PAMERAN ” Balantak” di Taman Budaya Prov Kalsel, Banjarmasin, kiranya bisa menjadi satu gambaran bagaimana regenerasi pelukis di Kalsel. Dari 80 lebih karya yang dipamerkan, terdapat sejumlah karya pelukis muda, yang secara kualitas cukup menjanjikan.
Dibuka sejak 31 Juli dan berlangsung sampai 9 Agustus 2024, pameran yang digelar Bias Borneo #3 Ikatan Pelukis Kalimantan Selatan (IPKS) ini terasa agak lain dari dua pameran pada tahun-tahun sebelumnya. Kali ini, karya anak-anak muda terasa sekali mewarnai. Meski jumlahnya tidak lebih dari sepuluh karya dari keseluruhan yang dipamerkan.
Menariknya lagi, karya-karya anak muda ini tampak sangat berbeda dari para seniornya. Karya mereka umumnya berwarna cerah dan bergaya pop art. Hanya sedikit dari mereka menghadirkan karya bergaya realis semisal pemandangan atau objek manusia dan lainnya.
Contoh, karya Nizar Aulia Rahman berjudul “Terlalu Mencintai” (60×80 cm, acrylic on canvas), yang menampilkan lukisan cukup simpel, yakni sebentuk “kepala” berupa balon kuning bermata dua titik hitam yang bagian bawahnya berpilin, entah tangan atau bagian dari balon seperti yang biasa dijual untuk anak-anak.
Lukisan ini dapat dimaknai selayaknya memang balon mainan, dan ketika dibeli itu adalah bentuk kasih sayang kepada anak. Atau, boleh jadi pilinan merah yang banyak itu adalah sebentuk dekapan yang bermakna saking “terlalu mencintai” seperti judulnya.

Karya anak muda lainnya yang menarik berjudul “Sasirangan The Traditional” (50×80 cm, acrylic on canvas). Lukisan hitam putih karya Dimas F. Habibi ini menampilkan sosok karakter kekinian berkepala dan bermata besar, berlatar gunung dan alam pedesaan, disertai ornamen pesawat piring terbang, bintang-bintang, dan “ghost” atau ubur-ubur? Tak ada motif sasirangan sama sekali. Adakah ia hendak mengatakan, bahwa sasirangan adalah hal tradisional yang pada era terkini sudah tak (hendak) dikenali generasi muda lagi?
Pelukis muda Felisha yang cukup sering ikut berpameran kali ini menampilkan karya yang cukup menggugah. Seperti biasa, ia menghadirkan karakter bocah kekinian yang lucu, namun tidak lagi dalam intensitas atau ukuran besar, namun tetap menjadi point of view dengan duduj di atas punggung seekor kerbau di tengah persawahan.

“Sapuan kuasnya sangat lembut, bahkan kita seolah bisa merasakan embusan angin pada rambut bocah ini,” ujar Hajriansyah, pelukis yang juga Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin, Sabtu (3/8/2024), di ruang pameran.
Hajri mengaku senang dan mengapresiasi banyaknya anak muda ikut dalam pameran kali ini. “Beberapa dari mereka sudah ada yang saya kenal. Ada yang terus berkembang, ada juga yang terasa masih stagnan,” ucapnya, yang pada siang itu diminta juga untuk berbicara pada sesi diskusi karya.

Sementara Muslim Anang Abdullah, Ketua IPKS yang juga pelaksana pameran mengatakan, bahwa untuk menghasilkan karya yang baik memerlukan proses yang tidak instan. “Seperti judul pameran, harus ‘balantak’, dan begitulah harapan kita pada pelukis -pelukis muda ini,” ujarnya.
Misbach Tamrin, maestro lukis Kalsel yang juga turut memberikan pandangannya kepada sejumlah karya mengingatkan bahwa hasil bukanlah tujuan utama, namun harus menjalani setiap prosesnya. Selain itu, ia juga mendorong agar pelukis juga menulis.
“Penting bagi pelukis untuk juga bisa menulis. Agar ia bisa menceritakan gagasan, proses berkarya, dan karyanya itu sendiri,” ucap Misbach, yang beberapa waktu lalu diluncurkan buku biografi dan film dokumenter dirinya oleh Akademi Bangku Panjang Mingguraya, Banjarbaru.
Selain diskusi karya, di ruang pameran juga digelar melukis bersama di tempat atau OTS (on the spot) yang diikuti sebagian besar anak-anak muda. Dan, sekali lagi, hal inj menunjukkan hadirnya generasi-generasi pelukis muda Banjar, yang kelak di antaranya bisa saja mampu tampil di pentas dunia lukis nasional bahkan internasional. Ya, siapa tahu.@