: tulisan ini disampaikan pada “1 Abad Gusti Sholihin Hasan” – Seminar Kajian Ruang Tata Pamer Lukisan Gusti Sholihin Hasan, 6-7 Mei 2025, di Hotel Aeris Banjarbaru, diselenggarakan Museum Lambung Mangkurat Prov Kalimantan Selatan.

RUANG pameran adalah ruang temu karya-karya seni rupa dengan khalayak, tempat yang menegaskan eksistensi keberadaan mereka; karya itu sendiri dan penciptanya. Ruang pameran juga menjadi ruang dialog, di sana tiap orang yang hadir bebas menginterpretasi dan mengidentifikasi dirinya sebagai apa dan siapa.

Sepengalaman saya menjadi wartawan seni sejak awal tahun 2000-an hingga sekarang ini (2025), ruang atau tempat pameran di Kalimantan Selatan yang sering digunakan memajang karya seni rupa yakni di Bengkel Lukis Sholihin atau ruang lainnya di Taman Budaya Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, selain karena belum adanya galeri lukisan. Syukurnya, dan ini menarik, mungkin sekitar lima tahun terakhir, Taman Budaya tidak lagi menjadi satu-satunya pilihan tempat untuk berpameran.

Barangkali, munculnya kesadaran bahwa ruang pameran lukisan sebenarnya bisa di mana saja, tidak terpaku pada satu tempat yang memang sejak dulu identik sebagai wadah untuk berpameran seperti Taman Budaya di Kalsel, dimulai ketika pandemi Covid-19. Saat pandemi yang berlangsung antara 2019-2022, sejumlah seniman perupa atau pelukis melakukan pameran secara virtual—selain memang ada digelar pameran secara fisik dengan protokol kesehatan yang ketat.

Di Kalsel, pameran virtual ini pernah dilakukan oleh Syam, pelukis asal Banjarmasin. Termasuk juga oleh Hajriansyah dengan beberapa teman seni rupanya di sejumlah daerah seperti Yogyakarta, Jakarta, dan luar negeri, yang sempat mengadakan pameran secara vitual pada masa pandemi.

Pameran di Ruang Kafe
Lepas dari masa pandemi, ada pergeseran tempat berpameran yang bisa dibilang sesuatu yang baru dan membawa kesegaran suasana, setidaknya di Kalsel, yakni lantaran menjadikan kafe sebagai ruang pamernya. Adalah Kopi Oettara, Jalan Putri Junjung  Buih, Banjarbaru, owner Novyandi Saputra, yang pertama kali menggelar pameran lukisan dengan memanfaatkan dinding kafenya untuk memajang lukisan karya Hajriansyah dalam pameran tunggal berjudul “Intim” pada Juli-Agustus 2022.

Tema “Intim” ini seakan menegaskan bahwa seharusnya tidak ada jarak antara karya seni dengan penikmatnya. Karya seni bisa berada di ruang mana saja, tidak terkecuali kafe yang merupakan ruang umum tempat orang-orang nongkrong sembari menikmati kopi atau teh.
Dari Kopi Oettara ini kemudian ada banyak pameran yang digelar di kafe, terutama yang dikerjakan oleh Art Production dengan motor penggeraknya Adhansatya Praja—suami pelukis perempuan Melati Yusuf.

