SEDERET buku anime berjejer di rak buku dan nampak terlihat sejumlah sampul berwajah komik itu berdebu, tersusun dengan beragam judul yang ditawarkan oleh Anime House Books & Foods di Jalan Pendidikan Masyarakat (belakang SMPN 1 Banjarbaru), Loktabat Selatan.

Tidak tercatat dengan baik, namun Yuwanti menyebut sebanyak ribuan buku anime dan genre lainnya, seperti Detektif Conan, Yukihira Souma, Genshin Impact, Malory Towers, Shoujo, Sailormoon, Cross Road, Sentaro, Miiko, Ranma, Slamdunk, Strike The Blood, dsb. Namun, pihaknya menyebut rata-rata bahkan hampir 90% adalah buku series dari anime.

“Kami mengumpulkan buku anime ini sejak waktu duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tahun 2003 itu bersama adek saya mengoleksinya, dan hobi baca,” ucap Owner Kedai Anime Banjarbaru, Hafiz Yuwanti kepada Asyikasyik.com, pada Senin (30/3/2023) siang.

Dengan hobi membaca itu, dia banyak mengoleksi bahan bacaan buku anime yang dibelinya ketika masih muda. Sehingga, dia pun awalnya cuma meminjamkan buku-buku itu ke rekan sahabatnya, namun lama-kelamaan pihaknya berani membuka toko sederhana ini.

“pertama kali kedai anime ini di Loktabat, Banjarbaru. Bangunannya dibuat dan didukung oleh orangtua,” ucap Yuwanti.

Pernah Berjaya, Awal Mula Berdaya Karena Buku Anime

Tahun 2005, Yuwanti bercerita bahwa bangunan itu telah diisi berbagai buku anime yang dikoleksinya secara bertahap. Bersama adeknya, dia pun perlahan membeli dan mengoleksi tiap buku anime yang hendak dibacanya.

“Sehingga, buku ini terkumpul banyak. Dan konsep kedai anime ini sejak 2006, ketika saya masih berkuliah. Awalnya, cuma jualan es krim dan roti bakar sebagai cemilan ringan, hingga akhirnya berkembang sampai sekarang,” ungkap dia.

Sepuluh tahun terakhir, Yuwanti menyerahkan sepenuhnya ke ibundanya untuk mengurus kedai anime ini. Sebab, dia mulai sibuk dengan pekerjaannya.

“Dulu itukan belum banyak taman bacaan, walaupun ada beberapa kelompok saat itu. Adapun mereka targetnya adalah keuntungan dalam membuka taman bacaan itu, seiring waktu dan era digital mulai memasuki, musimnya internetan maka orang-orang mulai jarang juga ke toko buku,” kenang Sela.

Ibu dua anak itu beralasan kenapa masih bertahan, karena mereka sekeluarga yaitu hobi membaca sehingga bukan alasan untuk menutup toko buku ini. Yuwanti pun menyadari jika ditutup, sangat menyayangkan buku-buku yang telah dikoleksinya tersebut.

Jadi, bangunan Kedai Anime berukuran 6×10 meter persegi itu tidak didesign untuk gerai lain, selain menjadi toko buku. Yuwanti bersama keluarganya telah bersepakat untuk mempertahankan kedai anime ini.

“Sekarang, pelanggan yang datang adalah benar-benar pembaca setia buku anime saja lagi. Dan kerap berlangganan di sini,” tutur dia.

Selain novel dan komik, Yuwanti juga pernah membeli buku-buku jadul era 90-an. Dia menyebut banyak koleksi buku hiburan, seperti novel dan komik.

Bahkan, Kedai Anime pernah menerima buku-buku di luar genrenya untuk dipajang di kedai anime ini. Sejumlah member menyumbangkan secara sukarela untuk melengkapi bahan bacaan tersebut.

“Setiap bukunya, kami lengkap mengoleksi per edisinya. Setiap episode dari buku anime itu,” ujarnya.

Yuwanti mengaku, buku-buku anime yang dikoleksinya mungkin kini tidak lengkap karena dipinjam tak dikembalikan lagi. Sehingga, dia menyayangkan hal tersebut dan menyadari adanya resiko setiap membuka toko buku anime ini.

Sejauh ini, Yuwanti melihat tingkat minat pembaca mulai mengalami penurunan yang signifikan. Dia mengingat tahun 2003-2009 masih banyak geliat pembaca dan di atas tahun itu, mulai menyepi.

Pernah berjaya, Kedai Anime ini diserbu oleh penikmat buku Japan yang nyaris tiap harinya penuh. Parkiran jejal, 3-4 pegawai pun kewalahan, bahkan ada jasa penitipan tas, layaknya toko buku lainnya.

“Kalau diingat kembali, parkiran toko buku ini tuh penuh. Bahkan, sampe mengantri orang-orang di kasir,” kenangnya lagi.

Sevy Prihantini, kakak kandung dari Hafizyuwanti juga seorang pembaca buku anime. Dia mengaku, dahulu pihaknya jika ingin membeli buku itu sampai 30 eksemplar.

Jika mengingat, Sevy membeli dengan harga 20-30 ribu per buku animenya dan sementara, kini tentu lebih tinggi lagi ketimbang era dahulu.

“Jenis buku anime berwarna atau tidak, tentu harganya berbeda sekali. Kini harga buku anime tanpa warga pun bisa ditaksir dengan harga 60-90 Ribu,” terang dia.

Kata Sevy, adeknya yang sebagai owner Kedai Anime itu sebenarnya ingin kembali menata toko ini. Terlebih, nanti anaknya bakal masuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maka rasanya ingin kembali nostalgia; Hafizyuwanti bergiat di dunia buku anime tersebut.

“Toko ini menawarkan banyak genre buku. Setiap peminjamannya cuma membayar dari 10% dari buku yang kami beli,” ucap Sevy.

Sevy menyebut sesuai harga buku dahulu yang pihaknya beli, sehingga harga untuk peminjaman buku anime cukup terjangkau murah.

“Saat ini pengunjungnya sepi, jadi ibu saya lebih fokusnya ke kedai. Pelanggan kerap sesekali ingin membaca dan cuma melihat saja,” tandasnya.@

Facebook Comments