Selepas penutupan kegiatan Religi Expo 2022. Direktur Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin, Abdani Solihin mendorong agar kegiatan Mooncake Festival masuk ke dalam kalender pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan.
Menurutnya, akulturasi budaya Tionghoa peranakan Banjar inilah menjadi dasar pengajuan dari rekomendasi tersebut. Terlebih ada tradisi budaya Batampungas, Bapupur, dan tradisi Bamandi-mandi. Ke depan, Abdani mengaku pihaknya ingin melakukan pendekatan ke dinas terkait.
“Karena syarat event itu minimal 5 kali berturut turut, maka kami akan melakukan pendekatan ke dinas terkait terlebih dulu,” ucap Abdani Solihin kepada Asyikasyik.com, Selasa (13/9/2022).
Kata Abdani, dukungan itu datang langsung dari Staf Ahli bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum Setdaprov, Sulkan. Karena, kata dia, perwakilan dari pemerintah provinsi itu melihat pelbagai kegiatan tradisi yang ditampilkan dipanggung Religi Expo tersebut.
“Apa lagi Pak Sulkan sebagai Staf Ahli Gubernur juga meminta agar event ini. Bisa menjadi event tahunan, tentu kami akan melakukan pendekatan agar ini masuk dalam kalender resmi event pariwisata di Kalsel,” ucapnya.
Acara Mooncake Festival, Abdani menyebut baru pertama dilaksanakan bersamaan dengan Religi Expo 2022.
Ke depan, dia ingin berkolaborasi dengan tradisi lainnya, sehingga dapat mengenalkan ragam budaya di Banua. “Ya, perdana. Mudah-mudahan ini akan berlanjut, semoga ada kolaborasi dengan tradisi lainnya di tahun mendatang,” ucapnya.
Kepala Seksi Kesenian Bidang Kebudayaan Disdikbud Kalsel, Sunjaya Adhiarso menyebut perlu adanya pelestarian yang kuat dari tradisi Batampungas, Bapupur dan Bamandi-mandi, dengan menggunakan bahasa Banjar itu. Dalam sektor kebudayaan, kata dia, itu masuk aspek tradisi yang memiliki kewenangannya tersendiri dalam menjaga, serta mengembangan nilai budaya tersebut.
“Ini masuk aspek tradisi, ada yang menangani dari tupoksinya tersebut. Kalo perspektif saya dari keseniannya, ragam tradisi dengan menggunakan berbahasa Banjar itu perlu dilestarikan lagi, namun ada kajian lebih lanjut,” jelas Sunjaya.
Menurut Sunjaya, kajian itu diperlukan karena melihat aspek akulturasi masyarakat Banjar dengan budaya Tionghoa tersebut.
“Ini perlu kajian serta kesepakatan bersama dengan seniman dan budayawan, karena sesuai tupoksinya di seksi adalah untuk pelestarian karya budaya asli,” ujarnya.
Bila sudah ada proses kajian, Sunjaya menyebut tradisi Mooncake Festival dari aspek akulturasi budayanya itu dapat ditetapkan sebagai warisan budaya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Selatan, Muhammad Syarifuddin merespon baik terkait rekomendasi atas pengusulan Mooncake Festival ke dalam kalender pariwisata. Menurutnya, bisa saja agenda kegiatan itu masuk, tetapi harus berkoordinasi kepada Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudrapar) Kota Banjarmasin.
“Perlu disiapkan juga bahan yang nantinya untuk dipresentasikan, gimana bentuk acara, sejarah dan filosofinya agar menguatkan aspek budaya itu,” ucap Syarifuddin.
Syarifuddin menjelaskan, kedua budaya Banjar dan budaya Tionghoa itu merupakan kearifan lokal yang mesti dilestarikan, maka pihaknya siap memasukkan ke kalender pariwisata. “Saya setuju aja, agenda itu bisa dimasukkan ke kalender pariwisata. Biar dikenal banyak orang, khususnya masyarakat Kalimantan Selatan,” tandasnya.@