WIKITHON#2 (wiki marathon) yang merupakan kegiatan BASAkalimatan Wiki (BkW), satu upaya pelestarian bahasa ibu yakni bahasa Banjar melalui digitalisasi, digelar di Studio Teater Perpus Palnam, Jl. A Yani KM 6 Banjarmasin, Senin (19/8/2024).
Kegiatan ini mendapat apresiasi dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Nurlaili Dardie yang turut hadir saat pembukaan. Ia mempercayakan kepada Kabid Pelayanan dan Pembinaan Perpuatakaan, Adethia Hailina, SE.ME untuk memberikan sambutan.
“Pelestarian bahasa lokal, bahasa Banjar, sangat penting. Sebab itu kami mengapresiasi upaya yang dilakukan kawan-kawan BASAkalimatan Wiki dengan melibatkan anak muda,” ujar Adethia.
Menurutnya, saat ini anak muda tengah terpapar bahasa asing. Perlu upaya bagaimana agar bahasa ibu sendiri tidak tergerus dan hilang. “Dengan melestarikan bahasa Banjar berarti juga menjaga kearifan budaya lokal,” ujarnya.
Melibatkan 50 peserta dari kalangan mahasiswa dan pelajar SMA berusia 16-30 tahun di lima wilayah Banjar Bakula (Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kab. Banjar, Kab. Barito Kuala, dan Kabupaten Tanah Laut), kegiatan berlangsung antusias.
Adapun tiga narasumber yang dihadirkan yakni Bayu Bastari (guru, pegiat bahasa Banjar, aktor), Nailiya Nikmah (penulis, dosen Poliban), dan Dewi Alfianti (penulis, dosen ULM). Masing-masing memaparkan materi terkait bahasa Banjar.
Bayu menuturkan, upaya pelestarian bahasa Banjar dapat dilakukan lewat bermacam cara dan media. “Apabila suka menulis bahasa Banjar, bapantun, atau bernyanyi bahasa Banjar, maka bisa di-posting ke media sosial. Jangan hanya disimpan saja,” ujarnya.
Sementara Nailiya dalam materinya lebih kepada teknis penulisan. Misalnya bagaimana menuliskan bahasa asing dalam sebuah teks. “Setiap bahasa asing ditulis miring. Termasuk juga bahasa Banjar,” ucapnya.
Dewi Alfianti lain lagi. Ia menyorot pada bagaimana mempertahankan bahasa Banjar. “Kelemahan bahasa Banjar ini, ia sulit berkembang. Tidak ada bahasa Banjar yang baru, misalnya untuk menyebut handphone, sementara bahasa Indonesia ada yakni gawai. Masih banyak contoh yang lain,” ujarnya.
Sebab itu Dewi menekankan, bagaimana sekarang ini mempertahankan dan melestarikan bahasa Banjar yang sudah ada.
Yang menarik, selain diberikan materi, peserta juga mengikuti lomba menulis kalimat dalam bahasa Banjar beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan Inggris.