Risalah Nama Jalan

Aku sering keliru menulis namamu dan nama jalan di depan rumahmu
Memang aku pernah berharap namamu diabadikan jadi nama jalan baru
Bukan nama jalan berlubang yang ada di depan rumahmu

“Pakai cat warna merah, ya.” Katamu tentang plang jalan
yang nanti bertuliskan namamu.
“Pakai huruf Times New Roman. Jangan lupa.”
Sebelum sempat kau sebutkan ukuran hurufnya,
kau pergi. Beberapa bulan kemudian,
aku mendengar, ada jalan menggunakan namamu,
tetapi bukan di negerimu, apalagi di depan rumahmu.

Jalan di depan rumahmu sudah mulus,
kamu tak pernah pulang lagi.
Kau seperti murid yang sudah lulus,
tapi tak pernah jadi alumni, apalagi datang ke reuni.

Agustus 2021

Risalah Jalan Buntu

embun yang menggantung pagi itu masih kekal dalam ingatan
peluh yang mengurung siang itu rasanya baru kering di badan
tiba-tiba parasmu mengepung sore itu, menggesa keluarnya jawaban
pelan-pelan lampu mengusung malam itu, menerbitkan jeda untuk tiap pertanyaan
boleh saja. memejamkan mata setelah menentang ke segala penjuru
boleh saja. menyumbat telinga setelah mendengarkan suara-suara menderu
boleh saja. menutupkan hidung setelah membaui aroma yang saru
boleh saja. menggigit lidah setelah melewatkan rasa yang baru

September 2021

Risalah Tanjakan
: untuk Yeye di Jatinangor

selain harapan, beban yang berat adalah kenangan
keduanya bersembunyi di dada dan berpelukan di kaki

aku pernah meyakinkan engkau: pada masanya akan ada tanjakan
yang kita tempuh sembari bernyanyi dan berkait jemari
tak lupa kita menggerakkan asa: pada lanjutannya akan ada turunan
yang membuat kita mampu membusungkan dada sambil berlari
selain harapan, beban yang berat adalah kenangan
keduanya bersembunyi di dada dan berpelukan di kaki
karena menemanimu, kaki kita merejah ke segala arah
hati kita yang satu merapah semua kisah
karena mencintaimu, nyali menjadi nyala

“Sebab dada ini,” bisikmu, “tak minta dihela tetapi dibela.”

 September 2021

 

**Ilustrasi adalah lukisan karya Muslim Anang Abdullah