pembelian tiket secara tunai di stasiun, semua pakai kartu, cuy!
Saya harus kelimpungan memindahkan dana dari rekening yang satu ke rekening yang lain agar kartu ATM yang bisa debit terisi lagi untuk membayar tiket KRL. Nasib!
Namun terlepas dari hal itu tadi, satu kartu Jaklinko yang terkoneksi dengan kartu debit yang kita pakai terhubung dengan segala jenis transportasi umum.
Mau naik sejauh mana aja, turun di mana aja, saldo yang saya top up 50 ribu kayak gak habis-habis. Padahal udah dijajalin ke MRT dari ujung HI-Lebak Bulus, Lebak Bulus-HI, sesekali turun di tengah-tengah jalurnya, stasiun Senayan atau Haji Nawi, terus naik Bus Way ngelilingin semua jalurnya. Ini solusi sekali, keliling Jakarta begitu sangat dimudahkan di era sekarang.
Kelima, Membaca Peta, Memilih Tempat Makan Bersih
Sekali lagi, ini akan menjadi perhatian utama karena penerapan Protokol Kesehatan yang intens. Jika berjalan kaki saja bisa mencapai tujuanmu, makan jalan sajalah. Selain lebih sehat, ini juga melatih instingmu membaca peta.
Saya beruntung dan menyukuri kemampuan cepat paham dan hapal segala tanda-tanda di jalanan, sekali jalan, saya ingat papan iklan barusan ada di sebelah mana. Saya sudah akrab lebih dulu menggunakan google maps, secara saya juga driver online, kan.
Atau bahkan peta dalam bentuk kertas, karena kemampuan ini ditopang dengan pemahaman 8 arah mata angin, minimal 4 arah mata angin, lah.
Semakin kita sering jalan, akan terasa kita sebenarnya mendekati tujuan, atau membelok jauh dari tujuan. Maps adalah perihal sederhana dan teman akrab saya saat jalan sendirian.
Tapi jika ditarik lagi, emang udah hobi jalan dari kecil lah ya, kasus Yogyakarta di masa kecil no gadget dan no KTP era dulu memberikan pengalaman yang kepake terus sampai dewasa.
Baciro-Malioboro, Malioboro-Baciro di setiap hari dalam beberapa pekan menginap di sana, jalan kaki dengan segala jalan tikusnya sempat bikin geger mama-papa.
Tapi berkaca dari itu juga, si anaknya mau ke mana aja, tidak ada kekhawatiran yang dilebih-lebihkan. No drama-drama club. Lah, kok malah curcol!
Perihal rumah makan/resto yang bersih, mending yang pasti-pasti aja deh. Setara KF*, AW, dan FC-FC an lainnya udah ngasih harga yang standar banget, banyak sekali paket murah untuk perseorangan saja, gak jauh beda dengan warung makan di pinggiran yang harganya kurang lebih sama, bahkan kalau diperkiraan bisa lebih tinggi karena gak ada tertera harga di menunya. Kita, kan gak tau ending bayarnya bijimana?
Resto cepat saji yang saya sebutkan demikian, lebih terjamin kebersihannya, secara, kita, taat banget, nih, sama protokol kesehatan, kan.
Finally, saya harus menyudahi catatan sederhana ini. Untuk kamu para follower di instagram saya lebih beruntung, karena melihat semua hasil matang dari pengambilan gambar-gambar itu sehingga tercipta sejumlah konten yang saya suka.
Yang penting saya suka, masalah orang lain atau netizen lain suka atau nggak, itu urusan ke seratus sebelas lah, ya! Bagi kamu yang belum follow saya di IG, ya silakan follow dulu, dong!
Semua teks di atas, entah itu tips, latar belakang masalah, curcol, dan solusinya, gak akan kepake, sumpeh deh, gak perlu malahan, kalau kamu emang keberlimpahan budget.
Udah lah, ya! Pilih penginapan paling murah kisaran 500 ribuan sudah enak. Kalau mau tambah kolam renang, pemandangan yahut, akses di tengah-tengah 0 Km, bahkan di dalam plaza atau mall misalnya, banyak pilihan yang mulai dari satu koma lima jutaan hingga sebelas jutaan.
Rumah makan? Hmmm, mending restoran saja, menunya banyak, unik dan menarik, budget 300 ribu sekali duduk, 750 ribu berdua, atau 1,5 juta bersama-sama, kita sudah dapatkan suasana romance, lampu-lampu, interior mewah ditemani alunan musik syahdu membuat membuat makanan semakin nikmat digigit. Bayar pakai kartu kredit aja lah, gampang.
Warung kopi? Kok warung, sih! Coffe shop dong, akh! Ada pizza, ada menu-menu late yang aneh dan lucu nikmat terasa. Indoor-outdoor bersih, ada smoking room non ac bahkan smoking room ber-AC juga. Suka pilihlah, dari brand lokalan sampai brand international.
Transportasi umum? Ah, kan ada mobil pribadi yang sengaja ditinggal di Jakarta. Atau sewa sajalah, sehari paling 500 ribu. Malas nyetir sendiri? Udah ada kok jasa sewa sekalian supirnya.
Unitnya suka pilih, jangan Low MPV lah, suspensinya gak enak. Minimal SUV, atau high MPV dengan kabin lega, enak buat rebahan. Atau beli aja lah, lagian mobil-mobil di Jakarta lebih murah dari harga OTR di daerah. Sampai jumpa di trip selanjutnya, ya.
Jakarta, 25 Desember 2020.