Perempuan Dewasa

Semesta menggulirkan waktu menyenjakan dia
Perempuan dewasa yang mencemaskan dirinya
Apakah akan bersanding demikian adanya
Dengan laki-laki pujaannya
Ataukah kematian lebih dulu merogoh nyawanya

Yogyakarta, 2018


Perempuan yang Bercahaya

Sepersekian detik pun berharga baginya
Sebab hidup ialah jalan baginya
Menempuh keabadian sesungguhnya
Sebelum sakit menggerogotinya
Ia telah bersiap dengan tameng imannya
Mulutnya berbusa dengan kalimat tauhid
Bak pohon di musim hujan
Yang selalu teduh dengan rindangnya dedaunan
Meneduhkan kerisauan para pejalan
Bukan pohon di musim kemarau
Bukan daun kering yang berserak tak karuan
Bukan, ia bercahaya

Yogyakarta, 2018


Cakap Tanpa Cukup

Sebuah perbincangan hangat sering kita lalui bersama
Dengan ribuan hektar hutan membentang sebagai jarak
Dengan luasnya lautan yang tiada berkesudahan sebagai tanda
Dengan hati yang senantiasa berdizikir sebab bisa saja kita saling tergelincir

Sebuah perbincangan hangat sering kita lalui bersama
Meski setelah sekian parah lelahmu
Berjibaku dengan liarnya api dan kepulan asap
Meski dalam keadaan sedihmu
Ternyata siang serupa malam

Sebuah perbincangan hangat sering kita lalui bersama
Dengan kecemasanku yang sering mengungguli
Bagaimana percakapan ini kupertanggungjawabkan padaNya
Dengan kekhawatiranku pada hidupmu
Bagaimana jika istrimu tahu?

Perbincangan-perbincangan hangat sering kita lalui bersama
Pertemuan pikiranlah yang menyatukannya
Dan raga tetap di posisinya terbentang dan terlentang
Perbincangan-perbincangan hangat akan sering kita lalui bersama
Di mana Surga sebagai tempat pertemuan pertama kita

Yogyakarta, 2018


Menjaga ke-Ada-anmu

dan hujan ialah pertanda
bahwa kau akan senantiasa bertamu
bertemu denganku satu menit lebih lama
serupa lamanya rintik
yang menggelitik kening
kenang masa silam
menggoyangkan daun pintu rumahku
meski tanpanyapun
tiap hari selalu kubuka untukmu
ya, pasti
dan kau akan kupersilakan masuk
menggenangi rumahku lalu
kau kecup aku dengan kecupan dingin
kusediakan untukmu kopi
seperti yang kau sukai
supaya kau tak lekas pergi
ku buatkan kopi lagi
tak peduli perutmu penuh terisi
kopi sepuluh gelas seruputan inci
tadinya penuh terisi
perlahan kau habisi
sayang, kau akan tetap pergi

Kulonprogo, 2018

Artikel sebelumnyaNASRUDDIN MENGINTIP KE DALAM DUNIA GAIB
Artikel berikutnyaWUJUDKAN MIMPI LAMA YANG BELUM PERNAH DILAKUKAN PENYAIR KALSEL
Wahyu We
Perempuan ini bernama Wahyu We, lahir pada 30 Desember 1995 dan diberi nama Wahyu Widiyawati oleh orangtuanya. Ia tinggal di dekat pesisir pantai selatan, tepatnya di Pedukuhan 9 Jalan, Banaran, Galur, Kulonprogo, DIY. Ia telah menamatkan identitasnya sebagai seorang pelajar di SMA N 1 Lendah. Detik ini sedang bergelut dengan Tugas Akhir atau Skripsi di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Hobinya ialah membaca, menulis, dan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan seni seperti misalnya seni lukis, seni tarik suara, dan seni mencintainya dalam imaji. Ia pernah menjuarai lomba cipta puisi dalam memperingati Hari Pendidikan yang diadakan oleh Buletin Himpka, menjuarai lomba baca puisi tingkat Universitas di kampusnya, beberapa puisinya juga bisa dijumpai di web pura-pura penyair, dan satu lagi karya cerpennya pernah masuk dalam 20 besar karya terbaik ICF UNDIP.