Dalam catatan yang disampaikan Praja, ada 9 kali pameran yang diselenggarakannya digelar di kafe, yakni; “Ruang Temu”, 5-13 November 2022, Penulis: Sandi Firly, tempat: Cafe California & Dekorama Space, Banjarmasin, “Kacil Mulik”, 10-17 Desember 2022, Penulis: Heti Palestina Yunani, Tempat: Cafe Initih, Banjarbaru, “GLOW UP • Woman Art Exhibition”, 25 Februari – 4 Maret 2023, Penulis: Heti Palestina Yunani, Tempat: Cafe California & Dekorama Space, Banjarmasin, “BERLIMA Art Exhibition”, 14 – 21 Maret 2023, Penulis: Yaksa Agus, Tempat : Lingkaran Malam Coffee, Banjarmasin, “MINORITAS Art Exhibition”, 17-31 Oktober 2023, Penulis : Yaksa Agus, Tempat : Hattara Coffee, Banjarbaru, “Kacil Mulik Vol.2”, 20-30 November 2023, Penulis: Sandi Firly, Tempat: Pahlawan Kopi, Banjarmasin, “CERITA RASA • Pameran Karya Perupa Perempuan”, 25-30 September 2024, Penulis : Yaksa Agus, Tempat: Kopi Kala, Banjarbaru, “MUSIM SENI”, 19-31 Januari 2025, Penulis : Yaksa Agus, Tempat : Kopi Kala, Banjarbaru, dan “JUNJUNG GALUH • Pameran Karya Perupa Perempuan”, 24-28 April 2025, Penulis : Heti Palestina Yunani, Tempat : Gedung Wargasari Taman Budaya Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin.
Sejauh ini, memang Art Production (adhansatya Praja) yang paling banyak menggelar pameran di kafe. Beberapa pameran lainnya, selain oleh Art Production, juga ada yang digelar di kafe termasuk di Kampung Buku (owner Hajriansyah), Rumah Alam (owner Noorhalis Majid), Kampung Katupat, dan tempat lainnya.
Tantangan terbesar berpameran di ruang kafe adalah bagaimana mendisplay karya lukisan itu sehingga tidak menjadi “gangguan” bagi mereka yang sedang nongkrong dengan mereka yang ingin menikmati lukisan. Sebab, dalam beberapa pameran di kafe, seringkali penikmat terhalang oleh mereka yang sedang duduk di depan meja kafe, sementara lukisannya berada di dinding atas di sampingnya.

Berfoto bersama di acara seminar yang diselenggarakan Museum Lambung Mangkurat Prov Kalimantan Selatan.

Penyelenggara tentu harus terus mempelajari bagaimana pameran di kafe ini tetap nyaman dinikmati dan diapresiasi. Bahwa kafe sebagai ruang pameran, adalah sebuah alternatif yang baik bagaimana mendekatkan karya seni kepada khalayak, terutama para penikmatnya.

Ruang Pameran; Entertainment, Adabtif, dan Validasi
Dalam perkembangan terkini, terjadi pula pergeseran konsep dan visi dalam menyelenggarakan pameran lukisan. Tidak lagi sekadar sebagai sebuah pameran dalam pengertian konvensional di ruang tertentu dengan display dan tata kelola yang begitu-begitu melulu tanpa ada sesuatu yang baru yang ditawarkan.

Pelukis Badri Hurmansyah dapat disebut sebagai salah seorang pelopor “pembaharuan” dalam berpameran di Kalimantan Selatan.  Dengan bendera Arto, Badri “menyulap” ruang pameran lukisan ke dalam dimensi pengalaman yang benar-benar berbeda. Pengunjung tidak semata hanya akan menikmati lukisan yang dipamerkan, melainkan ditenggelamkan ke ruangan yang telah dirancang sedemikian rupa dengan dekor-dekor, lampu-lampu, sudut-sudut, yang kesemuanya tidak boleh lepas dari sentuhan estetik.

Karya-karya lukisan yang dipamerkan satu hal, namun unsur entertainment di ruang pameraan adalah hal lain yang juga ditata seteliti mungkin. Tak cukup di situ, keseluruhan ruangan pameran yang telah didesain dengan mempertimbangkan selera anak muda terkini, mesti pula mendapatkan promosi yang tepat untuk menyasar target yang diinginkan. Maka, media sosial adalah “jalan ninja” yang harus ditempuh, karena di sanalah semua yang menjadi pembicaraan bermula; sesuatu yang viral dan menjadi fomo. Instagram dan tik tok yang menjadi sarang anak-anak muda berselancar pun dimasuki dan dilemparkanlah gambar dan video pameran itu.

