JIKA kamu memasuki sebuah kafe di Banjarbaru, dan mendapati dinding-dindingnya dihiasi lukisan atau goresan ilustrasi, boleh jadi itu adalah salah satu karya anak muda ini. Mika August, namanya. Art Worker, begitu dia menyebut dirinya.

Gayanya khas anak muda zaman now. Rambut ala artis Korea, Loo Ming Ho, kerap berkaos oblong hitam, sepatu kets hitam rada buluk, serta tas selempang tempat kertas dan pensil gambarnya. Dia sering nongkrong di warung pojok di Mingguraya, Banjarbaru, yang memang tempat berkumpulnya para pekerja seni; fotografer, pelukis, sastrawan, hingga wartawan.

Namun, bila sekali waktu kamu melihat seorang anak muda duduk di mini market seberang pom bensin tengah kota Banjarbaru, dan tampak menunduk asyik menggores pensil di atas kertas gambar, jangan ragu, sapa saja. Itu pasti dia.

“Biasa, ngerjakan sketsa pesanan. Atau sekadar menggambar saja, terus berlatih,” katanya.

Dan memang, kala nongkrong sendiri sambil ngegambar begitu, dia sering disapa orang yang keluar-masuk mini market. Bermula dari menanyakan, “Suka ngegambar, ya Dek?” kemudian berlanjut menjadi transaksi orderan buat ngelukis atau bikin sketsa wajah.

Yeah, lumayan, kerja sambil nongkrong, dan dapat kerjaan tambahan lagi,” ucap Mika tersenyum, yang mengaku menjalani pekerjaan seninya ini dengan rasa senang serta mendapat kepuasan tersendiri.

Selain itu, orderan ngegambar juga sering didapatnya lewat komunikasi di instragramnya (IG) Mika-August. Jika kamu mau buka IG-nya, di sana akan banyak kamu temukan goresan pensilnya; kebanyakan sih wajah-wajah cewek. Selebihnya, orderan pekerjaan didapatnya lewat jaringan yang telah terjalin, atau melalui kelompok tim mural/ grafitinya: Art Face.

“Setiap goresan, di sana saya seakan menumpahkan jati diri dan arti hidup saya sendiri,” tambahnya agak dalam.

Wuiss.. boleh..boleh.., keren juga.

Penyuka komik Jepang ini merasa menggambar memang merupakan jalan hidup yang harus dipilihnya. Dia sebenarnya pernah menekuni tari tradisional Banjar, hingga dance modern. Tapi, entah kenapa, ia merasa tidak terlalu percaya diri tampil di depan umum. Sementara menggambar, katanya, bisa dikerjakan dengan diam, tak perlu ditonton banyak orang, dan di situlah ia bisa mencurahkan seluruh kemampuan artistiknya.