Asyikasyik-LIPUTAN KHUSUS, Banjarbaru adalah sebuah tempat migrasi orang-orang, persimpangan kultur yang egaliter. Telah diriwayatkan dari mulut ke mulut mengenai kisah belukar, padang karamunting, dataran tinggi, bukit-bukit kecil, Kewedanan Ulin, dan tentu saja Gunung Apam.

Pada perkembangannya kisah Gunung Apam menjadi narasi yang mengerutkan kening. Betapa tidak? Disebutkan di buku Banjarbaru tulisan Ersis Warmansyah Abbas, perkampungan sekitar Gunung Apam yang berlokasi kira-kira di Kantor BRI Banjarbaru sekarang, dulunya secara administratif wilayah Gunung Apam tersebut adalah anak kampung Guntung Payung, Kampung Jawa, Kecamatan Martapura. Adakah penanda administratif yang membenarkan bagian anak kampung antara Gunung Apam dan Kampung Jawa Martapura memilki pertalian kala itu?

Sejarah berdirinya Kota Banjarbaru melalui lintasan waktu cukup panjang, menemui berbagai kendala dan permasalahan yang harus dihadapi.

Sekitar tahun 1950an Banjarbaru hanyalah sebuah kampung yang masih sepi. Di beberapa wilayah seperti Cempaka, desa Pumpung sudah cukup berkembang dan dihuni masyarakat sejak beabad-abad karena lokasi ini adalah lokasi pendulangan intan. Sementara lokasi pendulangan lainnya adalah di sepanjang sungai Besar yakni terbentang dua radius kilometer, mulai Kampung Karamunting di hulu sampai ke Kampung Guntung Lua di hilir.

Terkait dengan aktivitas pendulangan intan di sepanjang tepi kiri dan kanannya inilah maka, air Sungai Kemuning selalu keruh sepanjang hari. Dahulu Sungai Kemuning ini bernama Sungai Besar, seiring waktu di tahun 1970-an namanya berubah menjadi Sungai Kemuning. Air Sungai Kemuning hingga sekarang selalu keruh, padahal sudah puluhan tahun kegiatan pendulangan intan tidak lagi dilakukan orang di sini. Konon, sesekali air Sungai Kemuning bisa jernih, yakni di hari Jumat.

Orang-orang dulu menyebut wilayah Banjarbaru sekarang dengan julukan gunung Apam. Karena ada satu keluarga penduduk kampung yang  datang ke daerah perbukitan di pinggir jalan raya (sekarang lokasi Kantor BRI Banjarbaru) untuk membuka kedai minum, warung kopi dengan makanan ringannya kue apam atau serabi. Wajan yang dipakaipun adalah wajan besar yang dibelah dua. Dahulu tidak ada teflon, oleh pemilik kedai wajan besarnya dipenggal dua untuk mempercepat memasak kue apam dan bermuatan banyak.

Tempat berjualan sangat strategis, banyak sopir truk pada sore dan malam hari mampir beristirahat melepas dahaga sambil mencicipi kue Apam. Akhirnya orang sering menyebut daerah tersebut dengan Gunung Apam.

Dalam perkembangannya, Gunung apam menjadi tempat pemukiman penduduk, baik yang berasal dari daerah Kalimantan Selatan, maupun yang datang dari luar Kalimantan.

RIWAYAT BANJARBARU

Berawal dari keinginan Gubernur Kalimantan periode 1950-1953, Dr. Murdjani yang juga sebagai seorang dokter Kesehatan Masyarakat untuk mendapatkan tempat yang sesuai untuk ibukota Kalimantan. Hal tersebut dikarenakan Banjir yang melanda Kota Banjarmasin dan menggenangi Kantor Gubernur di tahun 1951. Menurutnya kota Banjarmasin sebagai Ibukota Kalimantan kurang cocok dijadikan pusat Pemerintahan karena dikelilingi rawa dan bernyamuk. Mesti ada lokasi pengganti Banjarmasin.

Lalu dicarilah lokasi yang pas, dan Gunung Apam menjadi solusi. Maka dimulailah pembangunan Kota Banjarbaru pada tahun 1953. Pembangunan kantor instansi dan perumahan didasarkan semata-mata atas kebijaksanaan Gubernur Kalimantan tanpa anggaran khusus.

