PAMERAN seni rupa “Arus: Kiambang Bertaut'” di Kampung Ketupat, sebuah wahana rekreasi dan wisata kuliner baru di Kota Banjarmasin, tampaknya akan menjadi satu momentum penting bagi seni rupa Kalsel ke depan.
Betapa tidak, di hari pembukaan pameran, Jumat (14/7/2023) sudah ada lima lukisan yang terjual (sold). Menariknya, para pembelinya tidak berasal dari banua, melainkan Yogyakarta. Bukan sembarang, mereka memang penikmat dan kolektor lukisan. Salah satunya penyanyi Denny Caknan.
“Saya cukup terkejut dengan karya para pelukis Kalsel. Ada banyak yang istimewa, tidak kalahlah dengan karya pelukis di luar seperti Yogya,” ujar Novizul, kolektor lukisan asal Yogyakarta.
Pria berkacamata ini masih muda, dan ia kebetulan salah satu investor Kampung Ketupat. Kendati penyuka dan kolektor lukisan bergaya abstrak, namun ia tak bisa menahan diri untuk memiliki lukisan bergaya realis karya Rokhyat berjudul “Cahaya Kemewahan” (cat akrilik/kanvas, ukuran 50×140 cm,2022), yang menggambarkan seekor arwana keemasan yang pada sisik-sisik tengahnya terdapat tulisan kaligrafi Muhammad, dengan latar khas gaya Rokhyat yang tampak magis berwarna coklat tua dengan denyar cahaya hijau dan kebiruan serta coretan yang sekilas mengingatkan kita pada relief di dinding gua.

“Saya sebenarnya menyukai lukisan abstrak. Baru kali ini saya membeli lukisan realis, karena lukisan itu sangat mengesankan,” ucap Zul.
Ia mengaku sebenarnya sempat tertarik dengan sebuah lukisan abstrak di pameran itu. “Sayangnya ukurannya kecil. Saya suka lukisan abstrak ukuran besar,” tambahnya.
Maryanto, lelaki muda konsultan Kampung Ketupat, adalah penyuka dan kolektor lukisan dari Yogya yang juga membeli lukisan di Pameran “Arus” Kampung Ketupat. Pilihannya jatuh pada sebuah lukisan tiga anak kecil telanjang di sungai pegunungan Meratus bergaya impresionisme berjudul “(meng)Alami” (40×60 cm) karya Sandi Firly.
Ia sempat mengajak Sandi Firly berfoto dengan lukisan itu. Kendati Sandi menceritakan tentang lukisan yang berdasarkan pengalamannya saat ke Loksado pada tahun 1999, ternyata Maryanto mempunyai tafsir sendiri.
“Iya, itu cerita kamu terhadap lukisanmu ini. Namun saya punya tafsir sendiri,” ucap Maryanto tersenyum penuh makna. Tetapi ia tak mau mengatakan tafsir apa yang ia tangkap dari lukisan itu.

Seperti disebut di awal, salah satu pembeli lukisan lainnya adalah Denny Caknan. Penyanyi dan pencipta lagu asal Ngawi yang namanya terkenal dan viral lewat lagu “Los Dol” dan “Kartonyono Medot Janji” ini memilih lukisan berjudul “Pasar Terapung #2” karya Akhmad Noor.
Meski bergaya realis, namun lukisan berukuran cukup besar (110×140 cm) ini tidak menampilkan wajah pasar terapung dalam bentuk yang jamak kita lihat pada lukisan realis pasar terapung umumnya. Amat–begitu pelukis ini disapa, menambahkan ornamen yang disengaja untuk menghilangkan kesan kebanalan pada objek.
“Lukisan kertas warna biru tua yang menutupi beberapa bagian dari objek pasar terapung itu saya tambahkan ketika melukis saya tetiba melihat warna cat rumah saya yang terkelupas,” ujar Amat.

