-dari kacamata penghambaan-

AsyikAsyik.Com – Mo Salah dan Final Liga Champions memang sudah dingin dibicarakan. Tapi mumpung belum basi, tak ada salahnya bila dipanasi. Sebab, selalu ada “rasa” yang tak bisa ditinggalkan dalam sebuah sajian lezat. Begitu pula dengan Mo Salah dan momentum Final Liga Champions di pertengahan tahun 2018 kemarin.

Kala itu, nama Mo Salah memikat hati banyak orang. Tidak hanya oleh orang-orang kelahirannya (Mesir), dia juga disukai orang-orang di lingkungan barunya, Inggris. Bahkan, pecinta bola dunia.

Selain sebagai pemain sepak bola, Mo Salah dikenal dengan seorang dermawan yang kerap membagi-bagikan harta untuk orang yang tidak mampu di kampung kelahirannya, juga suka membagikan makanan di lingkungan barunya. Terlebih apabila dia mencetak gol dan membawa klubnya meraih kemenangan. Dia tidak saja sujud syukur di lapangan, tapi juga membagi-bagikan makanan selepas pertandingan.

Kedermawanan Mo Salah tersebut rupanya memberi tuah tersendiri bagi dirinya. Tuhan bermurah hati pada lelaki berambut ikal itu. Karirnya meroket dengan menjadi top skorer di liga bergengsi Inggris. Lebih dari itu, dia juga membawa klubnya –Liverpool- ke Final Liga Champions.

Mo Salah tentu telah mempersiapkan jauh hari pertandingan akbar itu. Baginya, bermain di final liga champions adalah sebuah impian yang terwujud. Apalagi jika berujung dengan kemenangan, maka sempurnalah impiannya. Lebih lagi yang menjadi lawan adalah Real Madrid, sang juara bertahan.

Merobohkan Real Madrid tentu sebuah prestasi yang akan membuat nama Mo Salah lebih diperhitungkan di jagad bola dunia. Dia bisa saja menjadi man of the match mengalahkan Cristiano Ronaldo yang berdiri di garis lawan -andai dia bermain cemerlang. Bahkan bukan tidak mungkin, dia bisa saja diperhitungkan sebagai kandidat pemain terbaik dunia.

Berhari-hari sebelum pertandingan, tentu saja, fokus pikirannya tertuju pada laga itu. Berulang kali dia membaca strategi lawan, menonton pertandingan mereka, mencari celah bagaimana menerobos masuk ke pertahanan lawan, dan membobol gawangnya.

 

Setiap waktunya disibukkan ingatan pertandingan itu. Kesehatan betul-betul dijaga dengan makanan bergizi di setiap harinya. Latihan fisik juga digenjot dengan penuh waspada, agar tak sampai cedera. Hingga dia menemukan rintangan kecil namun sangat menentukan bagi dirinya kemudian –andai dia menyadari itu-. Rintangan kecil itu adalah kewajibannya sebagai muslim untuk berpuasa di Bulan Ramadhan. Dan pertandingan dahsyat itu digelar di penghujung Ramadhan.

Menurut tim medis, puasa tentu saja membuat kesehatan Mo Salah kurang dari performa terbaiknya. Karenanya, Mo Salah dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam laga itu. Tentu saja, ada pergolakan batin bagi seorang muslim yang taat jika dihadapkan rintangan seperti itu.

Pada pergulatan batin antara impian dan iman, Mo Salah memilih tidak berpuasa demi laga itu. Mungkin, hal itu terlihat kecil bagi seorang Mo Salah. Apa yang dilakukannya merupakan dosa yang langsung berhubung antara dirinya dan Tuhannya. Tidak menyangkut orang lain. Meskipun pandangan itu sedikit keliru. Dia lupa bahwa dia telah menjadi public figure, dosanya telah “disaksikan” banyak orang, dan mungkin meruntuhkan banyak orang yang dulu tertarik dengan Islam karena dirinya.

Apa yang dilakukannya adalah pembangkangan terhadap perintah Tuhan. Kendati kemudian, dia masuk ke lapangan dengan ritual yang kerap dilakukannya, memanjatkan doa.

Apa yang terjadi kemudian?

Performa Mo Salah yang menurut tim medis akan berada di tingkat terbaiknya hanya berjalan beberapa menit pertandingan. Dia kemudian dijungkalkan oleh keadaan dan terpaksa digiring ke luar lapangan. Tulang bahunya retak dan dia keluar dengan deraian air mata. Ronaldo yang optimis akan dilampauinya ternyata menepuk punggungnya dengan pelan, membesarkan hatinya yang diliputi penyesalan.

Saat itu, Mo Salah mungkin menyesalkan cederanya, juga menyesalkan sisa pertandingan yang tidak bisa diperjuangkannya. Apalagi, setelah pertandingan itu tandas, dia harus menyaksikan klub yang dibelanya itu takluk dan mengakui kehebatan lawan.

Mo Salah pulang membawa dua kekalahan. Kekalahan karirnya, kekalahan imannya.

Andai dia membaca pesan sufi ternama -Syekh Ma’ruf al Karkhi RA- kemudian, maka itu cukup melecut hatinya untuk bertobat, meminta ampun atas kekeliruannya. Begini pesannya:

“Mengharap Surga tanpa amal perbuatan itu dosa, mengharap syafaat tanpa sebab berarti tertipu, dan mengharapkan rahmat dari siapa yang engkau tidak taati perintahnya berarti kebodohan.”

Dan, Mo Salah menagih upah dari pekerjaan yang tidak dipenuhinya. Dia sengaja tak berpuasa namun tetap meminta kemenangan pada Tuhannya. Pada titik itu, Mo Salah tak lebih dari manusia biasa, seperti kita, yang kerap melakukan dosa serupa: Menuntut gaji, tapi tak bekerja semestinya.

Membayangkan Mo Salah membaca tulisan ini dan memahaminya, mungkin dia akan menjawab, “Aku memang salah tak puasa, tapi masa aku harus mencari Tuhan lain –yang sejatinya tak ada- untuk meminta kemenangan.”

Iya juga ya. Maaf Om Salah, dibikin asyik aja Om.@