Peluncuran buku Lini Masa Sutarto Hadi: Menebalkan Eksistensi ULM, yang dipersembahkan oleh Program Studi Pendidikan Sendratasik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ULM di Aula Student Activity Center, Jalan Brigjen Hasan Basri, Kayu Tangi, Kota Banjarmasin dihelat dengan sukacita.

Kegiatan tersebut adalah bagian dari Dies Natalis ULM ke-64, menghadikan narasumber yakni Abdul Gaffar Karim (Dosen Fisipol UGM), Sainul Hermawan (Editor, Dosen FKIP) dan Sumasno Hadi (Penerbit Artikata), yang dimoderatori oleh Dewi Alfianti.

Buku setebal 320 halaman itu, terdapat 96 tulisan pendek milik pribadi serta dokumentasi perjalanan karirnya sebagai rektor yang tersebar di website humas ULM, hingga media sosialnya. Dan ada 36 penulis dari kerabat dekatnya, baik pejabat pemerintah, dosen, peneliti, penulis dan teman lainnya.

“Buku Lini Masa ini seperti kelanjutan dari buku Membingkai Bayang-Bayang, yang cukup meledak juga di pasaran. Kalau buku itu bisa dianggap buku hitamnya, bagaimana saya menjadi rektor? Sementara buku ini ditulis dengan pelbagai rutinitas saya lakukan selama ini,” ucap mantan Rektor ULM Banjarmasin, Sutarto Hadi kepada Asyikasyik.com, Kamis (15/9/2022) pagi.

Sewindu telah memimpin sebagai Rektor ULM, sejak periode 2014-2022. Kata Sutarto, buku ini adalah perjalanan karirnya untuk membangun kampus bercorak burung Enggang tersebut, sebelumnya tak dikenal serta dianggap kumuh.

Sutarto bilang, kepemimpinan itu harus kreatif. Tanpa itu, menurutnya sebuah kampus tidak terbangun dengan maju. Semasa kepemimpinannya, transisi Unlam ke ULM mengalami perubahan drastis dari bangunan gedung, serta jalan kampus menjadi lingkungan yang bersih dan nyaman.

“Tengah malam, sebelum kedatangan asesor BN-PT ke ULM. Saya langsung menelpon Gubernur, bahwa jalan kampus bolong-bolong,” cerita Sutarto.

Esok harinya, Sutarto merasa kaget bahwa kedatangan langsung dari pihak Pekerja Umum (PU). Tak lama, kata dia, jalanan kampus tak mengalami kerusakan lagi, sehingga mudah dilewati oleh masyarakat kampus pada umumnya. “Saya benar khawatir, jika tak diperbaiki waktu itu tentu menjadi penilaian buruk,” ujarnya.

Kemudian, Sutarto bercerita bahwa pernah ketemu penerbit, penulis yang kebetulan juga seorang akademisi UI bernama Heri. Lalu, dia mengaku bahwa ULM cukup dikenal di Jakarta.

“Ternyata nama saya itu sudah dikenal oleh beliau. Di kampus UI, Heri bilang bahwa rekannya menyebut ada rektor yang hebat di Kalimantan Selatan bernama Sutarto. Menyulap kampus ULM menjadi perguruan tinggi yang maju, padahal dulunya tidak dikenal,” ucap doktor lulusan Universiteit Twente Belanda ini.

Dalam kesempatan itu, Sutarto memberikan gagasannya untuk kemajuan bangsa ini dilihat dari aspek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sejak awal, dia memiliki konsentrasi untuk membangun SDM yang baik untuk kemajuan bangsa Indonesia, khususnya Kalimantan Selatan. “Bangsa kita ini perlu SDM yang kuat, sehingga dapat bersaing seperti negara tetangga. Jepang, korea, hingga singapura menjadi hebat, karena SDM-nya itu,” ungkap dia.

Pemantik buku, Abdul Gaffar Karim merupakan dosen Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM itu menjelaskan buku ini sangat menarik dibahas, terlebih ulasan dari catatan Profesor Sutarto Hadi. Dalam buku itu, dia mengistilahkan bahwa intelektual itu tidak berada di menara gading.

“Artinya, tidak hanya menghabiskan waktunya untuk memuaskan ego intelektual yang disebut Scopus. Jika begitu, ia bicara yang tidak dapat dimengerti banyak orang dan Sutarto sebaliknya,” jelas anggota penelitian dan advokasi di Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta.

Facebook Comments