BAGAIMANAPUN juga, saya masih terpancang alias terobsesi kepada tema dari tajuk Pameran SBT ke-V kali ini: “Sampai Batas Tarung” terakhir. Suatu momentum yang bernuansa perpisahan terhadap pihak yang akan ditinggalkan.

Begitu tulis pelukis Misbach Tamrin di postingan facebooknya, Rabu (19/5/2024).

Seperti sebuah perpisahan yang akan dijelang, ada nada getir dalam tulisan itu. Tetapi, perpisahan adalah memang sebuah keniscayaan. Selain takdir, ada bermacam sebab sebuah perpisahan terjadi. Dan Misbach, dalam beberapa kali percakapan meyakinkan itu kepada saya, atau kepada sesiapa saja ia bicara.

“Pameran ini akan menjadi pameran terakhir SBT. Para tokohnya sudah banyak yang pergi, meninggal. Yang terakhir Djoko Pekik dan Amrus Natalsya. Hanya masih tersisa saya dan Gumelar. Sebelumnya ada Gultom, namun terakhir saya mendapat informasi kalau dia sudah wafat lima tahun lalu,” ujar Misbach saat ditemui di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (20/6/2024), di sela persiapan pameran.

Sedangkan Gumelar (81), sebutnya, kondisinya sekarang lebih banyak di pembaringan dan kursi roda. Karenanya, dalam pameran karya pelukis Sanggar Bumi Tarung (SBT) ke-5 yang berlangsung 21 Juni – 12 Juli 2024 hanya dirinya anggota SBT yang akan hadir.

“Sampai Batas Tarung” yang menjadi tajuk pameran ini pun sepertinya sengaja mengambil dari akronim SBT. Dan batas tarung itu juga dilakoni Misbach dengan melukis on the spot menjelang pameran.

Pelukis yang akan memasuki usia 84 tahun ini pun menuntaskan karyanya itu. Sejumlah wajah kawan dan sahabatnya di SBT ia abadikan dalam karyanya.

“Saya melukis layaknya memang, seperti wartawan mencatat berita suatu peristiwa dengan cepat-cepat dan tergesa-gesa,” ucapnya.

Misbach juga menambahkan narasi, bahwa wajah-wajah di lukisan itu adalah konfigurasi wajah-wajah tokoh seniman perupa yang mewakili keberadaan SBT. “Selaku generasi tua yang akan disudahi untuk tergantikan   Digambarkan dalam skala visual, buat akan tinggal hanya nama dalam sejarah,” katanya.

Karya Misbach Tamrin menggambarkan tokoh-tokoh Sanggar Bumi Tarung (SBT) yang turut dipamerkan. (foto: sandi)

Sementara latar belakang yang dilukis menyerupai jaringan jala yang ditebar secara estafet menurutnya adalah seorang tokoh figur pemuda petarung yang mewakili sebagai  pewaris dan penerus dari generasi muda.

“Di mana selanjutnya mereka akan merajut dan menyulam kembali pengalaman dari rekam jejak perjuangan para generasi tua yang telah terniscaya ‘pergi pulang’,” tambahnya.

Memang, dalam pameran SBT ini turut juga ditampilkan sejumlah karya pendamping dari sejumlah pelukis Jakarta, Yogyakarta, dan Banjarmasin-Banjarbaru.

Misbach menyebutkan, pameran terbagi dengan 2 grup, dalam satu tampilan pameran bersama. Pertama grup seniman perupa senior generasi tua dari SBT 1961, selaku komunitas yg kurang lebih setengah abad dilahirkan, dan kini akan mengakhiri kiprahnya, oleh karena hampir semua petarungnya telah wafat.

Sedangkan kedua, katanya, adalah grup para perupa generasi muda dari berbagai ragam varian senirupanya yang kaya dan meriah. Sebagai cermin kebebasan berekspresi di era globalisasi dari demokrasi liberal dari sistem kapitalisme sekarang ini

“Sebagai pendukung dan penghela keremajaan darah segar (fresh-blood) yang penuh gairah elan progresif, menapak, memacu dan menatap hari depan yang cerah. Sekaligus  untuk melanggengkan semangat juang yang tak pernah kunjung padam, demi perubahan dan pembaruan,” katanya.

Barangkali Misbach memang akan menjadi “petarung terakhir” dari Sanggar Bumi Tarung. Ia masih terlihat sehat dan kuat, terbukti mampu menjalani semua proses rencana pameran di Galnas yang akan dibuka oleh Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid.

Misbach berangkat dari Banjarmasin ke Yogyakarta, kemudian Jakarta. Ia memang didampingi sejumlah rekan seniman sebagai teman perjalanan. Barangkali ini juga adalah cerminan dari “Sampai Batas Tarung” seorang Misbach yang melakoni jalan hidupnya sebagai seorang pelukis.@