SUDAH menjadi tradisi setiap ketemu dengan orang-orang yang saling kenal, di Perancis selalu mencium (mulut mencium pipi atau pipi ditempelkan ke pipi dengan bunyi cup cup cup…) pipi kanan dan kiri diiringi ucapan salam. Lebih lagi ciuman laki-laki kepada perempuan itu sebagai tanda menghormati/ menghargai. France Kiss, sepertinya “mungkin” akan hilang dari kebiasaan sehari-hari sejak Covid-19 datang menyerang (yang juga pernah menghilang ketika pandemi “Grippe Espagnol pada waktu perang dunia ke-1 yang waktu itu menelan lebih dari 50 juta orang meninggal di seluruh dunia).
Di Perancis, Covid-19 diawali dengan meninggalnya seorang guru (korban pertama yang meninggal akibat virus ini). Semua bertanya-tanya, bagaimana seorang guru yang aktif dan dihormati di sekolah bisa terserang virus yang lahir ribuan kilometer jaraknya dari sang guru, apalagi dia tidak pernah menginjakkan kaki di kota itu (Wuhan) tempat kelahiran Virus Corona.
Semua bertanya, ketika saya mulai menganalisa sendiri. Di dekat rumah sang guru ada base militer. Di antara tentara itu, ada yang pergi menjemput warga Perancis yang residen ataupun yang liburan dan juga urusan bisnis di Wuhan. Begitu dahsyatnya Corona, tanpa diketahui telah menumpang salah satu tentara itu.
Di kota kecil di mana sang guru berdiam, juga ada beberapa tentara yang tinggal di sana. Tanpa sengaja atau tidak menduga, kontak yang terjadi antara tetangga menjadi jembatan bagi Corona berpindah ke tubuh sang guru.
Sang guru pun jatuh sakit dan tidak bisa diselamatkan. Biarpun usia dibilang belum begitu tua, bapak berusia 60 tahunan itu akhirnya tumbang oleh Corona.
Itu awal cerita Corona di Perancis.
Di tempat lain utara-timur Perancis, ada pertemuan massal untuk sebuah kepercayaan agama. Semua yang tinggal di kota kecil itu aktif menyambut kedatangan tamu-tamu dari beberapa kota, juga luar negeri. Tanpa diduga oleh mereka, di daerah itu paling banyak jatuh korban jiwa akibat Corona. Entah siapa yang terkontaminasi tanpa sengaja menyebarkan virus itu. Dengan gerombolan manusia di tempat ibadah massal, tentu virus itu bahagia bisa berpindah dari tubuh satu ke tubuh lain dan lainnya lagi terus berkembang, sampai akhirnya mereka yang hadir di acara itu kebanyakan terserang dan meninggal dunia.
Rumah sakit penuh sampai kehabisan tempat tidur. Dokter, suster,dan pegawai kesehatan lainnya kewalahan karena pasien datang tanpa senggang waktu. Kelelahan dan kecapekan, tetapi mereka tetap gigih dan semangat menolong semaksimal mungkin untuk menyelamatkan nyawa.
Akhirnya pemerintah pun mengambil keputusan walaupun agak terlambat. Kini hampir 4 minggu Perancis dalam “Confinement” = Lockdown terhitung sampai 15 April, dan diperpanjang sampai 11 Mei. Setelah tanggal itu sekolah akan buka kembali, orang-orang juga bisa kerja. Tetapi restoran, cafe, cinema, event dan semua aktivitas yang menjadi pusat kumpulan orang masih tetap dilarang sampai pertengahan Juli (jika tidak ada perubahan lagi). Pintu masuk International (untuk luar Uni Eropa ) tetap ditutup, jadi orang-orang dari luar UE belum bisa berkunjung ke Eropa begitu juga sebaliknya.
Lockdown di Perancis sebagian besar ditaati oleh penduduknya walaupun ada sebagian kecil sekali orang yang tidak menghormati, sampai akhirnya pemerintah menerapkan denda, juga kampanye untuk tetap tinggal di rumah. Sekolah, perguruan tinggi, kantor-kantor, toko-toko, restoran, cafe, event, dan semua aktivitas yang dinilai tidak sangat penting harus berhenti dan tutup.