Akademi Bangku Panjang Mingguraya (ABPM) membuka gerbang kegiatan bulanan Bahasa Panggung Mingguraya di Banjarbaru dengan perayaan 100 tahun kelahiran tokoh bangsa yaitu Pramoedya Ananta Toer (6 Februari 1925) pada besok malam. Perayaan ini untuk menghargai sosok dengan keteguhan prinsip dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tulisan, baik sebagai sastrawan, pemikir, jurnalis, dan pejuang bangsa yang hadir melalui karya-karyanya dengan  kekayaan intelektual dan semangat perlawanan yang tetap relevan sampai sekarang.

Pram adalah satu di antara sosok sastrawan terbesar bangsa yang patut  dan penting untuk dikenang, karya dan keteguhannya menjadi jejak yang bermartabat untuk generasi berikutnya dan masa depan Indonesia. Tahun 2025 menjadi momen istimewa bagi dunia sastra Indonesia, perayaan satu abad atau seratus  (100) tahun kelahiran sastrawan besar, lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke dalam 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer  telah  menjadi lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.

“Pramoedya adalah sosok penting yang patut dikenang dan ditimba pemikiran serta semangatnya. Dari karya dan kiprah Pram, kita bisa menimba banyak insight yang relevan untuk hari ini, bahkan untuk Indonesia ke depan. Itu sebabnya, perayaan #SeAbadPram ini merupakan langkah penting dan strategis,” ujar Hilmar Farid, budayawan dan sejarawan pada konferensi pers di PDS HB Jassin, Cikini, Jakarta Pusat, 21 Januari 2025.

(Hilmar Farid saat diwawancarai di PDS HB Jassin, Jakarta)

PERAYAAN KELAHIRAN PRAM DI BANJARBARU

Lewat Poetry in Action at Mingguraya agenda bulanan di Panggung Bundar Mingguraya memasuki tahun ke-13. Pada Jumat, 31 Januari  2025, pukul 20:20 Wita  s/d selesai dengan tema: “Arus Balik Bumi Manusia– 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer”. Terbuka partisipasi untuk pengisi acara, baca petilan novel, baca cerpen, tampilan tradisi lisan, bakisah,  stand up comedy, storytelling,  musikalisasi atau baca puisi, teater (petilan), monolog, tari, pantomim, dan lainnya. Terbuka umum dan bersifat partisipatif. Kegiatan ini menjadi wahana aksi  dari berbagai bidang seni, sebagai ruang proses dan apresiasi dalam beragam bentuk seni dan pertunjukan.

Berikut Nukilan Penting Buku-buku Pram:

“Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana” (Bumi Manusia). Kemanusiaan selalu terikat keadilan dan keadaban, yang terus menemukan keseimbangannya. “Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.” (Anak Semua Bangsa), tentu saja setiap orang mulai membuka pintu dalam diri masing-masing untuk menyelami keadilan, apalagi  “seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan” (Bumi Manusia), dan tentu saja  “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”

Betapa Pramoedya Ananta Toer menegaskan kemanusiaan, “Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain” dengan cara yang begitu sederhana–tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain.

“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia.” (Rumah Kaca), dan kenyataan-kenyataan baru tersebut perlu keberanian, dan Pramoedya Ananta Toer mengungkapkan “Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.” Tentu dengan semangat, “setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah.” (Prahara Budaya), dan  “Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.” (Bumi Manusia), dan mengingatkan  “Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas.” (Bumi Manusia) serta “Kalau ahli hukum tak merasa tersinggung karena pelanggaran hukum sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan.” (Rumah Kaca).

“Saya masih berpendapat bahwa Multatuli besar jasanya kepada bangsa Indonesia, karena dialah yang menyadarkan bangsa Indonesia bahwa mereka dijajah. Sebelumnya, di bawah pengaruh Jawanisme, kebanyakan orang Indonesia bahkan tidak merasa bahwa mereka dijajah.” (Saya Terbakar Amarah Sendirian!), tanpa kesadaran dijajah seperti  “Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.” (Gadis Pantai), sehingga  “Ada yang membunuh. Ada yang dibunuh. Ada peraturan. Ada undang-undang. Ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan.” (Larasati), dan tentu akan banyak orang angkuh dan zalim  “Tak ada brahmana angkuh. Mereka hanya lebih mengerti, lebih tahu daripada orang yang menganggap pengetahuan dan ilmu sebagai keangkuhan.” (Arok Dedes)

“Sia-sianya dunia ini kalau untuk meningkatkan satu orang yang lain mesti diinjak.” (Larasati), dan pandangan yang mengabaikan keadilan  “Kami memang orang miskin. Di mata orang kota kemiskinan itu kesalahan. Lupa mereka lauk yang dimakannya itu kerja kami.” (Rumah Kaca).  “Yang tak berdarah mati. Yang kekurangan darah lemah. Hanya yang berlumuran darah saja perkasa. Ada adinda dengar? Perkasa! Dan hanya si lemah berkubang dalam air matanya sendiri.” (Mangir), memperjuangkan kemanusiaan dan memanusiakan manusia  “Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan.” (Jejak Langkah). Merayakan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer menjadi arus balik bumi manusia, masih ada orang yang memilih jejak langkah keadilan dan memeluk kemanusiaan, tidak selalu “Perang, kekuasaan, kekayaan, seperti unggun api dalam kegelapan dan orang berterbangan untuk mati tumpas di dalamnya.” (Arus Balik).

Akademi Bangku Panjang Mingguraya mengundang seluruh lapisan masyarakat mengungkapkannya lewat puisi atau penampilan teater (petilan)/monolog, atau bentuk seni lainnya,  tentu sangat membanggakan jika Anda membacakan puisi karya Anda sendiri atau karya seni sendiri yang berhubungan dengan tema di atas, atau karya orang lain apapun karya seninya. Dalam penyelenggaraan kegiatan ini berupaya menguatkan volunter, partisipasi, dan menerima sumbangan dana atau kudapan pada saat acara untuk keberlanjutan kegiatan ini. Kehadiran Dangsanak Sabarataan adalah puisi dan tradisi itu sendiri.@