PERKUMPULAN Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Kalimantan Selatan menghadiri acara Inklusi Partnership Forum 2023 yang digelar oleh Kemitraan Australia dan Pemerintah Indonesia di Ballrom Grand Sahid, Jakarta Pusat, sejak 20-21 Juni. Bersama Direktur PKBI Kalsel, Hapniah dan Project Officer Program Inklusi, yakni Rizki Anggarini Santika Febriani, serta M Rahim Arza (Anggota Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marginal AJI Balikpapan Biro Banjarmasin) sebagai campion.
Opening Art dibuka oleh sejumlah perempuan berpakaian serba kuning itu adalah Tari Cokek, merupakan tarian tradisional dengan perpaduan antara budaya Betawi, Sunda, dan Tionghoa.
Dalam sambutan Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, BAPPENAS, Amich Alhumami menyampaikan bahwa tema yang diusung sangat tepat, yaitu No One Is Left Behind (Tidak ada yang tertinggal).
“Tidak ada yang tertinggal dari multi pihak untuk kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial,” ucap Amich kepada Asyikasyik.com, pada Selasa (20/6/2023) pagi.
Amich mengapresiasi kepada sekretariat inklusi yang selalu inisiatif dalam membangun perspektif gender, disabilitas dan sebagainya. Kepada peserta, dia mengucapkan terima kasih atas kehadiran para mitra kerja inklusi di daerah, lembaga dan komunitas yang menciptakan program dalam mewujudkan inklusi sosial.
Dengan itu, Amich bertujuan untuk mendorong mitra kerja di daerah dapat merangkul seluruh kelompok marginal, demi memfasilitasi dan memperbaiki kualitas hidupnya.
“Program inklusi hadir untuk memastikan tidak ada yang tertinggal, terlebih banyak kelompok marginal dan komunitas masyarakat mendapatkan manfaat pembangunan sosial, budaya, ekonomi dan politik,” ujarnya.
Dan program inklusi ini mencakup akses pelayanan identitas kependudukan, layanan perlindungan sosial dan kesehatan. Kegiatan ini memfasilitasi para pemegang hak dan jawara-jawara marginal untuk berbagi pengalaman hidup mereka, demi mendengar berbagai isu pembangunan yang kompleks melalui Kemitraan Multi Stakeholder.
Sebanyak 500 orang dari berbagai daerah, seperti Jawa, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, bali, Nusa Tenggara Barat, Aceh dan sebagainya.
Agenda Knowledge Sharing di hari pertama diisi materi: Kemitraan Multi-Stakeholder dalam Perlindungan terhadap Kekerasan. Hari kedua, mengusung tema bertajuk: Kemitraan Multi-Stakeholder dalam Mencapai Ketahanan Ekonomi dan Penghidupan bagi Kelompok Marginal.
Madeleine Moss, DFAT Minister Counsellor, Governance and Human Development Australian menyebut dirinya bertugas sebagai mitra kerja untuk mendorong tata kelola pemerintahan dan pembangunan kemanusiaan. Atas nama negara Australia, dia mengucap rasa terima kasih atas jasa kelompok marginal dan komunitas masyarakat selama ini.
“Saya senang karena dapat berjumpa langsung di sini, kalian luar biasa. Australia dan Indonesia memiliki hubungan yang kuat dalam menciptakan kesetaraan gender, aksesibilitas dan memperkuat masyarakat sipil,” ungkap Madeleine.
Kata Madeleine, program itu mendorong pemerintah daerah agar lebih maju dalam pembangunan kualitas manusia. Sehingga, menurutnya warga Indonesia dapat berkembang dalam tatanan sosial yang baik.
Madeleine menegaskan, jangan ada yang tertinggal untuk mendapatkan fasilitas kehidupan demi menciptakan kesetaraan bagi pembangunan kemanusiaannya. Dalam momentum itu, dia mengapresiasi kelompok transpuan, disabilitas, petani perempuan, masyarakat adat dan sebagainya.
