DIGELAR dua hari, Senin-Selasa (30 Sept – 1 Okt), Prakongres Kebudayaan Kalimantan Selatan yang ditaja Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIII Kaltengsel di Novotel, Banjarbaru, menghasilkan sejumlah rumusan dari persoalan kebudayaan.
Dari hasil diskusi yang dibagi dalam empat kelompok, ada beberapa kesamaan permasalahan. Di antaranya; masih minimnya pendataan (database) budaya setempat, pendanaan yang terbatas, kurangnya penghargaan terhadap pelaku atau pelestari budaya, serta masih lemahnya pemahaman masyarakat terhadap budaya itu sendiri.
Identifikasi serta rumusan itu disampakan masing-masing perwakilan, kelompok 1 oleh Masdulhak Hadi (Tabalong, Balangan, HSU), kelompok 2 oleh Nailiya Nikmah (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar), kelompok 3 Ms Arif (Tapin, HSS, HST), dan kelompok 4 oleh Puja Mandela (Tanah Bumbu, Kotabaru, Tanah Laut).
“Terkait pembiayaan, perlu kiranya diusulkan solusi dana abadi kebudayaan, terutama pada tingkat provinsi,” ujar Nailiya Nikmah menyampaikan hasil dari diskusi kelompoknya.
Namun rupanya hal itu dinilai Puja Mandela bukan solusi utama persoalan budaya. “Ada atau tidak ada, dana ini juga kerap menjadi persoalan. Kalaupun ada dana besar, saya yakin itu bukannya menjadi kemudahan tetapi justru jadi perebutan dan kekacauan,” kata Puja Mandela setelah selang waktu penyampaian kelompok lainnya.
Sayangnya, karena keterbatasan waktu, beragam permasalahan yang disampaikan pada hari kedua itu tidak didiskusikan lebih lanjut. Kendati memang, masing-masing juga telah memberikan catatan solusi beserta aksi untuk menyikapi persoalan.
Sebelumnya, pada saat pembukaan mantan Kepala BPK Wilayah XIII Kaltengsel, Muslimin AR Effendi mengatakan, bahwa Prakongres Kebudayaan terlaksana setelah ia melakukan diskusi dengan pegiat kebudayaan.
“Saya berdiskusi dengan Noorhalis Majid dan Hajriansyah dalam persiapan Prakongres Kebudayaan ini. Jadi, dari kegiatan ini diharapkan nanti didapat apa hasil dari identifikasi masalah beserta rumusan mengenai solusi dan aksi yang dilakukan terhadap persoalan kebudayaan kita,” ujar Muslimin yang sejak September 2024 ini kembali mengajar di Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sementara Pahadi, Kasubag BPK Wilayah XIII Kaltengsel yang membuka acara menyampaikan, dari identifikasi serta solusi yang dihasilkan dapat ditindaklanjuti untuk kemajuan kebudayaan. “Identifikasi serta solusi ini mesti menyeluruh, dari hulu hingga ke hilirnya,” ujarnya.