Yang juga merasakan “panen” dari pameran ini yakni pelukis Innasya Tania. Karyanya berjudul “Alur Sungai Martapura” berhasil memikat pengusaha asal Yogya, Hendry, yang kemudian membeli lukisan itu.
Lukisan gabungan tiga kanvas (120×60 cm) bergaya semi abstrak karya Tania ini menarik dari sudut PoV (Point of View); liukan sungai yang didominasi warna hijau kuning ditangkap dengan mata elang, lengkap dengan jukung dan orang di atasnya yang hanya tampak “tanggui” penutup kepala.
Hendry sendiri menilai ada banyak lukisan yang bagus. “Saya baru pertama ke Banjarmasin. Melihat pameran ini, ada banyak karya yang bagus. Saya berharap nantinya pameran lukisan semacam ini terus diadakan,” ucap pria ramah yang rambutnya telah keperakan ini.
Karya lainnya yang juga terjual lukisan “Takdir Lebih Indah” (120×120 cm) milik Badri. Dengan warna-warni pastel nan teduh, Badri memerangkap jukung dan setangkai bunga dalam balok es. Barangkali Badri ingin mengabadikan keindahan dari dua objek itu, kendati balok es itu bisa mencair? Infonya, lukisan ini dibeli Walikota Banjarmasin Ibnu Sina.
Lukisan-lukisan yang terjualnya itu di kisaran harga Rp1,7 juta hingga Rp15 juta.
Sementara pelukis lainnya yang juga ikut berpameran yakni Muslim Anang, Nanang M Yus, Aswin Noor, Cahyo Purwadi, Daniel Lie, Disik Agus, Hajriansyah, M Syahriel, Syam Indra Pratama, Zainuddin Alat, Dhea Qistina, dan Ahmad Syahrani.
Di tempat yang sama di bangunan Rumah Banjar itu juga dipamerkan karya fotografi karya Fathur Rachmy, Hayyun Tahura, Aulia Rahman, Muda Sagala, dan Muhammad Maulani yang salah satu karyanya dengan objek Kampung Ketupat juga terjual.

Kampung Ketupat: Ikon Baru Banjarmasin
Terletak di pinggiran Sungai Martapura siring kota, Kampung Ketupat tak ayal akan menjadi ikon baru Kota Banjarmasin. Dari seberang sungai di dekat Jembatan Dewi, kita dapat melihat bangunan mencolok mirip tiga kubus berdempetan berwarna kuning– terbuat dari bambu kering.
Itulah atap dari ruang utama Kampung Ketupat, Area Amfiteater, tempat berbagai pertujukan seni budaya akan rutin digelar Di dalam kawasan itu terdapat pula wahana rekreasi untuk keluarga dilengkapi kedai-kedai aneka makanan dan minuman. Meja dan kursi ditata di ruang terbuka di keteduhan pohon ketapang kencana.
Kampung Ketupat yang dikelola oleh pihak swasta dengan sistem sewa lahan kepada Pemko Banjarmasin ini tak semata dimaksudkan bisnis.
“Kami ingin Kampung Ketupat juga menjadi wadah bagi para seniman dan komunitas kreatif,” ujar Popo, salah satu pengelola Kampung Ketupat.
Makanya, lanjut Popo, pada pembukaan ini digelar pameran seni rupa. Termasuk juga ada pembacaan puisi, musik, dan penampilan kesenian tradisional Banjar.
Terkait pameran lukisan yang berlangsung sampai 28 Juli, Popo menjelaskan, bahwa mereka mengundang para penyuka dan kolektor lukisan dari Yogya seperti Hendry dan penyanyi Denny Caknan untuk datang.
“Ternyata mereka suka dan membeli. Mereka menilai karya pelukis Kalsel tak kalah dengan karya perupa di Jawa,” sebut Popo.
Melihat apresiasi yang baik ini, Popo menyatakan nanti akan digelar kembali pameran secara berkala tiap tahunnya. “Dan ini juga atas bantuan kerjasama dengan kawan-kawan seniman di sini seperti Hajri dan Farid,” katanya.
Hajriansyah dan Farid Fadillah dilibatkan oleh manajemen Kampung Ketupat untuk mengorganisir seniman dalam penampilan, termasuk berpameran.
Hajri yang Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin menjadi kurator pameran sekaligus juga memberikan pengantar pada acara pembukaan bersama Abid dari Manajemen Kampung Ketupat.
Dari sekian pameran, kali ini ada nada optimis dari Hajri melihat apreasiasi dan pembelian karya.
“Dan perlu diketahui, mereka yang membeli lukisan itu masih muda-muda dan sebenarnya tidaklah kaya-kaya amat, tetapi mereka bisa dan mampu mengapresiasi karya kawan-kawan seniman lukis kita,” ucap Hajri.
Tentu kita tahu, dalam ucapannya itu sebenarnya Hajri seperti hendak mempertanyakan; “bukankah di banua ini ada banyak orang berduit, tapi mengapa minim kepekaan untuk mengapresiasi karya pelukis di banuanya sendiri?” Begitu, kiranya.@