HAKIM Konstitusi Arief Hidayat selaku Ketua Panel 3 menyebut dalil kuasa hukum Pemohon sengketa Pilkada Banjarbaru sangat menarik.

“Sangat menarik sekali dalil yang disampaikan Prof Denny; nggak usah banyak-banyak yang milih, cukup satu saja sudah memenangkan Pilkada. Itu menarik sekali ya..,” ujar Hakim Konstitusi Arief dalam Sidang Pendahuluan sengketa Pilwali Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (9/1).

Sebelumnya tim hukum Banjarbaru Hanyar, Prof Denny Indrayana, dengan nomor perkara 06/PHPU.WAKO-XXII/2025, atas nama Pemohon yakni Udiansyah dan Abdul Karim, menyampaikan bahwa Pilwali Banjarbaru 2024 menjadi problematik karena satu esensi harusnya ada kolom kosong tidak diselesaikan.

Dikatakan, bila mengikuti alur berpikir Termohon (KPU Kota Banjarbaru), maka paslon 01 meskipun hanya mendapat satu suara, maka menjadi pemenang Pilkada, sebab suara yang lain tidak sah.

“Menurut pandangan kami, satu esensi yang tidak selesai adalah harusnya melawan kolom kosong, dan itu tidak dijelaskan oleh KPU sehingga menjadi problematik semuanya,” jelas mantan Wamenkumham di era Presiden SBY ini.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat memimpin Sidang Pendahuluan Sengketa Pilkada Banjarbaru 2024, di Mahkamah Konstitusi, Kamis (9/1/2025).

Itulah yang membuat Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan sengketa Pilkada Banjarbaru menjadi sangat menarik. Untuk itu ia meminta Termohon (KPU Banjarbaru) menjelaskan hal tersebut. “Itu nanti direaksi oleh KPU. Juga bisa secara teoritik, Bawaslu keterangannya bagaimana, dan pihak lainnya dari sisi akademik menjelaskan,” ujarnya.

Selain itu, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, juga diminta untuk menjelaskan kebijakan yang diambil terkait keputusan mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2, Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, sementara gambar paslon tersebut masih ada di surat suara saat pencoblosan.

”Pertanyaan saya yang nanti perlu dielaborasi lebih jauh oleh KPU, dipahami tidak apa dampak ketika di surat suara itu masih muncul gambar dari pasangan calon yang di-dis itu. Tolong nanti diuraikan soal-soal itu, biar kita bisa mendapatkan secara terang apa yang menjadi latar belakang seluruhnya,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menanyakan tentang surat suara setelah paslon Aditya-Said didiskualifikasi. “Apakah tidak memungkinkan mencetak kertas suara yang baru. Kalau memang ada aturan KPU yang tidak memungkinkan, tolong jelaskan, terkait batas waktu,” katanya.

Ada empat pemohon sengketa Pilkada di Kota Banjarbaru. Sidang pertama ini berisikan pemeriksaan pendahuluan dengan nomor register 05, 06, 07, dan 09/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Seluruh pihak terkait termasuk pemohon dan termohon terlihat hadir di ruang sidang.

Mereka mengajukan gugatan dengan dalil yang tidak jauh berbeda yakni KPU Kota Banjarbaru dianggap melanggar hak konstitusi masyarakat dalam memilih.

Dalam petitumnya, Denny meminta MK untuk mengulang Pilkada Banjarbaru pada 2025 dengan mengulang seluruh tahapan dan memerintahkan kepada KPU RI untuk mengambil alih penyelenggaraan pemilihan ulang wali kota dan wakil wali kota Banjarbaru tahun 2025, dengan mengulang seluruh tahapan pemilihan wali kota dan wakil wali kota Banjarbaru.

Fitrul Uyun Sadewa (kanan) dan Dhieno Yudhistira (kiri), kuasa hukum Pemohon dari Akademi Bangku Panjang Mingguraya, Banjarbaru.
Said Abdullah (kiri) dan kuasa hukumnya.

Pemohon lainnya adalah Hamdan Eko Benyamine, Hudan Nur, Zepi Al Ayubi, dan Sandi Firly sebagai warga Kota Banjarbaru yang tergabung dalam Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya dengan Nomor Perkara 07/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Dalam pokok permohonannya, Pemohon menilai KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) karena tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara. KPU Kota Banjarbaru dinilai sengaja mengabaikan Pasal 54C Ayat 2 UU Pilkada yang menyatakan, “Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong tidak bergambar.”

Tak hadirnya kolom kosong dalam surat suara, didalilkan Pemohon dimulai ketika KPU Provinsi Kalimantan Selatan berlandaskan Keputusan KPU Nomor 174 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang ditetapkan 23 November 2024. Intruksi tersebut yang kemudian diikuti oleh KPU Kota Banjarbaru dipandang sebagai pelanggaran secara terstruktur.

“Nyatanya Termohon seolah diam dan melegalkan kecurangan tersebut, sehingga pada saat pemilihan hanya 50 persen masyarakat yang datang ke TPS untuk melakukan hak pilih mereka dan hasilnya pilkada tahun ini dimenangkan oleh surat suara tidak sah,” ujar Fitrul Uyun Sadewa, Kuasa Hukum Pemohon.

Terkait pelanggaran secara sistematis, Pemohon melihat adanya upaya yang cenderung bertujuan untuk memenangkan satu pasangan calon tertentu. Upaya tersebut dimulai dari proses pendaftaran pasangan calon (27-29 Agustus 2024), pendiskualifikasian Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah (31 Oktober 2024), hingga tak dilakukannya cetak ulang surat suara yang berdampak kolom gambar pasangan calon nomor urut 2 yang tercoblos dianggap suara tidak sah.

Terakhir adalah masifnya pelanggaran terkait pembiaran KPU Kota Banjarbaru yang tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara di 403 tempat pemungutan suara (TPS), tersebar di lima kecamatan dan 20 kelurahan. Hal tersebut tentu inkonstitusional, karena bertentangan dengan Pasal 54D UU Pilkada, “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada pemilihan 1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah”.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 tertanggal 2 Desember 2024. Selanjutnya, menetapkan perolehan suara dengan Lisa Halaby-Wartono (36.135 suara) dan kolom kosong (78.736 suara).

“Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarbaru untuk melaksanakan pemilihan ulang di Kota Banjarbaru pada tanggal 25 September 2025 dengan dimulai dari tahapan pendaftaran calon sebagaimana Pilkada yang dimenangkan oleh kolom kotak kosong,” ujar Fitrul.

Adapun pemohon lainnya adalah Muhamad Arifin dengan nomor registrasi 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025, dan terakhir dari Said Abdullah dengan nomor 07/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Sebelum perkara ini diajukan ke MK, suara tidak sah, yang mencoblos di kolom pasangan calon 2, lebih tinggi dibandingkan suara yang diperoleh pasangan calon nomor 1, Erna Lisa Halaby dan Wartono. Pasangan Lisa-Wartono meraih 36.135 suara atau sekitar 31,5 persen, sementara suara tidak sah mencapai 76.736 suara atau sekitar 68,5 persen.(mk/red)