Jazz merupakan genre musik dengan ciri irama yang hidup dan dinamis, intonasi yang menarik, serta peranan improvisasi yang besar. Definisi itu saya kutip dari aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang terpasang di gawai saya. Penjelasan dari KBBI tadi menurut saya sangat tepat dan masuk akal.

Kita semua bisa mengamati betapa jazz memang benar adalah genre musik yang cukup rumit, mulai dari permainan vokal, nada, hingga ritmenya. Terlepas dari segala kerumitan itu, jazz tetap menyimpan pecahan keindahan yang banyak disukai oleh berbagai kalangan,bahkan dari zaman old hingga zaman now, negeri kita tak pernah sepi dari talenta-talenta hebat yang menggandrungi genre musik yang satu ini. Beberapa generasi milenial zaman now yang namanya melambung berkat musik jazz antara lain: Danilla Riyadi, Ardhito Pramono, Yura Yunita, dan lain sebagainya yang tak bisa saya sebut satu per satu (capek euy nulisin nama doang hehe).

Pada kesempatan kali ini, saya tidak sedang ingin membahas beberapa nama musisi jazz di atas. Saya ingin membahas sisi lain dari jazz. Mungkin beberapa pembaca telah menebak hal apa yang ingin saya bahas dalam tulisan ini (sudah terlihat dari judul soalnya ya hehe). Yaps, saya sedang ingin membahas hubungan antara jazz dan puisi.

Sebelum lanjut ke pembahasan yang lebih jauh, alangkah baiknya saya sertakan definisi puisi dari aplikasi KBBI di gawai saya agar lahir semacam keadilan di tulisan ini, sebab jazz tadi telah diterangkan definisinya. Menurut KBBI, puisi adalah gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna. Pada intinya, puisi adalah suatu karya yang menggunakan kata-kata dengan cara sebaik-baiknya agar terbit suatu keindahan yang kemudian dituangkan dalam bentuk baris dan bait.

            Lalu, apa hubungan antara jazz dan puisi? Apakah mereka punya hubungan yang spesial semisal martabak? Atau biasa saja seperti perasaanmu ke aku? Daripada curhat dan semakin tak jelas, simak langsung pembahasan saya di bawah ini.

Jazz dan puisi adalah dua hal yang berbeda, sebab yang satu merupakan genre musik dan yang satu lagi merupakan genre sastra. Namun, di balik perbedaan itu, kita bisa saja menemukan banyak kesamaan jika melihatnya dari sudut pandang yang lain. Sebagai contoh, kita bisa melihat bahwa jazz dan puisi adalah suatu media yang sama-sama memiliki peran untuk menghibur kemurungan kita, bahkan tak jarang dua hal itu bisa menjadi media terapi bagi diri kita untuk menjalani kehidupan yang fana ini dengan senyuman (asyik udah kek pepatah aja haha). Intinya, jazz dan puisi memiliki perbedaan dari segi bentuk lahiriah tapi memiliki kesamaan dari segi sifat dan kegunaannya.

Jazz telah berulangkali menjadi inspirasi bagi para penyair Indonesia untuk menuangkan genre musik tersebut ke dalam sebuah puisi atau bahkan antologi puisi, misalnya Sapardi. Penyair maestro itu pernah menulis sebuah puisi dengan judul “Lirik untuk Improvisasi Jazzz”. Puisi itu Sapardi tulis pada tahun 1978 dan termuat di dalam buku fenomenalnya: Hujan Bulan Juni. Selain Sapardi, beberapa nama penyair yang menjadikan jazz sebagai sumber inspirasi, antara lain: Wendoko yang pernah membuat buku puisi berjudul Jazzz! yang diterbitkan oleh Penerbit Kata Kita pada tahun 2012 silam, kemudian yang terbaru ada Adhimas Prasetyo yang menulis buku kumpulan puisi dengan judul Sepersekian Jazz dan Kota yang Murung yang diterbitkan oleh Penerbit Buruan & Co. pada bulan Januari 2020 lalu.

Dari fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa jazz dan puisi adalah dua hal yang berbeda namun memiliki hubungan yang spesial jika disatukan. Saya menganalogikan jazz dan puisi seperti nasi goreng dan es teh. Kita semua tahu bahwa nasi goreng adalah makanan dan bentuknya benda padat, sedangkan es teh adalah minuman dan bentuknya cair. Namun, dari perbedaan yang ada pada nasi goreng dan es teh, kita menemukan suatu harmonisasi yang indah, di mana keduanya begitu nikmat ketika dihidangkan secara bersamaan di atas meja makan dan kita menyantapnya dengan perasaan yang girang. Mungkin seperti itulah hubungan antara jazz dan puisi, berbeda tapi juga bermakna.@

Ditulis di Banjarmasin,di tengah pikiran yang ruwet karena skripsi, 2020.

Facebook Comments