WALI KOTA Banjarbaru, H. M. Aditya Mufti Ariffin telah mencatatkan sejarah baru dalam prospek kenaikkan pertumbuhan ekonomi di era kepemimpinannya.
“Alhamdulillah, patut kita syukuri pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 kemarin menjadi angka pertumbuhan tertinggi yang pernah ada. Ini menjadi bukti bahwa geliat ekonomi di berbagai sektor usaha telah berjalan dengan baik,” kata Aditya pada Jumat (17/2/2022).
Sehingga, Wali Kota Banjarbaru mengaku bersyukur perekonomian di wilayahnya berada di posisi puncak setelah mengalami kondisi sulit akibat badai Covid-19. Menurutnya, ini merupakan kombinasi aktivitas masyarakat yang semakin menggeliat dan kebijakan Pemko Banjarbaru dalam mendorong aktivitas ekonomi, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.
“Terhitung sejak tahun 2020, pertumbuhan ekonomi di Kota Banjarbaru mengalami kenaikan yang luar biasa, sehingga dipandang dalam solidnya kinerja perekonomian tersebut menjadi angka pertumbuhan tertinggi yang tak pernah terjadi sebelumnya.”
data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi di Kota Banjarbaru telah sukses menembus 7,93 persen.
Ini merupakan angka pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak beralihnya status Banjarbaru dari Kota Administratif menjadi Kotamadya (Kota) pada tahun 1999. Kendati demikian, Aditya juga mengingatkan untuk tetap waspada dengan berbagai persoalan ke depanya.
Seiring adanya ancaman resesi global, dia menyebut seperti halnya yang saat ini sedang terjadi ialah inflasi pada harga komoditas bahan pokok.
“Pemko Banjarbaru berkomitmen menakhodai apapun persoalannya ke depan dengan kebijakan yang tepat sasaran. Seperti halnya kenaikan harga komoditas bahan pokok saat ini, kita upayakan melalui operasi pasar murah di 5 Kecamatan dan pembagian beras di tiap kelurahan,” lugas Wali Kota Banjarbaru.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengendalian Daerah (Bappeda) Kota Banjarbaru, Kanafi, merincikan sektor-sektor yang mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Kota Banjarbaru sepanjang tahun 2022.
“Tingginya pertumbuhan ekonomi di Banjarbaru terbesar disumbang dari sektor perhubungan dalam hal ini kita memiliki bandara internasional. Kemudian perdagangan dan jasa yang artinya usaha masyarakat kita tahun lalu sangat menggeliat. Ini sangat luar biasa,” katanya.
Multiplier effect atas status luar biasa itu telah merangsang sektor investasi di Banjarbaru meningkat pesat.
Pun diakui Kanafi dengan penetapan status Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang resmi disandang Kota Banjarbaru pada tahun 2022 tadi, menjadi salah satu faktornya. “Sektor investasi meningkat tahun 2022 tadi di angka 645 miliar. Itu merupakan efek dari pemindahan status ibu kota Kalsel ke Banjarbaru. Pertumbuhan ekonomi kita juga didongkat pusat pelayanan publik semakin membaik,” terang Kanafi.
Senada dengan komitmen Wali Kota Banjarbaru untuk menahkodai persoalan ihwal resesi global dan lainya, Kanafi memastikan Pemko Banjarbaru untuk menyusun strategi yang tetap. Program-program besutan sang Wali Kota, ucapnya juga menjadi amunisi yang tepat dalam mempersiapkan tantangan ke depannya.
“Apa yang disampaikan bapak Wali Kota itu benar dan kita memang harus waspada. Inflasi ada yang cukup tinggi, tapi Insya Allah itu bisa kita atasi. Program bapak Wali Kota yakni RT Mandiri juga menjadi salah satu langkah strategis. Melalui program itu telah lahir Urban Farming di berbagai wilayah dan menjadi lapangan usaha bagi masyarakat sekitar,” tuturnya.
Berdasarkan data histori sejak tercatatnya pertumbuhan ekonomi di Banjarbaru, faktanya tak pernah ada yang menembus angka 7 persen. Dimulai pada tahun 2001 – 2003 menilik data BPS RI yang hanya sebesar 5,31 persen, 4,66 persen dan 5,41 persen.
Kemudian, di tahun 2004 – 2005 mencatatkan angka pertumbuhan yang sama yakni 5,11 persen dan pada tahun 2016 di angka 5,63 persen. Di tahun 2007 – 2009 sebesar 5,66 persen, 5,83 persen dan 5,91 persen. Di tahun 2010 – 2012 sebesar 5,85 persen, 5,99 persen dan 6,54 persen.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2013 – 2015 yakni 5,96 persen, 6,86 persen dan 6,91 persen. Di tahun 2016 – 2018 sebesar 6,94 persen, 6,96 persen dan 6,90 persen. Hingga di tahun 2019 – 2021 yang sempat mengalami anjlok akibat pandemi Covid-19 yakni 6,85 persen, -1,83 persen dan 3,32 persen.@