KELOMPOK Sadar Wisata (Pokdarwis) Sapala mengajak sejumlah media ke destinasi Kerbau Rawa di Desa Sapala, Kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Langkah ini upaya untuk meningkatkan pariwisata di daerah setempat yang bekerjasama dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan.
Menggunakan perahu mesin, relawan Pokdarwis bersama jurnalis mengarungi 4 titik kawasan Kerbau Rawa di Desa Sapala. Pada hari pertama, jelang sore berkumpul di salah satu rumah warga yang disambut dengan Batapung Tawar dalam tradisi ala Sapala, beserta pendekar PSHT. Niatnya untuk diberi keselamatan bagi wisatawan yang datang di kampung mereka.

Selanjutnya, pihak media langsung diajak ke kawasan Kerbau Rawa yang berjumlah 63 ekor. Di kandangnya, terdapat seekor betina yang memiliki bayi Kerbau Rawa (Hadangan) sedang menyusu dan tak lama kemudian, sejumlah hadangan dihalau oleh penggembala agar kembali ke tempat peristirahatannya.
Kepala Desa Sapala, Junaidi menyampaikan bahwa rata-rata pekerjaan warga setempat, yaitu peternak dan perikanan (paiwakan). Lantas, dia menyebut kebanyakan warga mendapatkan penghasilannya sebagai nelayan dan peternak Kerbau Rawa.
“Kebanyakan penghasilan sebagai nelayan, karena tangkapan ikan yang paling mudah untuk dijual. Dan potensi Kerbau Rawa juga tak kalah, karena jumlah kalang (Kandang) yang dimiliki oleh warga itu ratusan jika dihitung secara keseluruhan di desa ini,” ungkap Junaidi.
Diketahui bahwa sebanyak 1723 ekor Kerbau Rawa di Desa Sapala. Dan Junaidi mencatat sebanyak 12 kelompok ternak yang terbagi 196 penggembala.
“Tahun 2022, banyak Kerbau Rawa yang mati. Dari berjumlah 2600 ekor kini cuma tersisa 1723 ekor saja lagi,” beber Junaidi.

Junaidi menduga karena faktor makanan yang dikonsumsi oleh Kerbau Rawa, entah karena kekurangan rumput atau cacing hati yang menggerogoti ke organ tubuhnya. Terlepas itu, dia ingin mengembalikan kejayaan Kerbau Rawa sejak tahun 2003.
“Tahun itu, kami sering menggelar Festival Adu Pacu Kerbau Rawa yang pernah didukung oleh Pemkab HSU. Sangat meriah, bahkan mengundang artis ibukota,” cerita Junaidi, bersemangat.
Kini, menurut Junaidi hanya cuma tersisa sebagian kerangka stadion adu balap Kerbau Rawa di perbatasan daerah antara Desa Berarawa dan Desa Sapala. Baginya, masyarakat hanya bisa mengenang saja lagi karena jika ingin dikembalikan maka perlu biaya besar agar dapat membangun Stadion Adu Pacu tersebut.
“Festival itu menarik perhatian daerah lain untuk datang ke sini, maka membuat nilai pariwisata menjadi berkembang,” ucap dia.
Peternak Kerbau Rawa asal Sapala, Hamidan memperlihatkan seekor anak kerbau rawa yang baru saja lahir dalam sepekan. Menurutnya, anak ternak itu masih belum lepas karena dalam fase perkembangan bersama induknya di dalam kalang tersebut.
Sementara, anak-anak kerbau yang berusia 4-5 minggu telah berkelana di alam. Para penggembala selalu mengawasi setiap perkembangannya, bahkan ketika anak kerbau yang tengah beradaptasi dengan kelompok lainnya.
“Anak kerbau yang baru lahir itu masih belum mampu melihat dengan jelas, bahkan mengetahui yang mana induknya. Sebab itu, mereka berada di dalam kalang,” tambah Hamidan.
Hamidan merupakan generasi ketiga dari keturunan nenek moyangnya yang melestarikan populasi kerbau rawa. Dia mengakui sudah 24 tahun menjadi peternak, sembari itu pula sebagai penggembala kerbau rawa.

Sejak SD, Hamidan kecil mengikuti orangtuanya sehari-hari dalam mengurusi kehidupan kerbau rawa. Hamparan sungai yang luas, dia jelajahi satu per satu wilayah yang menjadi sasaran untuk pakan kerbau.
“Waktu itu diajarkan kakak, bagaimana merawat dan menghidupi mereka di alam bebas maupun di kalangnya. Semasa SMP, baru mengetahui ekosistem kerbau rawa itu,” kata dia.
Hamidan pun mulai mempelajari ciri tiap kerbau rawa yang dimiliki keluarganya. Melalui kuping kerbau, dia dapat membedakan mana hadangan milik orang maupun binaannya sendiri.
Menurut Hamidan, perkawinan hadangan itu secara alami. Adapun, pertumbuhan kerbau rawa yang baik dapat dilihati dari bentuk tubuhnya.
“Kalau postur tubuhnya melengkung dan tidak bulat, maka baik perkembangan kerbau rawa. Istilah kami itu walang (tidak gemuk),” jelas dia.
Ketua Pokdarwis, Bahri menginginkan kembali potensi wisata di Desa Sapala berkembang layaknya pada masa silam. Dia mengingat bahwa tak sekadar rutinitas bagi warga yang menjadi peternak, tetapi pagelaran lomba adu balap kerbau rawa dan semacamnya menjadi daya pikat tersendiri bagi wisatawan untuk datang.

Bahri mengenalkan banyak objek wisata yang dapat dikenalkan bagi pengunjung wisata, semisal susur sungai ke kawasan kandang Kerbau, melihat Bekantan di perbatasan Jenamas, Kalimantan Tengah dan lainnya, yang masih mereka kembangkan.
“Ini baru terbentuk pengurus Pokdarwis Sapala. Moga ini menjadi awal bagi kami mengenalkan sejumlah objek wisata yang mesti orang nikmati destinasinya,” pungkasnya.@