ASYIKASYIK.COM – Baru saja diumumkan Agenda Kegiatan dan Lomba-Lomba untuk Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) Ke-XV 2018 yang akan dihelat pada 6-10 November di Kabupaten Kotabaru. Sebuah pengumuman yang telah dinanti-nanti mengingat ini event sastra tahunan terbesar di Kalsel, bahkan Kalimantan, yang biasa menggelar banyak lomba dalam beberapa hari kegiatan.

Sekarang, para penulisa dan sastrawan yang ingin bertarung karya sudah bisa pasang kuda-kuda—macam mau pileg dan pilpres aja ya... Kasak-kusuk, gelisah, dan sepertinya sudah tak sabar bikin karya buat diadu. Beberapa bahkan ada yang ngontak saya lewat WA, menanyakan ini itu seputar lomba. Yeah, karena saya bukan panitia, dan cuma pengelola asyikasyik.com, saya jawab semampunya saja, dan yang terkait soal teknis saya sarankan langsung tanya ke panitia.

Okeh, beres ya. Soal kegiatan dan lomba-lomba, saran saya yang terpenting fokus pada karya aja dulu—saran ini boleh aja diabaikan bila ada hal lain yang mungkin dianggap lebih penting, semisal mikir cari gebetan di Aruh Sastra.

Tetapi sebenarnya bukan persoalan itu yang hendak saya ulur lebih panjang X lebar dalam catatan ini. Melainkan satu bagian yang, dianggap penting boleh, mau dikata tak penting juga bisa, dalam setiap persiapan ASKS; yakni “Siapakah sastrawan nasional yang akan diundang menjadi pembicara?”

Sebab, kalau melihat pengumuman yang disiarkan asyikasyik.com kemarin—dan tentu itu dari panitia ASKS XV, tidak ada disebutkan (nama) siapakah sastrawan nasional yang akan diundang mengisi acara. Atau, apakah memang tidak ada? Nah, soal inilah yang ingin saya urun rembuk dengan para pembaca dan sastrawan budiman sekalian—itu juga bila patut untuk didiskusikan dan kalian berkenan.

Seperti khalayak sastra Kalsel ketahui bersama, perkara sastrawan nasional yang dipilih ini kadang ada semacam tarik-ulur dengan wacana atau pertanyaan semacam ini;

“Penting tidak sastrawan nasional itu diundang?”

“Sejauh ini, apa dampak atau keuntungan dengan mengundang mereka?”

“Bukannya di daerah kita juga cukup banyak sastrawan kaliber nasional?”

Dan lain-lain. Selain itu, tentu soal biaya mendatangkan mereka yang sudah pasti harus merogoh laci dalam-dalam.

Sebutan ‘sastrawan nasional’ ini sendiri sering menjadi perdebatan yang kadang berguna, kadang tidak juga—karena berarti ada sebutan ‘sastrawan lokal’, yang padahal ada cukup banyak sastrawan lokal ‘rasa’ nasional atau bahkan internasional. Tetapi  sudahlah, untuk soal sebut-sebutan ini, sementara kita abaikan dulu.

Dan karena itu pula, dengan semena-mena sebutan ‘sastrawan nasional’ tadi saya ganti dulu sementara dengan sebutan ‘sastrawan besar’—biar klop aja dengan judul tulisan ini yang ditulis secara sadar dan sengaja.

Kalau Anda mau protes hal yang tak terlalu penting ini, saya persilakan, tapi kan tiada guna juga…

Okeh, kilas balik sedikit dulu. Sepanjang perhelatan ASKS dari pertama di Kandangan, HSS, tahun 2004, hingga sampai putaran kedua yang kembali bermula di Kandangan lagi pada ASKS XIV tahun 2017 kemarin, sebenarnya sudah cukup banyak sastrawan besar yang diundang dan menjadi pembicara. Termasuk juga sastrawan dari luar Kalsel yang hadir meski bukan sebagai pembicara.

Sekadar mengingat saja, beberapa di antara sastrawan besar itu ada Raudal Tanjung Banua, D. Zawawi Imron, Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Isbedy Stiawan, (alm) Syubbanuddin Alwy, dan masih ada beberapa yang lain lagi—silakan tambahkan nanti namanya di kolom komentar bila berkenan, bila tidak ya mungkin Anda tidak tahu atau tak ingat.

Baiklah, saya ringkas aja tulisan ini. Kita langsung masuk pada pertanyaan yang sudah saya persiapkan, yakni “Seandainya ada sastrawan besar, luar Kalsel, yang Anda harapkan diundang sebagai pembicara, siapakah kira-kira?” Atau tegasnya gini, “Siapa sastrawan besar yang ingin kamu temui?”

Pertayaan itu mungkin tidak penting, tapi jawaban Anda lah yang akan menjadikannya berfaedah. Mengingat, sastrawan yang diundang menjadi pembicara itu nantinya diharapkan dapat memberikan pencerahan, menularkan semangat, motivasi, serta tip-tip bagaimana berkreativitas di dalam dunia sastra yang fana ini.

Tapi sebelumnya, jangan lupa juga lho, selain nama-nama yang telah disebutkan di atas, dalam tahun-tahun belakangan ini ada cukup banyak sastrawan, atau penulis luar yang telah didatangkan ke Banjarmasin atau Banjar umumnya (biasanya melalui program perpustakaan), dari mulai Putu Fajar Arcana,  Leila S.  Chudori, Joko Pinurbo, Seno Gumira Ajidarma, Sapardi Djoko Damono, bahkan Narudin Pituin sekalipun. Artinya, sudah tak kurang-kurang sastrawan mentereng yang datang ke banua kita.

Jadi, andai—anggap saja panitia ASKS XV 2018 Kotabaru belum punya pilihan sastrawan besar yang bakal dihadirkan, dan sepertinya memang begitu—kamu sendiri selaku calon peserta maupun calon ikut lomba, kira-kira siapakah sastrawan besar yang Anda harapkan datang? Siapa tahu usul Anda dipertimbangkan untuk diabaikan.@