Beragam seni budaya Banjar akan ditampilkan dalam sebuah pertunjukan di Rumah Banjarsari dan Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta, pada pada tanggal 8, 9 dan 10 Oktober 2020, dengan tajuk “Habar Matan Banjar “.
Direktur Selasar Nusantara Rumah Banjarsari Zen Zulkarnain dalam rilisnya kepada asyikasyik.com menjelaskan, “Habar Matan Banjar ” merupakan program Selasar Nusantara #4. Program rutin Rumah Banjarsari yang dimaksudkan untuk mengenalkan ragam kekayaan budaya Nusantara sekaligus menjadi media dialog yang dinamis antar kebudayaan.
“Habar Matan Banjar artinya kabar atau cerita dari Banjar, Kalimantan Selatan,” tulisnya.
Sebelum program Selasar Nusantara #4, Habar Matan Banjar, berturut-turut hadir “Diru Papua”, “Minang Maimbau” dan “Titian Angin Timur” pada program Selasar Nusantara sebelumnya.
Bekerjasama dengan Sanggar Ading Bastari Barikin, “Habar Matan Banjar” akan menyuguhkan berbagai kebudayaan Banjar di Rumah Banjarsari dan Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta. Sebanyak 20 peserta mencoba menawarkan bentuk ekspresi kebudayaan yang hidup, dinamis dan kontekstual. Bukan sekedar pameran artefak kebudayaan masa lalu yang telah membeku
“Semua bentuk sajian yang ditampilkan hanya akan menghadirkan penonton terbatas melalui undangan dengan penerapan standart protokol kesehatan Covid-19,” jelasnya.
Sementara khalayak umum bisa menyaksikan melalui kanal youtube Rumah Banjarsari pada tanggal 8, 9 dan 10 Oktober 2020 mulai pukul 19.00 WIB, baik live streaming maupun dikemas melalui teknik liputan setiap harinya. Hal tersebut sekaligus sebagai upaya menjajal model penyelenggarakan acara atau festival kesenian di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini. Sekaligus berkampanye melatih kedisiplinan masyarakat menjalankan protokol kesehatan Covid-19 melalui jalan kebudayaan.
Selain itu, setiap hari selama tiga hari pelaksanaan acara, di Rumah Banjarsari akan ada bazar dan pameran kebudayaan Banjar. “Dari benda-benda pusaka, kain dan pakaian adat, barang seni dan segala pernak pernik khas Banjar hingga sajian kuliner Banjar yang khusus mendatangkan tukang masak dari Barikin, Banjar,” papar Zen.
“Habar Matan Banjar” juga menghadirkan lokakarya musik panting, lokakarya Tari Radap Rahayu, lokakarya rias manten tradisi Banjar serta demo kuliner masakan khas Banjar. Dibatasi hanya 20 peserta untuk setiap konten lokakarya dengan tetap menerapkan standart protokol Covid-19
Persoalan eksistensi masyarakat adat, terutama posisi pentingnya sebagai penjaga keseimbangan alam tak luput dari perhatian “Habar Matan Banjar”.
Sebuah diskusi yang didahului oleh pemutaran dokumenter sebagai penghantar akan disiarkan secara live streaming dan interaktif melalui aplikasi zoom dan dapat diikuti di kanal youtube Rumah Banjarsari. Menghadirkan nara sumber Mukhlis Maman “Julak Larau”, (Pamong Budaya Madya Kalimantan Selatan), KH Dian Nafi’ (Pengasuh PP Mahasiswa Al-Muayyad Windan, Surakarta) dan Antonius Cahyadi (Dosen Fakultas Hukum UI) dengan moderator budayawan dan dosen ISI Surakarta, Albertus Rusputranto. Mengambil tema “Berdiri Sama Tinggi Untuk Lestari”
Dijelaskan Zen, rangkaian acara Habar Matan Banjar akan dibuka dengan ritual Tampuk Mayang yang dilanjutkan penampilan kesenian Gandut. Setelah berbagai lolakarya pada hari kedua, “Habar Matan Banjar” akan ditutup dengan sebuah Pagelaran Budaya. Menampilkan upacara ritual tradisi Baayun Maulid. Sebuah ritual mengayun anak, berasal dari tradisi Hindu (pra Islam,) yang kemudian mengalami akulutrasi dengan Islam menjadi Baayun Maulid. Sebuah upacara memohon keselamatan serta doa kebaikan bagi sang anak.
“Juga akan tampil para seniman yang mencoba mendialogkan budaya Banjar dan Jawa melalui media musik dan gerak tari,” kata Zen.
Dialog budaya dalam “Habar Matan Banjar” diekspresikan dalam bentuk pergumulan ide dan gagasan dari dua kultur, Jawa dan Banjar. Mencoba saling merespon, menafsir serta mereinterprestasi kultur masing-masing sehingga menyodorkan tawaran-tawaran baru yang segar dan terus bisa dikembangkan.
Sementara Danang Pamungkas, koreografer muda dengan kultur Jawa yang kuat mencoba menafsir serta mendialogkan dua budaya tersebut melalui sajian komposisi tari yang dibawakan oleh Dewi Galuh, Ririn Tria, Wirastuti, Gita Prabhawita, Tumuruning Cikal.
Gondrong Gunarto, komposer musik gamelan kontemporer yang juga memiliki akar tradisi Jawa akan mencoba bergumul, berproses dalam gagasan dengan Lupi Anderiani dan Reza Fahmi, musisi dengan kultur Banjar. Berdialog secara musikal, mencari titik temu harmoni nada dari dua kultur yang berbeda. Mereka juga akan didukung oleh Agus Prast Cah Ireng, Rano Gempil Prasetyo, Adam Lanu Guana & Gembyang Abad Enggal.
“Tak kenal, maka tak sayang. Demikian pula dengan kekayaan ragam budaya Nusantara. Dengan saling mengenal dan berdialog secara konstruktif, diharapkan berdampak bagi menguatnya kohesi sosial antar kebudayaan di Nusantara,” pungkas Zen.@