MENJADI pelukis di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, di tengah masyarakat yang sebagian besar telah terkontaminasi gaya hidup hedonis dan materialistis, barangkali seperti kutukan. Seperti halnya penyair, menjadi pelukis di Kota Seribu Sungai tampaknya bukan pilihan menguntungkan secara materiil. Barangkali itu pula sebabnya, jauh di masa lalu, Gusti Sholihin Hassan dan Ifansyah madam, meninggalkan Bumi Antasari (sampai akhir hayatnya) ke Yogyakarta dan Bali.

Meskipun sulit menghasilkan uang dari karyanya, mengapa penyair tetap menulis puisi, perupa tetap melukis? Jawaban untuk pertanyaan terhadap dua bidang seni berbeda (yang kebetulan sama-sama dikerjakan secara individu) itu mungkin sama: “karena kesenian sebagian dari iman.” Jawaban itu tentu saja tak serius.

Sanggar Seni Rupa Sholihin (SSRS) adalah komunitas perupa Kota Banjarmasin yang berhabitat di Bengkel Lukis Sholihin (UPTD Taman Budaya Kalsel), Banjarmasin. Hampir tiap sore, di sini (sejak 1980-an) anak-anak PAUD/TK/SD belajar menggambar, mewarnai dan melukis.

Sejumlah perupa bergantian mengajar. Sejak awal berdirinya (SSRS didirikan oleh Rizali Noor dan mendiang Ajamuddin Tifani), karya anak-anak yang belajar di sini sering menjuarai lomba menggambar, mewarnai dan melukis, baik tingkat lokal, nasional maupun internasional.

Terhitung sejak kepengurusan baru (yang telah berbadan hukum), sejak tahun lalu SSRS mengadakan pameran swadaya di habitatnya. Tahun lalu (2018), H. Rizali Noor mengawalinya dengan Pameran Tunggal sebulan penuh.

Tahun ini (2019), di tempat yang sama, SSRS menyajikan Bersisian: Pameran Pelukis Banua Anyar, Akhmad Noor dan Maui, mulai Sabtu, 21 Desember 2019, dan seterusnya. Rencananya, pembukaan sehabis Ashar, malam harinya (selepas Isya) dialog santai dengan kedua pelukis. Pameran berlangsung tiap hari, pada waktu yang ditentukan.

Mengapa labelnya Bersisian: Pameran Pelukis Banua Anyar? Jawabannya mudah: Akhmad Noor dan Maui adalah warga Kampung Banua Anyar, Banjarmasin (yang lebih dikenal dengan kuliner soto dan nasi sop Banjar-nya). Jika dilihat dari atas Jembatan Banua Anyar (Jalan Pangeran Hidayatullah), di sepanjang pinggir sungai berderet warung dan rumah makan yang menyediakan kuliner lokal — juga keramba ikan.

Akhmad Noor lahir di Banjarmasin, 3 Oktober 1973, warga Jalan Banua Anyar RT 04/RW 01, Nomor 50, Kelurahan Banua Anyar, Kecamatan Banjarmasin Timur, Banjarmasin. Pameran seni lukis yang pernah diikutinya: Mengaji Warna Damai di Kota Seribu Sungai (Balai Kota Banjarmasin, 2015); Banjarmasin Kota Budaya, Kota Seribu Sungai (Rumah Anno 1925, Banjarmasin, 2016); Pameran Besar Seni Rupa IV (Manado, Sulawesi Utara, 2016); dan Pameran Seni Rupa Nusantara “Rest Area” (Galeri Nasional, Jakarta, 2017).

Di samping itu, Akhmad Noor juga memamerkan lukisannya di Pameran Kota Seribu Sungai, Keindahan yang Tak Tepermanai (Rumah Anno 1925, Banjarmasin, 2017); Bataring Art Exbition #1 (Taman Budaya Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya, 2017); Pameran Seni Rupa Hulu ke Kuala, Rawa dan Pesisir (UPTD Taman Budaya Kalsel, Banjarmasin, 2018) dan Pameran Seni Rupa Ars Tropika (Taman Budaya Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya, 2018).

Terakhir, Akhmad Noor memamerkan karyanya di Pameran Art Link Celebes (Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, 2018) dan Pameran Art Exhibition “Conectedness” (Santrian Gallery, Sanur,  Denpasar, Bali, 2019).

Di Pameran Pelukis Banua Anyar, Akhmad Noor akan Bersisian menampilkan karyanya dengan karya Maui. Maui adalah nama panggilan sehari-hari Mauizatul Hasanah, yang tengah kuliah di Program Studi (Prodi) Seni Rupa, Universitas Negeri Malang (UNM). Lahir di Banjarmasin, 4 September 1998, selain kost di Malang, aslinya ia warga Jalan Banua Anyar RT 3, Nomor 40, Kecamatan Banjarmasin Timur, Banjarmasin. Pameran yang pernah diikutinya, antara lain, Pameran Prospettiva, UNM (2017) dan Pameran Nuthuk Semi, UNM (2018).

Menurut Ketua Panitia Bersisian: Pameran Pelukis Banua Anyar, Hajriansyah: Bersisian adalah bagaimana dapat hidup secara berdampingan. Antara yang tradisional dan yang urban. Sungai dan daratan. Laki-laki dan perempuan. Tua dan muda. Realis dan Pop-art. Dan seterusnya, yang mencerminkan sifat dan kecenderungan kedua seniman yang berpameran kali ini. Bersisian dengan demikian sebuah cara menjembatani dua hal yang saling bertentangan sekaligus dapat saling mengisi di antara kekurangan dan kelebihan masing-masing.”@