DINAS Arsip dan Perpustakaan Daerah (Darpusda) Kota Banjarbaru menghadirkan sejumlah saksi sejarah dalam kegiatan silaturahmi Paguyuban Tokoh Pendiri Kota Banjarbaru di Kafe Alaska, Jalan RP Soeparto, Loktabat Utara, Kota Banjarbaru.

Satu-satunya tokoh pendiri Banjarbaru yang masih sehat dan bisa berhadir yaitu Dr. Ir. H.M. Yunus Jarmie MS. Selain itu dihadirkan pula H Abdullah, Pambakal Loktabat yang menjadi juru kunci sepak terjang perjalanan waktu kota Banjarbaru.

Kepala Darpusda Kota Banjarbaru, Slamet Riyadi menjelaskan tujuan adanya kegiatan ini untuk menjalin silahturahmi agar para keluarga juga saling tahu satu sama lain,  sekaligus menyimak cerita-cerita terdahulu yang belum diketahui khalayak umum.

“Jadi, masih ada beberapa yang masih hidup sebagai pelaku sejarahnya. Dokumen-dokumen baru yang kita peroleh, tentu nantinya kami tulis kembali dalam bentuk buku,” ucap Slamet Riyadi kepada Asyikasyik, Selasa (18/7/2023) siang.

Dengan buku terdahulu, Slamet ingin menyempunakannya kembali dengan bahan yang baru saja didiskusikan. Sehingga, menurutnya bahan itu menjadi kekuatan tersendiri dalam menjawab persoalan yang dianggap keliru.

“Buku-buku sebelumnya bagus, kami apresiasi namun kini ada fakta baru. Tentunya bukan mengatakan tidak benar ya, cuma sumbernya kurang tepat,” ujarnya.

Slamet melihat beberapa tokoh yang jadi pelaku dan sebagiannya lagi, ada sejumlah anak dari ahli waris yang mengetahui jejak orangtuanya. Lantas, dia berharap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Kota Banjarbaru dapat dialih wahanakannya nanti.

“Setidaknya, anak-anak di generasi sekarang dapat mengetahui sejarah yang baru. Mereka harus mengetahui sejak tahun 1951-an, rencana dalam perancangan daerah menjadi Kota Banjarbaru,” ucap Slamet, tegas.

Slamet hanya memandang, buku terdahulu mungkin ada faktor sejarah yang belum termuat. Sehingga, menurutnya langkah ini akan menyempurnakan buku-buku sebelumnya.

Upaya menggali validitas datanya, Slamet sangat memerlukan dokumen yang asli, serta ditambah dengan dukungan sebuah foto-foto arsipnya. Entah itu, dia menyebut sumbernya dari buku-buku stensilan, tabloid dan berkas penting lainnya.

“Bahkan, selama ini kami mencari dokumen berkas terbitnya Undang-Undang No. 9 tentang Banjarbaru sebagai Kotamadya. Dan ternyata arsipnya, kita temukan di pusat,” ungkap Slamet, saat menjelaskan kondisi arsip Banjarbaru.

Dengan ini, Slamet berharap dengan adanya forum ini akan memudahkan kerja-kerja dari pihak Darpusda Banjarbaru untuk menghasilkan sebuah buku sejarah. Nantinya, dia menyampaikan peluncuran akan ditargetkan saat acara HUT Kota Banjarbaru, pada 20 April mendatang.

Pada kegiatan yang dihadiri 40 orang audiens tersebut nampak hadir putra Ketua Panitia Penutut Kotamadya Banjarbaru, Arie Gais, Putra-putri Ibu Bastiah, Putra-putri Bapak A. Tarzan Noor, Keluarga Saadudin, Putra Ubanggi, Putri Zailany, Putra-Putri Manap Candra, Sekretaris Darpusda, Kepala Depo Arsip, Kabid Promosi dan Minat Baca, jajaran kasi dan staf Darpusda, dan lain-lain.