Boom! Pameran “teng ARTo.id Exhibiton” 14 Maret – 7 April 2024 di Bengkel Lukis Sholihin dibanjiri pengunjung anak-anak muda, meski bertiket 20k—sesuatu, pameran berbayar, yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Kesuksesan ini semakin membuat Badri percaya diri dengan konsep pamerannya, hingga dalam waktu berdekatan digelar “teng ARTo.id Exhibiton” Vo.2 pada 15 April-30 April 2024, masih di Bengkel Lukis Sholihin, Taman Budaya Prov Kalsel.
Seakan tidak mau kehilangan momen, selepas itu kembali digelar  pameran “Ge-Go-doh” 23 Mei-15 Juni 2024, di Bengkel Lukis Sholihin. Bahkan Badri dengan Arto kemudian melebarkan sayapnya dengan menggelar pameran di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, bertajuk “Art rinG Exhibition” pada 20 Juli-20 Agustus 2024.

Kesuksesan demi kesuksehan pameran itu—terutama dalam jumlah penjualan tiket, membuat Badri semakin opitmis dengan konsep pameran yang dijalankannya. Keserius ini diwujudkannya dengan membuka galeri. “Badri Galleri” namanya, berlokasi di Jalan Pramuka, Kompek DPRD Kalsel.

Kemampuan Badri dalam mengelola dan mengolah sebuah pameran, tanpa mengecilkan karya-karya dalam pameran itu sendiri, dengan menjadikannya sebuah entertainment dan beradabtasi dengan zaman— terutama generasi Z (Genzie) yang haus akan validasi atas eksistensi diri mereka, kiranya itulah kunci keberhasilan pameran yang diselenggarakan Arto.

Sholihin; Api Semangat dan InspirasiA

pa dan bagaimana warna dunia seni rupa Kalimantan Selatan hari ini, ia tetap menjadi bagian dan dibentuk atas semangat para pelukis terdahulu. Dan terutama pelukis maestro Gusti Sholihin Hasan (1925-1961), yang namanya diabadikan pada Bengkel Lukis Sholihin di Taman Budaya Kalsel.

Dalam riwayat panjang pejalanan seni rupanya, Sholihin pernah mengajar menggambar di SMEA dan Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP), dan Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak di Banjarmasin. Dan pada tahun 1958-1959, Sholihin mengasuh organisasi Tunas Pelukis Muda (TPM)—yang  dari sinilah seorang pemuda berbakat muncul, yang kelak juga menjadi maestro dalam seni rupa, yakni Miscbah Tamrin.

Sholihin sangat memperhatikan perkembangan gaya melukis Misbach Tamrin. Semula, Sholihin mengenal Misbach sebagai pelukis bergaya impresionis. Namun, ketika Misbach berkuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta (1959), dan berteman dengan sejumlah pelukis lainnya dengan dinamika kondisi sosial politik Indonesia saat itu, terjadi perubahan gaya lukis Misbach dari impresionsme menjadi realisme sosialis atau kemudian lebih diakuinya sebagai realisme revolusioner. Perubahan gaya ini sempat disayangkan sang guru, Sholihin.

Rupanya, semangat Sholihin mengayomi pelukis muda ini menjadi inspirasi dan tertanam juga di jiwa Misbach Tamrin. Beberapa kali Misbach terlibat dalam pameran bersama para perupa Kalsel, dan satu pameran yang terpenting adalah ketika digelar Pameran Seni Rupa Sanggar Bumi Tarung Ke-5 “Sampai Batas Tarung”, Miscbach mengajak serta sejumlah pelukis muda Kalsel turut memajang karyanya di Galeri Nasional, Jakarta, pada 21 Juni-12 Juli 2024.

Seterusnya, gairah dalam menjaga api semangat berseni rupa ini dapat kita lihat pada sejumlah sosok pelukis seperti Hajriansyah dengan Kampung Bukunya yang kerap mengadakan pelatihan atua worshop melukis, juga pameran-pameran terutama dengan Banjarmasin Art Weeks (BAW),  Muslim Anang dengan Ikatan Pelukis Kalsel (IPKS), begitupula Badri dengan Arto, serta pelukis lain yang melakukan pelatihan secara pribadi kepada anak-anak muda Banjar.

Melihat dinamika seni rupa Kalimantan Selatan yang demikian, maka kita patut optimistis akan terus lahir dan bertumbuh kreativitas baru, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sembari terus dibangun ekosistem bagi napas hidup para pelukis itu sendiri.@