SEBAGAI suatu identitas, bahasa Banjar akan menjalani pertarungan yang tak terelakkan dengan adanya IKN (Ibu Kota Nusantara) di wilayah Kalimantan Timur.

“Seperti kita tahu, Bahasa Banjar menjadi bahasa utama sehari-hari di Kalimantan. Nah, dengan berpindahnya ibu kota ke Kaltim, tentunya nanti akan terjadi pertarungan bahasa, antara bahasa Jakarta dengan bahasa Banjar, antara ‘elo-gue’ dengan ‘unda-nyawa’ misalnya,” ujar Noorhalis Majid dalam Lokakarya “BASAibu: Mengembangkan Pribadi Pemuda Identitas Budaya dan Sosialisasi”, Selasa (30/4/2024), di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan.

Karenanya penulis buku peribahasa Banjar ini menekankan pentingnya generasi muda Banjar untuk mempertahankan bahasa ibunya.

Kegiatan lokakarya yang digelar Basakalimantan Wiki bekerjasama dengan Balai Bahasa Prov Kalsel dengan moderator Rina Faradilla dari Perpustakaan Banjarbaru ini menurutnya menjadi sangat penting. Dengan melibatkan para pemuda dan pelajar sebagai peserta, diharapkan bahasa Banjar tetap bisa bertahan dan lestari di tengah pertarungan bahasa, tak terkecuali melalui media sosial.

“Jadi sangat penting  anak-anak muda tetap berbahasa Banjar dan mempertahankannya di tengah gempuran beragam bahasa dalam medsos kita, termasuk bahasa asing,” kata Majid.

Terkait karakteristik orang Banjar, Majid mengingatkan agar lebih sering menonjolkan kosa kata positif. Seperti kosa kata ‘tugul’ (tekun) dan ‘pengoler’ (pemalas), maka disarankan agar kata ‘tugul’ lebih diaktifkan penggunaannya agar ia bisa benar-benar menjadi cerminan karakteristik orang Banjar.

“Bagaimanapun, kata itu bisa jadi doa dan keyakinan. Misal, apabila kita yakin hantu itu ada, maka ia ada, dan sebaliknya bila tak yakin ada maka tidak ada. Begitupula bila kita yakin orang Banjar itu ‘tugul’, ulet, maka itu akan membentuk karakter orang Banjar,” ucap penulis buku Balaki Muntung ini.