Belum lama tadi, Indonesia kedatangan ulama besar asal Yaman, Habib Umar bin Hafidz. Kedatangan beliau disambut suka cita para murid dan pecintanya di berbagai daerah termasuk di dua tempat di Kalimantan, Samarinda dan Batulicin. Itu terlihat dari banyaknya orang yang berhadir di majelis beliau.

Siapa Habib Umar bin Hafidz? Anda bisa googling jawabannya. Namun jika tak ingin berpayah-payah, anda bisa percaya saja apa kata saya. Beliau adalah seorang ulama besar dengan murid yang tersebar di berbagai belahan dunia dan dipercaya sebagai orang yang dipenuhi barokah.

Kesempatan bertemu beliau yang langka itu sayang jika diabaikan begitu saja -begitu ungkapan para pecinta sebelum kedatangan beliau-. Sehingga sebelum hadir di majelis beliau yang jaraknya lumayan jauh bagi sebagian orang, mereka gunakan untuk menyiapkan “bekal”. Bekal kekosongan waktu, juga kekosongan gelas kepala. Sebagaimana seorang murid, apabila ingin menemui gurunya, dia mengosongkan gelas kepalanya agar bisa dituangi pancaran ilmu yang bermanfaat untuknya. Kantong nggak usah dikosongin, bro.

Habib Umar -sebagaimana ulama besar lainnya- merupakan ulama yang menebar kasih sayang di mana pun beliau berada. Anda tidak akan menemukan kata-kata kotor di majelis beliau. Juga tidak akan mendapatkan kalimat dukungan pada salah satu pihak, capres misalnya. Tidak, tidak akan. Nasehat yang kerap keluar dari lisan beliau adalah tentang betapa pentingnya kasih-sayang hadir di tengah-tengah kita -muslim Indonesia khususnya-. Cakep.

Satu di antara banyak pesan yang diberikan Habib Umar dalam sebuah majelisnya:

“Tinggalkan kancah panasnya pemilu di wilayah kalian. Jadilah penyejuk dari jiwa yang berpecah belah dan gundah. Biarkan muslimin memihak pada pilihannya masing-masing. Jangan mencaci siapa pun dari calon pemimpin kalian. Dan jangan pula terlalu memuji-muji salah satunya. Tetaplah bijaksana dalam kedudukan yang menghargai semua kelompok. Jangan ternodai dengan permusuhan antara pendukung masing-masing.”

Nasehat Habib Umar ini layaknya bunga -bukan sekadar air segar yang setelah direguk lantas hilang begitu saja-. Habib menjadikan gelas pecintanya sebagai media tanam sebuah bunga kasih sayang, yang diharapkan tumbuh. Sehingga pecintanya menebar wangi dan keindahan di mana mereka berada. Baik di dunia nyata atau di dunia maya (media sosial).

Bayangkan, jika seorang pecinta bertemu dengan kekasihnya lantas diberi hadiah, apakah kemudian dia menolak dan mencampakkannya? Tentu saja tidak. Dia akan mengambil bunganya dan merawatnya sepenuh jiwa. Asyik.

Semoga, gelas -yang menjadi pot- itu tidak tumpah akibat jauhnya perjalanan, yang bagi sebagian orang ditempuh mendaki gunung lewati lembah –waduh mirip Ninja Hatori dong– . Sehingga bunga yang ada di dalamnya bisa ditanam di keluarga atau di lingkungannya, lalu tumbuh menebar wangi dan keindahan pada semesta. Semoga.

Salam rahmat dari sesama pecinta ulama.