ARTIS/selebriti itu mau datang baca puisi tersebab dibayar mahal, sementara para penyair di daerah nerima sekadar dan ucapan terima kasih atas partisipasinya!

Itu adalah bunyi status fesbuk penyair dahsyat Micky Hidayat, Jumat (12/10) sekitar pukul 20.41 Wita—yang kemudian dibanjiri komentar kawan-kawannya, dari mulai penyair asal daerah Banjar sampai penyair luar yang menasional. Rata-rata komentar mereka menunjukkan keprihatinan.

Sudah tahulah kita ke mana tembakan status itu. Seperti halnya Micky yang tidak menyebutkan sasaran tembakannya itu, maka kiranya dalam tulisan ini juga tidak perlu disebutkan rinciannya; acara apa, artisnya siapa, siapa penyelenggaranya, di kota mana, siapa aja yang terlibat, siapa pengarah acaranya, dll..dll. Artinya, anggap aja sudah tahu sama tahu. Kalau belum tahu, cari tahu—jangan cari tempe. Walau mungkin ada jua “kura-kura dalam parahu”.

Pastinya, status itu ditulis setelah yang bersangkutan (Micky Hidayat) terlibat dalam acara yang belum berapa lama berlangsung, dan menjadi salah satu penyair yang diundang/diminta membacakan puisi di sana—dan tersebab (kata yang sering dipakai Micky) itulah ia mengetahui bayarannya yang jomplang dengan artis yang diundang khususan.

Mengapa seorang Micky sampai menuliskan status seperti itu? Pertanyaan ini sebagian telah dijawab penyair itu menanggapi komentar di status fesbuknya. Jelas ada nada kekecewaan di sana. Coba simak salah satu jawabannya ini:

Tersebab sang artis dianggap lebih hebat ketimbang penyair daerah. Nyatanya, performa baca sajaknya tak hebat-hebat amat. Banyak pembaca puisi perempuan daerah yang lebih dahsyat.

Soni Farid Maulana, penyair asal Tasikmalaya, menyahuti:

Dikiranya para penyair itu bahagia bila diundang tanpa dikasih honor yang layak. Dikiranya artis baca sajak itu, akan mengangkat nama daerah itu? Tidak. Yang ngangkat nama itu sastrawan daerah. Siapa yang tidak mengenal penyair Hijaz Yamani.

Masih banyak lagi contoh ungkapan keprihatinan di kolom komentar itu.

Mengambil momen status Micky Hidayat ini jua, asyikasyik mencoba menyuarakan lebih lanjut problem yang sebenarnya sudah cukup lama menjadi garunuman sastrawan di warung kopi, bahwa; penghargaan terhadap sastrawan daerah/lokal (atau apapun istilahnya) selalu (masih) jauh lebih rendah dibanding penghargaan yang diberikan kepada sastrawan/artis dari luar daerah. Terutama ketika acara-acara yang digelar oleh pemerintah.