Malam itu, saya duduk di angkringan kindai bersama Musa Bastra dan Ali Syamsudin Arsy sambil menikmati secangkir kopi dan gorengan hangat olahan Pak Joko, penghuni Kindai yang belakangan saya lihat sebagai ayah-lain dari kehidupan saya yang lain. Saya meminta sebatang rokok Pak Joko, menyalakannya, dan mendengarkan wawancara Musa Bastara dengan Pak Asa—begitu biasa kami memanggil Ali Syamsudin Arsi.
Sejujurnya, saya mendengarkan mereka ngobrol kayak jin yang menguntit omong-omong Tuhan dengan malaikat dari kolong langit, dan dari apa yang saya dengar kemudian, wawancara tersebut membicarakan perihal kegiatan Kindai Seni Kreatif yang akan dilaksanakan pada 1-3 Juli 2022 mendatang: Kemah Sastra Pelajar Se-Kalimantan Selatan.
Acara tersebut berkonsep seperti Perjusami (Perkemahan Jumat-Sabtu-Minggu), dengan tenda dan kegiatan-kegiatan—ini bedanya—yang kental dengan dunia tulis menulis. Salah satu yang pasti bakal dilakukan adalah menulis bersama dengan metode Tulisan Berpindah Tangan, metode yang kerap kali dipakai oleh Pak Asa dalam mengajarkan sastra kepada “bibit-bibit baru kesustraan”.
“Masalah penulis baru itu kadang tidak berani mulai sendiri,” kata Pak Asa, “dengan Tulisan Berpindah Tangan, mereka, kan, keroyokan. Jadi berani.”
Selain itu, dalam Kemah Sastra ini nantinya bakal diselipi dengan pentas teater, latihan membaca dan mengolah vokal untuk pembacaan puisi, praktik menulis puisi dan cerpen, juga obrolan motivasi dari penulis-penulis kawakan macam Randu Alamsyah, Abdurrahman El-Husaini, dan nama lainnya.
Untuk lokasi, Kemah Sastra akan dilaksanakan di halaman Kindai Seni Kreatif, tempat yang sejatinya cukup strategis untuk acara-acara macam begitu mengingat lokasinya yang lumayan jauh dari hiruk-pikuk kebisingan kota—selain, tentu saja, raung pesawat yang sekali waktu melintasi langit Landasan Ulin.
Sejauh yang saya ketahui, peserta Kemah Sastra edisi pertama ini sudah mencapai 59 orang yang berasal dari berbagai sekolah di Kalimantan Selatan, yaitu: SMPN 4 Paringin, SMAN 1 Tamban, SMPN 11 Banjarbaru, SMP Muhammadiyah Banjarbaru, dan SMKN 1 Binuang.
“Peserta masih akan ada kemungkinan bertambah, terutama mungkin dari perorangan,” jelas Ali Syamsudin Arsy, “kalau untuk sekolah mungkin kami batasi karena peserta sudah cukup banyak.”
Dalam keterangan lanjutan, ia mengatakan bahwa target peserta memang hanya berkisar di angka 60, hal ini disebabkan karena mengantisipasi membeludak peserta dan kemungkinan tak terfasilitasi dengan baik oleh panitia, seperti kesedian air, toilet, dan kamar mandi.
Ketika saya bertanya apakah boleh dalam acara ini nantinya sastrawan—di luar nama-nama yang bakal mengisi kegiatan—untuk datang berkunjung, sebatas melihat, atau ikut meramaikan Kemah Sastra, Pak Asa menjawab: Tentu saja boleh!“Kedatangan mereka bisa saja menambah kegiatan di luar acara resmi; seperti berbagi motivasi dan lain-lain, terutama mungkin untuk memberi saran kepada kami demi perbaikan acara ini di kesempatan-kesempatan berikutnya.”
Kemah Sastra ini, Pak Asa bilang, tidak sampai pada satu kegiatan ini saja. Melainkan juga akan ada Kemah Sastra-Kemah Sastra yang lain yang dilaksanakan oleh Kindai Seni Kreatif selanjutnya, yang mungkin lebih besar, tidak dibatasi oleh pelajar sekolah semata, tetapi juga untuk mahasiswa perguruan tinggi dan orang-orang di luar itu.
“Ya, kalau ini berjalan lancar, tiga-enam bulan ke depan kami akan menggelarnya lagi, bahkan bukan tak mungkin mengundang sastrawan dari luar Kalimantan,” ucapnya.
Untuk sekadar diketahui, dalam hal pendanaan, Kemah Sastra edisi perdana ini mengandalkan beberapa sumber, terutama dari uang insentif para peserta, yang mana tiap satu regu mesti membayar 300 ribu rupiah. Selain itu ada juga sumbangan dari beberapa orang yang secara personal ngasih tanpa iming-iming.@