ADA satu tempat yang sangat keren. Saya pastikan, rugi kalau belum pernah datang ke tempat tersebut. Nama tempat itu ‘Baca Di Tebet’. Dari namanya sudah pasti tempat itu berada di Jakarta, tepatnya di Jalan Tebet Barat Dalam Raya No 29, RW 2, Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan.
Kami datang berkunjungan pagi hari, diterima langsung oleh pemilik perpustakaan publik “Baca di Tebet”, yaitu Wien Muldian. Sebelum berdialog, kami berkeliling melihat koleksi buku perpustakaan tersebut yang oleh pemiliknya dikatakan berjumlah 27 ribu buah.
Setiap orang yang masuk ke tempat ini dipungut kontribusi sebesar Rp. 35 ribu, seharian mereka bisa membaca buku atau sambil bekerja di tempat ini. Bagi yang ingin menjadi member, membayar Rp. 800 ribu untuk satu tahun, bebas datang setiap hari tanpa harus membayar lagi. Bagi teman-teman aktivis yang sedang melakukan penelitian atau menyusun laporan dan ingin menggunakan tempat ini selama satu bulan, hanya bayar Rp 100 ribu. Semua pemasukan tersebut dimanfaatkan untuk biaya operasional perawatan tempat dan buku-buku, kata petugas yang melayani setiap orang yang datang ke perpustakaan tersebut.
Perpustakaan publik ini merupakan ruang bersama bagi banyak orang untuk saling berbagi literasi. Kata “literasi” itu sendiri merupakan kontribusi yang diberikan Wien Muldian pada kamus besar bahasa Indonesia, sehingga yang sebelumnya hanya ada kata aksara untuk menjelaskan terkait baca-membaca, kemudian setelah dikenal literasi sebagai satu istilah, maka lebih lengkaplah maknanya, tidak lagi sekedar membaca, namun juga berarti memahami, mendalami dan mampu memilah pengetahuan seperti apa yang cocok bagi kebutuhan hidup setiap orang.
“Kita perlu lebih banyak ruang perjumpaan bersama, agar bisa lebih sering berdialog secara bersama, berbagi pengetahuan dan pengalaman”, kata Wien Muldian, menyampaikan tujuan dibukanya Perpustakaan Publik Baca di Tebet kepada kami.
Dia bahkan menceritakan pengalamannya yang sudah membuka dua tempat lainnya, yaitu “Baca Di Ciremai” dan “Baca Di Borobudur”. Kedua tempat lainnya tersebut fungsinya sama, yaitu sebagai ruang perjumpaan banyak orang untuk saling berinteraksi satu dengan lainnya. Dari ketiga tempat yang dia miliki, koleksi buku yang dipajang pada tempat-tempat tersebut tidak kurang dari 44 ribu buku.