Di tahun itu sekitar Gunung Apam KM 35 dari Banjarmasin (Banjarbaru sekarang), Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan mulai membangun komplek perumahan dan kantor-kantor pemerintahan. Pembangunan tersebut dimaksudkan untuk memindah ibukota Provinsi Kalimantan dari Banjarmasin ke kota yang baru, yaitu Banjarbaru. Perancang pembangunannya adalah Kepala Bagian Bangunan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan, DAW Van Der Pijl. Disebut Banjarbaru, karena Banjar yang baru. Rupanya nama ini melekat sampai sekarang.

Gagasan Dr. Murdjani untuk memindah Ibukota Kalimantan dari Banjarmasin ke Banjarbaru terus berlanjut meski kedudukannya sebagai Gubernur digantikan oleh Raden Temanggung Aryo Milono.

Kegiatan pembangunan terus berlangsung, serta upaya pemindahan ibukota Propinsi melalui surat Nomor: Des-1930-41 Tanggal 9 Juli 1954 kepada Menteri Dalam Negeri, mengusulkan Banjarbaru ditetapkan sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan.

Beberapa tahun kemudian, Kalimantan terpecah menjadi empat propinsi, DPRD Tingkat I Kalimantan Selatan membuat resolusi tanggal 10 Desember 1958 Nomor: 26.a./DPRD/1958, mendesak kepada Pemerintah pusat supaya dalam waktu segera menetapkan kota Banjarbaru sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

Usul tersebut agaknya belum mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat dengan alasan keterbatasan dana, keadaan Negara saat itu tidak stabil. Hampir setiap daerah ingin mengaklamasikan dirinya. Apalagi dengan adanya pemecahan Provinsi Kalimantan menjadi empat.

Walaupun demikian, status Banjarbaru yang hanya berwujud kampung ditingkatkan menjadi kecamatan dengan surat keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor: 10Pem.570-3-3 Tanggal 29 Mei 1959. Kecamatan Banjarbaru meliputi tujuh kampung, yaitu: Banjarbaru, Loktabat, Sei.Besar/Sei.Ulin, Guntung Payung, Landasan Ulin, Cempaka, dan Bangkal.

Tahun 1964 DPRD-GR Tingkat I Kalimantan Selatan menyusul lagi dengan resolusinya tanggal 27 Juli 1964 Nomor 18.a/DPRD-GR/KPT/1964, yang menuntut:

  1. Mendesak direalisasinya Banjarbaru sebagai Ibukota Kalimantan Selatan;
  2. Memberi wewenang kepada Gubernur Kepala Daerah Kalimantan Selatan untuk membentuk Panitia khusus yang bertugas mengumpulkan bahan-bahan untuk meningkatkan Kecamatan Banjarbaru menjadi Daerah tingkat II/Kotapraja.

Selain itu, DPRD-GR Tingkat II Banjar membuat Resolusi yang sama pula dengan surat Nomor: 58/DPRD-GR/Res/1965. Menteri Dalam Negeri (DR. Soemarno) tanggal 20 Juni 1965 meninjau langsung keadaan Banjarbaru. Para prinsipnya Menteri Dalam Negeri menyetujui Kecamatan Banjarbarusebagai Ibukota Propinsi sekaligus sebagai Kotamadya Daerah Tingkat II. Langkah-langkah persiapan agar Banjarbaru menjadi Kotamadya Tingkat II terus berjalan.

Setahun kemudian, Gubernur mengeluarkan surat keputusan Nomor: 58/I/1-101-110 membentuk kantor persiapan Kotamadya Banjarbaru yang diresmikan pada Tanggal 26 Mei 1966. Sebagai Pejabat Kepala Kantor Persiapan diangkat Baharuddin, BA yang merangkap sebagai Camat Banjarbaru  kala itu.

Dalam situasi yang demikian, masyarakat Banjarbaru juga tidak mau ketinggalan menyampaikan aspirasinya dengan membentuk Panitia Penuntut Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarbaru, sesuai surat Nomor; 01/PPKP/II/1967.

Facebook Comments