“SETIAP membicarakan buku ini, saya selalu begini,” ucap Yudiati Kuniko dengan mata berkaca-kaca ketika ia mau mulai membicarakan novelnya HANA dalam acara Bincang Temu Literasi di Studio Mini Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Banjarbaru, Selasa (11/2/2025) sore.
Perasaan haru itu lantaran novel HANA merupakan kisah ibunya, seorang perempuan Jepang, yang banyak mengalami penderitaan hidup.
“Novel ini saya tulis selama empat tahun, sejak 2020. Niat awalnya saya ingin mengabadikan kisah hidup ibu saya, dan saya ingin punya sebuah buku sebelum saya wafat,” ucap Yudiati Kuniko, kelahiran Jakarta yang kini menjelang usia 55 tahun.
Nama Yudiati Kuniko sebelumnya memang tidak dikenal dalam dunia kepenulisan. Namun karena kesungguhannya untuk menjadi penulis, ia mengikuti sejumlah kelas penulisan, termasuk kelas menulis Dewi Lestari atau Dee.
“Meski waktu muda sempat menulis, tetapi tidak diseriusi. Baru ketika pandemi, saya tergugah untuk kembali menulis. Dan sejak itu saya banyak mengikuti komunitas menulis hingga lahir sejumlah karya antologi,” ujar perempuan yang belerja sebagai kepala bagian pajak sebuah perusahaan multinasional susu terbesar di Indonesia ini.


Novel HANA menjadi novel debutnya. Yudiati menguraikan kisah panjang tentang iwanita Jepang bernama Hana hingga kawin dengan Rumaga, seorang pengusaha kaya asal Marabahan, Barito Kuala, dan dari perkawinan itulah lahir dirinya yang di dalam novel bernama Aiko.
“Sekarang saya sedang menyusun novel kedua, kisah tentang ayah saya yang asal Marabahan, dan merupakan salah satu tokoh pendiri Kabupaten Barito Kuala,” beber Yudiati.
Sementara Sandi Firly menilai kelahiran novel HANA cukup istimewa. “Pertama, novel ini lahir dari seorang yang tak muda yang sebelumnya tidak aktif menulis. Kedua, didedikasikan untuk ibunya. Ketiga, memuat kisah sejarah seorang tokoh asal Marabahan, Barito Kuala,” katanya.
Gaya bercerita novel ini menurut Sandi menggunakan teknik flashback maju mundur. “Kita seperti menonton film. Karena tiba-tiba misalnya diceritakan masa lalu tentang tokoh, padahal tokohnya sudah meninggal,” terang Sandi.
Hudan Nur selaku moderator mengaku tertarik juga dengan tokoh Hana dalam cerita. “Sebagai perempuan, kita bisa merasakan betapa lukanya perasaan Hana,” ujar Duta Baca Banjarbaru ini.
Sebelumnya, Kabid Promosi Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan Rosida Ridha, mewakili Kepala Dinas Arsip Arsip dan Perpustakaan Daerah (Darpusda) Kota Banjarbaru menyampaikan, acara Bincang Temu Literasi novel HANA karya Yudiati Kuniko, menandai dimulainya Festival Literasi Banjarbaru ke-5 Tahun 2025.
“Rangkaian Festival Literasi Ke-5 Kota Banjarbaru ini cukup panjang, berlangsung dua sampai tiga bulan. Dan diskusi novel ini awal menandai kegiatan festival tersebut,” ucap Rosida.
Turut hadir juga perwakilan dari Gramedia QMal, karena novel HANA merupakan terbitan Grasindo, Februari 2025. Selanjutnya, novel ini juga akan didiskusikan di Kota Marabahan, sebelum nantinya diluncurkan juga di Jakarta.@