KEMENANGAN suara tidak sah pada Pilkada Banjarbaru, menggambarkan warga pemilih kota Banjarbaru ingin ada Pilkada yang sebenarnya. Bukan Pilkada abal-abal, yang tidak mempertarungkan apapun.
Beginilah bila Pilkada diselenggarakan secara irasional, di mana hanya ada satu kemungkinan suara sah, dan selebihnya suara tidak sah.
Situasi ini sebenarnya juga merugikan calon yang tidak didiskualifikasi, karena semua kemungkinan pilihan mencoblos selain ditujukan kepadanya, dianggap tidak sah, termasuk yang mencoblos keduanya. Padahal dalam Pilkada yang sebenarnya pun, diketahui banyak suara tidak sah karena kesalahan mencoblos atau karena kesengajaan.
Begitu juga bagi yang benar-benar mencoblos. Bukankah di Kota Banjarbaru mayoritas terpelajar? Kalau terpelajar, tidak mungkin hasil coblosannya banyak yang tidak sah? Bukankah suara tidak sah itu menggambarkan ketidaktahuan atau kesalahan dalam mencoblos? Mustahil seorang yang Professor Doktor misalnya, ketika datang ke TPS untuk mencoblos namun hasil pilihannya tidak sah? Apa yang membuat suara tidak sah, padahal orang tersebut sangat paham soal pemilu. Di sinilah letak kekeliruan Surat Keputusan KPU RI 1774, sehingga dampaknya seperti ini, sangat fatal dan memalukan.