Barangkali, hal yang tak terhindarkan di masa pendemi adalah menonton film secara intens. Masa seperti ini memungkinkan hal tersebut dilakukan. Dan di antara film-film yang sulit dihindari untuk ditonton di masa pendemi ini adalah film (serial) drama Korea (Selatan). Demikianlah. Meski tak terhindarkan, bagi penggemar film, menonton serial drama Korea memiliki beban mental tersendiri: ketakutan mendapat predikat bucin.
Bagi saya bahkan lebih dari sekadar predikat, istilah bucin yang dapat dikategorikan sebagai perasaan melankolis tak berkesudahan diakibatkan terbayang-bayang kisah cinta dua sejoli di serial drama korea itu, lebih intimidatif daripada bahkan film sekelas Pretty Woman atau Titanic. Kisah percintaan itu akan menghantui jalannya realitas. Hingga tak sedikit pecandu serial drama percintaan Korea mempredikasi diri mereka sebagai golongan sulit move on dari sebuah serial yang begitu dihayatinya, dan tak sedikit akhirnya yang menjadi pecandu.
Meski agak ‘traumatik’ dengan serial drama percintaannya, saya toh tetap sangat mengapresiasi serial-serial Korea dari genre thriller misteri pembunuhan whodunit.
Whodunit adalah jenis cerita detektif kompleks yang bertumpu pada plot teka teki siapa pelaku kejahatan yang sebenarnya. Saya penggemar cerita dan jenis plot macam ini. Sejak beberapa serial televisi terbaik jenis ini beberapa tahun silam, macam Sherlock-nya BBC, True Detective-nya HBO, atau Bosch-nya Amazon, saya belum menonton lagi serial-serial menggugah seperti itu hingga saya menemukannya di serial drama Korea.
Yup, tulisan ringan kali ini akan mengupas beberapa serial whodunit Korea yang sudah saya tonton, barangkali sebagai sebuah referensi.
Agaknya genre detektif sedang naik daun di Korea sana beberapa tahun belakangan. Alih-alih melulu tentang romansa dua sejoli, beberapa serial fokus pada genre ini dengan bahkan sama sekali menghilangkan unsur romantisme. Genre ini beberapa di antaranya diproduksi dengan teknik drama-film, yang berarti sinematografi ala film diterapkan pada serangkaian serial drama. Kemungkinan besar itu menambah biaya produksi jika kita membayangkan ada paling sedikit enambelas episode yang harus ditangani. Tapi hasilnya jelas memuaskan. Mereka sudah menuai, serial drama Korea Netflix misalnya begitu digemari di seluruh dunia. Barangkali persaingan industri film Korea dan Hollywood akan terasa berbaku hantam ke depannya jika terus begini.
Dalam tulisan ini, saya akan membahas tiga serial genre detektif whodunit Korea yang tayang tahun 2020, Memorist, Tell Me What You Saw , dan Stranger 2.
Memorist menceritakan seorang remaja lelaki menjelang dewasa bernama Dong Baek yang memiliki kekuatan supranatural yaitu kemampuan memindai ingatan seseorang. Ia mengumumkan kemampuannya itu, dan menjadi pusat perhatian. Pada akhirnya ia bekerja sebagai polisi. Kemampuannya memudahkan kinerja kepolisian menangkap penjahat. Karena dengan sekali pindai ia dapat mengetahui detil kejahatan dan siapa pelakunya. Suatu kali ia menyelidiki kasus pembunuhan gadis-gadis muda. Dalam kasus ini ia bekerja bersama seorang profiler kepolisian cerdas bernama Han Sun Mi.
Karena serial dengan durasi tayang hingga enambelas episode, Memorist memiliki kesamaan dengan serial whodunit lainnya, bahwa pembunuh yang terungkap bukan lah pembunuh sebenarnya dari kasus utama, atau sederhananya, para pembunuh berjejer di sepanjang episode, menunggu untuk diungkap oleh para detektif. Barangkali yang tertangkap di awal adalah kaki tangan atau bahkan otak pembunuhan, tapi pembunuh sesungguhnya akan terungkap menjelang akhir. Pola semacam inilah yang membawa kita pada kasus pembunuhan berbingkai di Memorist. Pembunuh berantai para gadis dibunuh oleh pembunuh berantai lainnya, di mana pembunuh berantai lainnya telah menunggu juga untuk beraksi (menunjukkan betapa fiksinya cerita ini).
Hal ini menarik bagi penonton karena penonton akan diajak terus menerus untuk berpikir siapa pembunuhnya, siapa pelakunya, hingga akhir episode. Hanya saja, pada akhirnya plot seperti ini mendangkalkan cerita hanya pada usaha pengungkapan kasus pembunuhan.
Serial berikutnya, Tell Me What You Saw menceritakan tentang seorang pembunuh berantai yang belum tertangkap bahkan setelah lima tahun lamanya. Pembunuh ini memiliki ciri khas meninggalkan permen karet pedas di tubuh atau di sekitar lokasi pembunuhannya. Pembunuh berantai ini telah membunuh tunangan Oh Hyun Jae, tokoh utama serial ini yang adalah seorang profiler kepolisian. Selama lima tahun vakum karena berduka atas kehilangan tunangannya, Hyun Jae kembali memburu si pembunuh berantai. Sekarang ia dibantu oleh Cha Soo Young, seorang polisi perempuan yang memiliki ingatan fotografis. Ingatannya sangat detil atas sesuatu yang dilihatnya. Soo Young pernah berkata tentang ingatannya, melihat suatu obyek seperti memoto. Sekali melihat, foto tersebut akan terekam di ingatan untuk kemudian bisa dilihat kembali secara mendetil.