8 mitra program yang telah digerakan oleh komunitas dan lembaga, yaitu Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia), Perkumpulan KAPAL Perempuan, Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Perkumpulan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat-MIGRANT CARE, The Foundation of Women Headed Family Empowerment (PEKKA), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (SIGAB Indonesia).
Cerita Kelompok Marginal dan Pemerintah Berdaya Inklusi
Salah satu perwakilan Masyarakat Adat Ngaju, Puput Damayanti hadir di acara Inklusi Partnership Forum 2023 ini bercerita bahwa dirinya merupakan warga asal Desa Tilang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Dalam kesempatan itu, Puput menjelaskan ihwal sosial-ekonomi dan bagaimana penghidupan masyarakat setempat. Dia menyebut ada 2 hal yang menjadi penghasilan warga terdahulu, yaitu bertani dan mamantat (penyadap karet).
“Dulu sumber pendapatan utama di desa saya, yaitu berladang dan mamantat. Dari penghasilan itu, masyarakat dapat menyekolahkan anaknya,” ucap dia.
Kata Puput, budaya bertani di masyarakat Ngaju dengan membuka ladang adalah membakar. Karena ada peraturan pemerintah, dia mengisahkan banyak sekali warga Ngaju tidak berladang lagi. “Kami bersama YPBI merangkul perempuan adat untuk tetap bertani,” ujarnya.
Berbeda dengan Yerni Selly Bolu, seorang aktivis perempuan dari Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam rangka peringatan Hari Kartini 21 April 2022 lalu, dia pernah menerima penghargaan dari Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM) karena telah dianggap berjasa mendirikan sebuah Lembaga Pengembangan Pendidikan Kritis Kepemimpinan Perempuan.
Dalam kesempatan itu, Yerni bercerita bahwa tujuannya membuat kelompok ini agar terwadahi semua kalangan perempuan untuk berdaya secara ekonomi dan kepemimpinannya itu sendiri.
“Saya memimpin kelompok marginal dan disabilitas sebanyak 357 orang, serta pemimpin perempuan yaitu 150 orang,” ungkap dia.
Yerni menjelaskan, marginal pendidikan sangat terasa di Kupang, sebab masih banyak masyarakat kecil yang belum bisa membaca dan menulis. Sehingga, pihaknya mendekati untuk mengembangkan pendidikan secara swadaya.
Adapun, Luhvi Pamungkas selaku Direktur Srikandi Pasundan, Jawa Barat (Mitra dari PKBI) itu menyampaikan bahwa pihaknya telah mempelajari alur kasus yang dihadapi para transpuan. Sepanjang kasus, dia selalu mendampingi transpuan di Pasundan yang mengalami banyak gejolak di lingkungan dan keluarganya sendiri, bahkan memperhatikan psikologisnya.
“Kendalanya cuma satu, yaitu keluarga korban. Apabila pihak keluarga yang melaporkan, maka transpuan di kota itu banyak sekali memberi dukungan dan mereka berani bersuara,” ungkap Luhvi di forum inklusi.
Kemudian, Luhvi tengah merangkul kelompok transpuan dari remaja dan dewasa, tidak melihat senior atau junior namun menyatukan jadi keluarga. Lantas, dia menyebut negara wajib melindungi warganya tanpa memandang status sosialnya, terlebih mendorong nilai kemanusiaan tersebut.
Bupati Maros, Sulawesi Selatan, Chaidir Syam menyebut Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) telah bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros melalui MoU bersama Dinas Pendidikan, maka telah memberikan ruang bagi anak-anak di sana.
“Dan akses kesehatannya juga, perlu dan sangat penting. Pendampingan itu terus dilakukan, karena mereka adalah generasi ke depannya,” ujarnya.
Diakhir, Chaidir mengatakan ada Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Maros Nomor 59 Tahun 2017 maka lahirlah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Maros. Dengan itu, dia menyebut sebanyak 103 desa terdapat para pendamping untuk masyarakat dari kelompok marginal tersebut.