Di tengah forum, Dr Ir H.M. Yunus Jarmie MS memiliki catatan tentang Banjarbaru pada tempo dulu. Dia mengaku sebagai pendatang, seorang perantau asal Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, yang berpindah demi mengenyam pendidikan pasca kelulusan SMA.

“Sejak 6-11 Desember 1964, saya pertama kali menetap di Kota Banjarbaru. Tinggal di asrama kuliah,” cerita Yunus, mengenang.

Semasa kuliah, Yunus mengisahkan kerap melakukan jalan kaki dari asrama ke kampusnya. Dia mengingat, waktu itu tidak ada becak, sepeda apalagi motor yang melintas di jalanan tersebut.

Sepanjang jalan, Yunus pun melewati Gunung Apam ketika menjalani kuliahnya. Semasa itu, dia mengenal sosok H. Rasyid sejak tahun 1965 untuk berurusan soal pencatatan dalam pelaporan ihwal perancangan Banjarbaru, yang kemudian dipertemukan dengan Zafry Zamzam di kediamannya.

Yunus mengatakan, pertemuan lanjut di rumah Zafry Zamzam tersebut membahas ibu kota Kalimantan Selatan dan persiapan sebagai kotamadya untuk Banjarbaru. 

Dalam diskusi, Dr Ir HM. Yunus Jarmie MS (78) tengah bersama Pembakal Pertama Loktabat Utara (Gunung Apam) yakni H Abdullah (87) dalam Forum Paguyuban Tokoh Pendiri Kota Banjarbaru di Kafe Alaska.

Saat itu, Yunus mengingat adanya dorongan yang sangat kuat menjadikan Banjarbaru sebagai daerah yang nyaman sebagai hunian dan wadah pemerintahan. Moerdjani Plan pun diinisiasi oleh Gubernur kedua Kalimantan sebab melihat kontur tanah yang keras dan dataran tinggi, jauh dari dampak banjir.

Yunus menyatakan dirinya hanyalah sebagai pencatat saja, bukan pelaku sejarah pada era terdahulu. Lantas, dia cuma mengoleksi beberapa catatan yang pernah ditulisnya dalam perancangan tersebut.

Adapun Ahmad Syamsuri Barak, Sekretaris Umum Dewan Harian Cabang (DHC) 45 Kota Banjarbaru ingin meletakan Banjarbaru dari sejarah sebenarnya.

Tentunya, Syamsuri menyebut ada sebuah perjalanan panjang yang tidak serta-merta adanya Kota Banjarbaru. Atas perjuangan mereka, baginya dalam mengumpulkan ingatan dari orang-orang yang sudah hilang.

“Kita bangkitkan kembali. Karena banyak sejarah itu, kini diperkosa,” ungkap Om Uwi, sapaan akrabnya.

Syamsuri menegaskan, adanya distorsi sejarah yang mengagungkan satu sosok dan padahal, tidak semestinya dilakukan oleh pemangku kebijakan. Sehingga, dia merasa kini masyarakat nampak menikmati sosok sejarah itu.

“Ada yang mengatakan bapak pembangunan si fulan. Padahal, cuma sedikit keterlibatannya pada masa itu. Di balik sejarah, banyak orang-orang yang berjuang,” tegas Syamsuri.

Akhirnya, Syamsuri melihat media yang mem-framing sebuah sejarah atas pengalihan isu sebenarnya terjadi akan dikutip kembali oleh penulis sejarah. Hal itu, dia menyayangkan sekali atas peristiwa sejarah yang sangat menyedihkan dalam pembangunan Kota Banjarbaru.

“Kini perlahan sudah kita sampaikan kepada pemangku kebijakan. Seperti halnya titik Nol di Banjarbaru, bermulanya Gunung Apam tersebut di Mingguraya pertama. Hal itu berdasarkan usulan kita dari pembahasan bersama pembakal pertama, yakni Kai Abdullah,” tandasnya.@