SEBAGAI sastrawan terpilih dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan saya memandang bahasa dan sastra sangat erat kaitannya dengan dunia membaca dan menulis. Budaya membaca dan menulis di era modern sebagai wahana utama perwujudan gambaran tingkat kualitas intelektual suatu bangsa dalam berbudaya.

Proses belajar mengajar selalu harus melawati pemahaman membaca, untuk bisa menghasilkan karya, dan dengan membaca bisa menghasilkan karya tulisan sebagai hasil pemikiran baru, untuk kemudian menjadi bahan bacaan kembali, dan merangsang alam pikiran untuk terus merenung, agar nilai budaya yang telah ada menjadi lebih kaya, untuk dibaca kembali oleh generasi selanjutnya, tentu akan menjadi pemicu untuk berpikir ulang, menata ulang yang telah usang atau hilang, menjadi terbaharukan.

Siklus berpikir, membaca lalu menulis karya-karya baru, hasil pemikiran baru, kecerdasan baru, itulah yang memerlukan pemeliharaan dan pembinaan.

Tegak tengadah sebuah Bahasa, keindahan Susastra tentu akan menambah kekaguman dan pengakuan bangsa-bangsa sekitar penghuni bumi ini. Bahasa menunjukkan bangsa, susastra menunjukkan kehalusan dan keindahan jati diri anak bangsa; itulah wajah budaya.

Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan oleh para sastrawan di Indonesia; di tengah hiruk pikuk politik dalam negeri, pemerintah masih sempat dan sadar memikirkan nasib  para sastrawan yang telah berpuluh-puluh tahun berjuang, berkarya di bidang talentanya masing-masing, mengisi pembangunan di bidang kebahasaan dan kesusteraan dalam kesendirian di suasana sunyi fasilitas dan perhatian pemerintah.

Lewat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,dan Teknologi, memberikan apresiasi kepada para sastrawan perorangan yang telah berkiprah dan berkarya selama dalam kurun waktu antara 40 dan 50 tahun; juga komunitas sastra, untuk  mendapatkan bantuan sejumlah finansial.

Bagi perorangan yang telah berkiprah dan berkarya selama kurun waktu 40 tahun, memperoleh bantuan finansial sejumlah uang sebesar Rp 25.000.000.- dan yang 50 tahun sejumlah Rp 40.000.000.- dipotong pajak.

Para sastrawan juga merasa dimanjakan dengan fasilitas pelayanan yang setara dengan pejabat pemerintahan kala melaksanakan perjalan kedinasan.

Semua kegiatan tersebut, dari keberangkatan peserta, dan selama acara, hingga selesai dan pulang kembali ke daerah masing-masing, juga ada uang saku selama acara, semua biayanya menjadi tanggungan Pemerintah Pusat / Kemendikbudristek.

Hal tersebut sangat membantu kelancaran dan kepuasan peserta, sebab tidak semua peserta sastrawan yang mempunyai pengalaman mengikuti acara yang bersekala nasional dan biayanya ditanggung oleh pemerintah.

Tentu saja yang hadir adalah sastrawan yang telah lansia, berumur antara 60an hingga 80an tahun ke atas. Suasana hati penuh gembira, terlupakan usia lansia dan fisik yang mulai rapuh.

SASTRAWAN KETIBAN DURIAN RUNTUH

Bagi penulis sastra yang sudah profesionall, buku-bukunya laris manis di pasaran, sejumlah uang tersebut mungkin biasa saja. Namun, bagi penulis sastra amatir dari daerah, sesuatu yang tidak biasa, seperti mendapat rezeki nomplok.

Tanggal 25 Juni 2024, bertempat di Hotel Sultan Jakarta peserta mendapat arahan kegiatan dari Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra (Kapusbanglin) Badan Bahasa, Imam Budi Utomo terkait Informasi Bantuan Pemerintah untuk perorangan, dan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab sekitar bantuan tersebut.

Dilanjutkan dengan penandatanganan PKS dan Penyerahan Bantuan oleh Mendikbudristek yaitu Sekjen Kemendikbudristek dan Kepala Badan Bahasa.

Alangkah eloknya awal hari kebahagian yang telah dirayakan pada tanggal 25 Juni 2024 tersebut terus berlanjut  dengan kebahagiaan lainnya. Sayang dalam diskusi tersebut waktunya sempit dan secara umum, tidak sempat para peserta yang hadir mengutarakan seluruh ide pemikirannya untuk kemajuan perkembangan Bahasa dan Sastra.

Bersama perwakilan sastrawan terpilih di Hotel Sultan, Jakarta 

SYUKUR WAKTU DAN HARI PANTUN 

Facebook Comments