Muhammad Handry Imansyah merupakan Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Penulis buku Krisis Keuangan di Indonesia, Dapatkah Diramalkan? (2009) ini dikukuhkan sebagai Guru Besar ULM pada tahun 2016, dengan judul orasi ilmiahnya: “Model Sistem Peringatan Dini Perekonomian bagi Pembuatan Kebijakan”.
Putra pertama dari tokoh Dr. H.M. Hanafiah, Dirut RSU Ulin era 1970-an dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan era 1980-an yang hobi kuliner dan menonton film ini memiliki dua putri kembar. Saat ini keduanya sedang menempuh kuliah strata 1 di University of Malaya jurusan Hubungan Internasional.
“Pak Handry”, begitu kerap ia disapa, memperoleh gelar Sarjana Muda (1983) serta gelar Sarjana dalam bidang ekonomi pada 1985 di Universitas Gadjah Mada. Untuk gelar Master of Agribusiness Management diperoleh dari Mississipi State University Amerika Serikat (1992), dan mendapatkan gelar Doctor of Philosophy dalam bidang Ilmu Ekonomi dari the University of Queensland Australia (2002) dengan judul tesis “The Development of a Horizon Hybrid Method for Constructing Input-Output Tables: A Fundamental Economic Structure Approach to Indonesia”.
Pria yang suka membaca ini memiliki pengalaman dan relasi luas pada tingkat nasional dan internasional. Ia pernah menjadi regional economist dan konsultan untuk Kementerian Keuangan RI, Asian Development Bank (ADB), dan Gesellschaft Fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ).
Berbekal pengalaman dan relasi inilah ia membawa berbagai kegiatan bertaraf nasional dan internasional di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM.
Kegiatan tersebut antara lain Konferensi Internasional IRSA ke-11 dan Workshop Pakar mengenai Pembangunan, Lingkungan dan Kesejahteraan Rakyat Kalimantan pada tahun 2012. Kegiatan terselenggara dengan menggandeng Asosiasi Ilmu Regional Indonesia atau IRSA, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS, dan Australian National University. Kedua kegiatan tersebut berjalan dengan pendanaan sekitar 500 juta rupiah dari USAID melalui program SEADI.
Ia juga membawa kegiatan Forum Kajian Pembangunan pada awal Maret 2020. Kegiatan ini diselenggarakan bekerjasama dengan Australian National University dan menghadirkan narasumber dari Australia, nasional, dan dosen FEB ULM.
Ketika ditanya, mengapa ia cukup intens menghadirkan kegiatan bertaraf nasional dan internasional ke lingkungan ULM dengan biaya yang minim dan memanfaatkan sumber daya internal, ternyata jawabannya cukup sederhana.
“Saya ingin ULM segera sejajar, dan harus sejajar dengan kampus besar di Indonesia, melalui peningkatan kapasitas dosen,” ucapnya. (Tim/Artikel ini pernah dipublikasikan pada majalah Berita ULM No. 33 (Edisi Mei-Juni 2020)