Sang pembunuh berantai akhirnya ditemukan. Yah, saya tidak akan menceritakan siapa tentu saja, yang jelas seperti pada cerita tentang pembunuh berencana, pelakunya bukan seseorang yang sama sekali asing. Meski cerita whodunit, siapa pembunuh sudah diceritakan di sepertiga akhir serial. Sisanya adalah cerita tentang bagaimana para tokoh protagonis menangkap penjahat ini.
Saya pikir serial ini sedikit lebih baik dalam membuat plot dibanding Memorist. Ada kalanya penonton disuguhkan kasus pembunuhan yang tidak ada hubungannya dengan kasus pembunuhan berantai. Hal itu dilakukan untuk menguatkan karakter Soo Young sebagai seseorang dengan kemampuan mengingat yang luar biasa.
Serial terakhir adalah Stranger 2. Serial ini adalah sekuel dari serial Stranger yang pertama rilis tahun 2017. Serial ini menceritakan tentang Hwang Si-Mok, seorang jaksa dan Han Yeo-Jin, seorang letnan polisi. Mereka bekerja sama untuk memecahkan beberapa kasus pembunuhan yang dicurigai dilakukan oleh orang yang sama. Bagi saya, sepanjang saya menonton serial whodunit ala Korea, ini adalah yang terbaik,
Karakter Si-Mok yang sangat cerdas secara kognitif tapi tanpa emosi (sebuah operasi pada otaknya menghilangkan ‘bagian’ otak yang mengatur emosi manusia) mengingatkan kita pada Sherlock-nya Benedict Cumberbatch tapi tanpa selera humor. Terlihat sama-sama anti-sosial (atau yang Sherlock sering katakannya, high function sociopath). Karakter semacam ini adalah jenis yang banyak diminati penggemar film/ serial detektif. Sherlock Holmes sebagai role-model detektif yang selalu digambarkan memiliki pemiikiran yang melampau orang-orang di lingkungannya, tidak terlalu cocok dengan keadaan yang lamban atau situasi biasa yang membosankan, serta tampil kharismatik.
Seperti Sherlock, Si-Mok, dan hampir semua tokoh utama serial Korea, genre ini menggunakan deduksi dari amatan-amatan detil kecil yang tidak diperhatikan orang lain. Sehingga memunculkan jawaban-jawaban dari serangkaian teka teki yang dilontarkan di tiap bagian serial ini. Pada musim kedua yang berbeda tensinya dari musim pertama, cerita dipusatkan pada tiga kasus berbeda, kematian dua remaja di pantai saat malam berkabut, kasus bunuh diri seorang perwira polisi, dan kasus pengacara mantan hakim yang meninggal di jalan karena serangan jantung. Kasus ini diselidiki oleh seorang rekan Si-Mok sesama jaksa bernama Seo Dong Jae. Dong Jae diculik, dan Si-Mok menduga penculikan itu ada hubungannya dengan satu dari tiga kasus tersebut. Akhirnya duet Si-Mok dan Yeo-Jin berhasil menemukan Dong Jae sekaligus memecahkan misteri ketiga kasus.
Dalam sebuah kasus teka teki pembunuhan apalagi pembunuhan berantai, jawaban lengkap, dan menyeluruh potongan dari keseluruhan teka teki adalah keharusan. Penonton yang mencoba menyusun kepingan puzzle teka teki harus bisa mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhannya. Motivasi pembunuh, latar belakang, waktu, tempat, cara, dan hal lain yang perlu terungkap harus terungkap. Dibandingkan jenis cerita lain, ketidakbolehadaan lubang plot dan hilangnya logika cerita menjadi syarat mutlak dalam genre cerita karena pada akhirnya logika penonton harus dipuaskan tentang adegan demi adegan. Hal tersebut cukup sulit dilakukan dalam sebuah film, perlu kehati-hatian dan kejeniusan sekaligus dalam menggarapnya, apalah lagi dalam serial dengan durasi berlipat-lipat.
Di sisi lain, sebuah cerita bukan hanya persoalan memecahkan misteri, atau menelusuri latar belakang atau masa lalu sesiapa tokoh yang terlibat untuk kemudian lagi-lagi mengaitkannya dengan pemecahan misteri pelaku sesungguhnya. Cerita detektif whodunit sebenarnya bisa saja mengabaikan semua itu karena memang tujuan cerita sendiri adalah memecahkan misteri pelaku kejahatan.
Namun ketika ada yang bisa mengkombinasikan keduanya hal tersebut (dan itu sangat dimungkinkan dalam sebuah serial), maka itulah juaranya. Menurut saya, di antara ketiga serial, yang paling berhasil membangun cerita teka teki kejahatan sepaket dengan pemecahan yang logis disertai alur cerita yang mengangkat persoalan-persoalan kemanusiaan yang kontemplatif adalah Stranger baik musim 1 atau 2.
Stranger mengangkat persoalan kemanusiaan paling penting abad ini: keadilan yang dikorupsi. Serial ini juga mengangkat persoalan perundungan, bahkan mungkin yang penting dalam dunia peradilan Korea Selatan, perebutan kewenangan penyelidikan di antara jaksa dan polisi. Berbeda dari dua serial lainnya yang mengekspos latar belakang dan motif pelaku kejahatan hanya sebagai bagian dari penyempurnaan plot dan logika cerita, Stranger memusatkan cerita pada persoalan-persoalan kemanusiaan itu di samping tetap menjalankan misinya sebagai cerita whodunit.
Pada akhirnya, di tengah hujan serial drama dan film Korea yang melanda negeri kita di masa pendemi ini, dan ketidakmampuan kita menghindarinya, barangkali ada satu dua serial dan film yang bisa kita nikmati dengan suka cita. Kalau saya genre semacam ini, Anda?
Wallahua’lam.@